Salah Waktu

Author
Published Mei 05, 2021
Salah Waktu

 Ketika anak-anak sudah menginjak remaja, kebiasaan berbuka  (membatalkan puasa) di keluarga diubah. Biasanya setelah azan magrib berkandang langsung serbu dari makan pembuka,  lanjut makan besar,  diubah  cukup dengan minum teh hangat, kurma, cemilan atau buah. Lalu dilanjut dengan salat magrib terlebih dahulu. Makan utama dilakukan usai salat. 

Hari ini,  hari kelima aku menikmati buka puasa (membatalkan puasa bersama si bungsu). Dia di hari 19 Ramadan kemarin baru pulang dari asrama. 

Di Ramadan 1442 ini biasanya aku menikmat buka  sendiri saja. Anak -anak sudah memiliki dunianya sendiri. Anak pertama di Probolinggo, anak kedua di Malang, meskipun kuliah daring, ada mata kuliah praktik yang tak bisa melalui daring, katanya. 

Anak kedua sebenarnya juga datang pada hari yang sama dengan anak bungsu. Hanya saja hari ini ia ke Probolinggo, ke kakaknya untuk menukar sepeda motor. Kasihan  kakaknya khawatir lebaran tahun ini tak bisa pulang lagi.  

Informasi pembatasan kendaraan yang akan dimulai tanggal 6 besok, mengerakkannya berikhtiar  menukar sepada kakaknya yang masih berplat no. Bandung itu dengan sepedanya, dengan harapan di hari libur kerjanya tanggal 12 Mei besok dengan motor plat Bondowoso, sang kakak bisa lebaran bersama di rumah. 

Suami semenjak Ramadan,  sebagimana kebiasaannya, setiap harinya pukul 17.00 sudah berangkat ke masjid dengan berbekal kurma dan air putih atau teh. Membatalkan puasa di masjid, usai salat berjemaah pulang baru kami makan bersama. 

Hari ini,  ada hal yang sebabkan hambarnya nikmat berbuka. Entahlah mungkin kata -kataku yang menurutku baik, tapi salah menurut si bungsu. Padahal inginku  memaksimalkan kualitas kebersamaan saat berdua itu saja. Tak ada maksud apa pun. Kecuali memberikan nasihat terbaik untuknya. Untuk anak perempuanku satu- satunya yang menginjak praremaja (15 tahun usianya). 

Aku salah rupanya, dia tersinggung, sampai tidak menghabiskan dan membuang sup kesukaannya. Salat magribnya di kamar lalu mengunci dan mengurung diri di kamarnya. 

Padahal aku hanya ingin memberitahu dan menyarankan agar dia mengurangi ngemil, dalam kalimat:

"Lihat badanmu, kurangi ngemil nduk jika di asrama! "

Eh dengan ungkapan begitu malah tak menyamankan suasana. Jika dengan bahasa yang halus saja "ngambek",  terus dengan cara bagaimana ibumu harus menasihatimu Nduk? 

Maafkan mamamu, mungkin hari ini mama salah waktu atau salah dalam cara penyampainya. Semoga saja dilain waktu kamu sudah bisa menerima dan membenarkan nasihat mama. 

Ya Allah ya rabb,  ampuni aku, jika silat lidahku melukai perasaannya. 

# Bondowoso, 5 Mei 2021/23 Ramadan 1442 H
Husnul Hafifah

1 komentar

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021