Batal



Semenjak putri bungsunya kembali ke asrama, Bu Keyshe dan Pak Key kembali mengarungi kehidupan baru seperti 27 tahun lalu. Perbedaannya hanyalah pada cita-cita. Dulu belum ada momongan yang dikejar momongan. Sekarang anak pertama  sudah cukup dewasa. Sudah waktunya merindukan cucu. Bu Keyshe dan Pak Key sepakat, kehidupan barunya ini akan dijalani dengan pola hidup baru yang sehat,  utamanya sehat dalam pola makan. Cita - citanya sederhana,  ingin terus sehat, panjang ibadah dan saatnya bisa menimang, bermain dengan para cucu. 

Pola sehat yang dirancang diantaranya kurangi karbo, stop gula, stop gorengan. Jam makan terakhir pukul 5 sore. Ngemil malam mie goreng, mie rebus dan bakso juga harus diakhiri. Seperti halnya hari ini,  Bu Keyshe menanak nasi hanya setakar gelas air mineral 200 ml, lauk tahu dan tempe cukup disemur tanpa digoreng. Telur disediakan mentahan, cadangan jika diperlukan. 

Pukul 5 sore, Bu Keyshe diwapri sang ibu agar ke rumahnya yang hanya berjarak 25m di samping rumahnya. Rupanya sang ibu baru saja usai menjamu tamu. Sang ibu pun menyuruhnya agar mengambil makanan, kelebihan hidangannya. Bu Keyshe tak bisa membantah _khawatir durhaka. Lalu ia  pun mengambil 1 lemper kentang goreng rempelo ati,  2 potong ayam goreng dan 2 buah nogosari oleh-oleh si tamu. Bonus 1 kotak paket nasi "ter-ater"(1) sepupunya  yang syukuran. Tak ingin mengecewakan ibu, serta saudara yang tulus memberi,  bersama Pak Key dilahap habislah makanan itu. Komitmen pola makan sehat  di hari pertamanya, senja itu pun dibatalkan. 


(1) ter-ater : hantaran, pemberian


Bondowoso,  29.03.2021
Husnul Hafifah

Talak Tiga





Hati Bu Keyshe girang tidak kepalang, begitu mendengarkan keinginan putrinya untuk kembali ke asrama. Keinginan murni meluncur dari lisan  putri bungsunya. Sebelumnya Bu Keyshe sudah pernah meminta putrinya bahkan ia sudah menandatangi surat pernyataan pembelajaran  tatap muka (PTM). Namun putrinya menolak mentah- mentah. Penolakan putrinya membuat Bu Keyshe galau, bagaimana tidak,  dia akan merasakan beban pikirannya berkepanjangan.

Sejak pembelajaran daring itu putrinya kian lengket dengan androidnya. Hanya tidur,  salat dan mandi saja android lepas dari tangannya. Kemesraan putrinya dengan android kerab menimbulkan cemburu, bahkan tak jarang pula meletupkan emosinya.  Segala persyaratan mulai dari memperbarui pernyataan pesetujuan orang tua, swab antigen, melengkapi administrasi dll.dilakukan Bu Keyshe sesegera mungkin. Antispasi pikiran si bungsu berubah. 

Usai ba'da asar kemarin diantarlah si bungsu ke asrama. Seperti yang diucapkannya ia tak akan menangis dan siap dengan segala konsekwensinya tinggal di asrama. Sesaat akan sampai asrama si bungsu menyerahkan android yang masih dipegang dan dimainkannya selama perjalanan dengan sukarela. Ia memasukkan sendiri pada tas kecil Bu Keyshe.  Melihat moment itu, hati Bu Keyshe haru dan iba. Dirinya seperti merasakan android itu bernyawa, betapa merananya tetiba saja ditalak tiga. 

Bondowoso, 28.03.21
Husnul Hafifah

Monitoring dan Touring

Foto Akses Menuju Sekolah Binaan

Bagian 3

Kali ini saya ingin menempuh  rute yang berbeda. Sekali pun saya belum pernah mencoba alternatif rute lain yang menghubungkan antarsekolah binaan. Setiap mendatangi sekolah binaan saya selalu menggunakan rute yang sama, seperti yang ditunjukkan teman saat pertama kali taaruf  4 tahun lalu. 

Begitu keluar dari gerbang sekolah itu, saya terus mengingat ingat petunjuk  yang diberikan seorang guru, tadi. Saya masih menyimpan sedikit trauma pengalaman tersesat di area persawahan  sekitar 3 tahun lalu. Di kecamatan dengan wilayah yang tidak terlalu luas ini,  menurut akal tak mungkinlah jika salah jalan, tidak akan menemukan jalan pulang. 

Dengan perjuangan, keluar masuk gang area persawahan, toh akhirnya saya masih bisa menemukan jalan pulang. Memang sih keringat  dingin di bawah terik matahari sempat mengucur deras_ sebelum akhirnya pertolongan Allah datang, lewat pencari rumput di persawahan  yang  sepi dan sunyi. 

"Bunda sampai pemakaman nanti langsung ke kanan lurus, ikuti jalan"

Saya pun mengikutinya. Ada sedikit bimbang memang. Beruntung di depan, saya melihat seorang ibu yang sedang bercengkrama dengan putri kecilnya. Saya berhenti sebentar untuk sekedar memastikan jalan yang akan dilalui benar. Anggukan  si ibu itu, sangat berarti dan jauh menentramkan. 

Sengaja motor kubawa dengan kecepatan pelan. Selain belum kenal medan, pandangan bisa leluasa menikmati alam sekitar. Seperti yang disampaikan guru itu, di depan mata terlihat jalanan yang aspalannya terbuka,  batu-batu kecilnya semburat keluar. Akan tetapi tingkat kerusakannya tidak seberapa. Masih ada akses ke sekolah binaan lainnya yang lebih parah dari ini kondisinya.

Paling apes jika tergelincir di sini rok robek. Atau keseringan dan kelamaan melewati jalan seperti ini  ban sepeda motor bocor. 
Naudzubillah,  semoga Allah melindungi dan memberikan keselamatan, menghindarkan diri dari segala marabahaya. Istigfar dan kelindan doa pun turut serta  menemani  perjalanan saya.

Rasanya singkat saja,  tahu tahu sudah sampai ujung jalan. Tepatnya pertigaan. Sejurus kemudian,  mata menangkap tulisan persis seperti yang dikatakannya juga. Dari pertigaan ini saya memilih arah kiri, bertolak belakang dari petunjuk yang dia berikan. 

Kira -kira 500 m kemudian,  saya sadar, jika pilihan saya salah. Saya membawa motor menjauh dari sekolah tujuan. Putar balik. Untungnya masih belum terlampau jauh saat kesadaran itu timbul. Ternyata gang ke sekolah tujuan berada 500 m ke kanan. Inilah akibat jika ngeyel. Minta petunjuk, diberi petunjuk tapi tidak digunakan. Apa ini bagian mengeksplor diri? 

Menyusuri jalan, sepanjang gang ini sudah tak asing lagi. Tak ada perubahan yang berarti walau hampir 1 tahun tak dilalui. Persawahan di kiri kanan mulut gang, deretan rumah-rumah dan pohon sengon yang kian tinggi dan besar, sudah saya lewati. Dari kejauhan terlihat jelas menara masjid yang kokoh dan megah dengan warna sedikit pudar. Di bawah menara masjid itulah area sekolah tujuan berada. 

Keganjilan merasuki gendang telinga,  saat mendekati menara berada. Astaga yang lebih mengejutkan lagi saat mata menatap halaman sekolah. Tenda biru berdiri kokoh menutup sepanjang halaman . Sumber bunyi yang memekakkan gendang telinga _ sound sistem ada tepat di depan pintu masuk area tenda.

Dalam nanar saya berusaha mencari seseorang, yang mungkin bisa memberi informasi.Tak seorang pun saya kenal. Suara soud yang begitu kencang, menutup respon mereka. Tak ada yang peduli dengan kehadiran saya. 

 Semua terlihat sibuk dengan aktivitas masing masing.  Ada yang membersihkan pagar,  memasang pernah pernik hiasan terop,  cek sound sistem, mendekor panggung dll. 
.
Rasa penasaranlah yang membawa kaki melangkah untuk mendekati seseorang. Kukerahkan suara sekuat tenaga, mengalahkan suara musik dangdut yang memekakkan. Saya buka masker agar orang bisa mengenali dan pertanyaan bisa sampai. Yang kutanya hanya menjawab dengan menggeleng dan menunjuk pada seseorang. 

"Bu, ini acara imtihan,  ujian madrasah ditunda  ke hari Kamis,  25 Maret 2021"

Seorang laki-laki berkaos oblong putih berkopiah hitam dan bersarung biru memberi penjelasan,  sambil menunjukkan wa grup sekolahnya. 

"Ini pengumuman dari kepala sekolah", imbuhnya. 

Saya hanya terdiam, memendam rasa yang sama berulang.

 "Ah, sudahlah!"
 

Tegal Pasir,  24.03.2021
Husnul Hafifah

Monitoring dan Touring

Foto dokumen pribadi

(Bagian 2)

Rute untuk menuju lembaga ini ada 2 pilihan. Pertama  memotong perlintasan di depan KUA (tempat saya transit)  langsung lurus ke arah timur,  sampai perempatan jalan menuju Tamanan pilih jalur kiri, menuju jalan arah Bondowoso notok sampai pertigaan pasar Kreongan. Hanya saja akses menuju jalan Tamanan ini jalan banyak yang berlubang.  

Saya memilih rute kedua, jalanan relatif mulus di samping bisa menikmati suguhan alam hutan pinus dengan udara sejuk dan asri serta pemandangan langit biru nan indah. 

Rute kedua ini melewati jalan raya kira-kira 2 km ke utara,  sampai di pertigaan Tasnan pemandian, memotong perlintasan ke arah timur,  terus mengikuti jalan utama hingga pertigaan jalan menuju Tamanan. Selanjutnya pilih jalur ke kiri sampai pertigaan pasar Kreongan. Jarak tempuh rute 1 dan 2 relatif sama jauhnya. 

Saat saya sampai di pertigaan  pasar Kreongan, aktivitas jual beli sudah sepi. Geliat pasar dilakukan pagi hari hingga pukul 8 pagi. Lapak pedagang sayur sudah tutup,  hanya tinggal warung permanen saja yang tetap buka. Dari pasar Kreongan,  saya masuk gang perkampungan. Jalanan sudah beraspal, di kanan kiri dipadati rumah -rumah penduduk. Lingkungan relatif bersih dan rapi, halaman rumah umumnya berhiaskan bunga warna warni. Sepanjang jalan juga banyak gang atau jalan kecil menghubungkan pedukuhan. 

Untuk sampai ke sekolah tujuan, saya harus menghafal gang agar tak salah jalan. Penanda gang menuju sekolah tujuan, pertama adalah area pemakaman besar.  Pada tikungan area makam, di seberang jalan ada gang ke arah selatan. Masuk gang. Begitu masuk gang,  mata langsung mendapatkan suguhan alam yang berbeda. Sisi kiri  sepanjang jalan di penuhi rimbun pohon bambu menjulang. Derik gesekan antarpohon, dan gemercik air yang mengalir di sungai kecil di bawahnya,  sungguh menyentuh relung jiwa. Mengingatkan memori jauh ke masa kanak kanak berpuluh tahun silam. (Mandi, menjaring ikan dengan kain panjang di sumber mata air pancuran bersama teman sepermainan). Alangkah damainya hidup di pinggiran pedesaan. 

Ke luar dari rimbun pohon bambu, sejauh mata memandang, hamparan padi menguning tersaji di kanan kiri jalan. Di depan mulai tampak selingkung rumah penduduk. Persis di depan rumah pertama yang terlihat,   jalan bercabang. Aspalan berganti trotoar dan lebih sempit lagi. Pilih jalan cabang kiri ( inilah penanda kedua bagi saya), 250 m lagi sampai tujuan. Gapura tinggi dan lebar di bawah rumpun bambu itu adalah halaman sekolah yang saya tuju. 

Alhamdulillah, di bawah parkiran motor yang tidak besar itu,  terlhat berapa motor memenuhi  area. Artinya giat sekolah tetap ada,  walaupun di tengah covid 19 yang masih belum mereda. 

Senyum rekah, tersungging di bibir para  guru, saat membalas salam saya. Kepala sekolah pun_ Bu Fitrih  (nama panggilan) ada bersama para guru. Ada yang berbeda dari ruang itu. Penataan kursi tamu, tambahan komputer, serta ruangan yang lebih bersih. 

Monitoring pelaksanaan  ujian bukanlah sesuatu yang baru. Ujian Nasional (sebelum dihapus)  merupakan agenda tahunan sekolah. Semenjak dihapusnya ujian nasional dan dikembalikannya pengelolaan ujian sepenuhnya pada sekolah _kegiatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah,  utamanya sekolah kecil dan sekolah swasta.

Mengapa? Pelaksanaan ujian sekolah  kali ini,  rata-rata pertama kali mereka alami. Mengingat tahun tahun sebelumnya sekolah kecil (peserta ujian kurang dari 20 siswa) walau terakreditasi  tidak bisa melaksanakan sendiri. Mereka harus bergabung dengan sekolah lain. Kemandirian sekolah kecil tidak ada. Kali ini sekolah harus melaksanakan ujian secara mandiri. 

Selain itu para guru rata belum memiliki pengalaman yang memadai dalam menyusun soal ujian sekolah. Mengingat UN naskah dan kisi soal dibuat oleh tim pembuat naskah UN,  demikian halnya dengan USBN dan ujian sekolah, ada tim pembuatnya. Guru tidak perlu ribet membuat soal. 

Kekhawatiran tentang pelaksanaan  ujian sekolah akan asal-asalan, terpatahkan, saat saya mengamati langsung, wawancara dengan panitia. Bagaimana mereka mempersiapkan dan melaksanakan ujian, membuat saya salut. 
Walaupun peserta ujian hanya 5 siswa, namun  administrasi ketatalaksanaan ujian sekolah disiapkan dengan baik. 

Dokumen administrasi  mulai dari SK panitia,  job deskripsi panitia,  data peserta,  jadwal ujian,  jadwal pengawas, kartu peserta, berita acara, daftar hadir peserta sudah tersedia dan dokumen yang belum tersedia disarankan agar dilengkapi. Sedangkan kisi dan naskah soal merupakan hasil sharing guru MGMP.  MGMP menyiapkan bank soal,  guru mapel menelaah dan memilih kisi serta soal yang sesuai untuk diujikan sekolahnya.

Pelaksanaan ujian tertib sesuai standar pos ujian sekolah dan memenuhi prokes covid 19, hanya saja maskernya rata salah posisi. 
Berdasarkan catatan monitoring itu, saya memberikan masukan dan motivasi untuk menjadikan sekolah lebih baik ke depannya. Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah,  ternyata di madrasah kecil,  yang selama ini dianggap tak berdaya,  ternyata masih punya semangat menyala untuk tetap berusaha mengembangkan sekolahnya. 

Di sela diskusi kecil dengan kepala dan guru yang ada, tetiba seorang guru cantik datang membawa nampan dengan secangkir kopi. Senyum ramah di kulum. Ia akan meletak cangkir kopi pada meja di hadapan saya. Sayang sekali, ini hari Senin. Saya meminta maaf tidak bisa menikmati suguhan yang diberi. 

Tak lama berselang perbincangan pun saya akhiri. Dengan ucapan salam, dihantar para guru sampai halaman, saya pun meninggalkan sekolah itu, melanjutkan touring ke sekolah berikutnya.

Bersambung ...
Kota tape 23.03.2021
Husnul Hafifah

Monitoring dan Touring

foto dokumen pribadi

Senin ceria, mentari tersenyum sumringah, tersembul di balik rerimbun dedaunan nan basah. Jejak hujan semalam masih membekas di reranting,  dedahan dan tanah di pekarangan rumah. Udara sejuk, segar dan semesta pancarkan kedamaian. 

Seperti biasa di jam seperti ini, saya sudah berdandan rapi, siap beraktivitas. Dengan basmalah kunyalakan sepeda motor vario hitam_milik anak lanang kedua. Hati-hati sekali saya menuruni jalan area gerbang depan rumah yang cukup curam. Khawatir  jatuh sempat membias, lantaran rok panjang span, seragam keki yang saya kenakan  mengikat leluasa pergerakan pada kaki.

Alhamdulillah saya lolos di uji nyali pertama, dari rute perjalanan yang akan saya jalani. 500 m ke depan merupakan medan uji nyali kedua_akses jalan kampung menuju jalan raya Jember-Bondowoso. View alam yang indah dan udara segar menjadi penyeimbang kondisi jalanan yang rusak. Batu batu kecil yang menyembul, genangan air berlumpur dan licin, seketika bisa mengelincirkan jika tak ada kewaspadaan dalam berkendara. 

Sekitar 3 menit saja adrenalin berpacu di atas medan itu. Selebihnya jalanan sudah mulus. Perlu disadari jalanan mulus pun bukan berarti tak ada bahaya. Justru sebaliknya bahaya bisa terjadi kapan dan di mana saja. Berkendara  di jalan raya pada jam sibuk apalagi. Berpacu bersama lalu lalang berbagai mobil dan kendaraan lainya. Terkadang semakin menciutkan nyali. Hanya Ikhtiar dan tawakkal kepada Allah saja, hati tertentramkannya.

Aktivitas pagi sebagai ASN,  diawali dengan presensi kedatangan. Waktu menunjukkan pukul 07.27 saat mesin aplikasi face print mengucapkan thank you, thank you,  dan nama saya muncul pada layar. Sejenak saya duduk di kursi besi warna hitam di sebelah meja mesin face print berada. Suasana kantor masih sepi,  namun ruangan yang ada sudah terbuka. Tetiba wanita setengah baya, berbaju daster merah menyala, sambil tersenyum melintas di depan saya. Membawa nampan berisi dua gelas kopi, menuju ruangan yang terbuka. 

Kantor Urusan Agama (KUA) tempat saya face print bukanlah kantor utama tempat saya bekerja. Sebagai pekerja lapangan kantor ini hanyalah tempat transit _ tempat presensi kedatangan  dan kepulangan saja. 

Satu persatu pegawai kantor pun berdatangan. Tak terasa 15 menit sudah berlalu. Saya siap melanjutkan perjalanan menuju sekolah binaan. Hari ini,  ada 2 target lembaga  yang akan saya datangi, dengan agenda utama monitoring pelaksanaan ujian sekolah. Jarak tempuh dari tempat transit ke tujuan pertama itu kira-kira 15 KM lagi. 
....
Bersambung

Bondowoso, 22.03.2021
Husnul Hafifah

Tamu dan Kenangan

Hujan sudah reda saat saya mencoba mengeja segala nikmat yang telah dicurahkanNya sepanjang hari ini. Dari membuka mata hingga akan menutup mata malam ini. 

Alhamdulillah bersyukur  kehadirat Allah atas segala nikmat yang tanpa batas. Nikmat sehat yang tiada tara,  hingga dengannya  saya bisa menikmati dan menjalankan hidup dengan nyaman.

Salah satu nikmat rejeki yang tak disangka hari ini adalah kunjungan sahabat literasi ke  rumah. Jarak yang jauh tak jadi halangan membawa langkah kakinya  menyambung tali silaturrahmi. Bapak Ali Harsojo_ Gurusianer dan salah satu pegiat Rumah Literasi Sumenep (Rulis) pukul 08.00 tiba di rumah ditemani Ibu Dianna Ummijathie ketua Griya Literasi Bondowoso(GLB). Terasa seperti mimpi.

Berawal dari menulis dan ingin bisa menulis yang lebih baik,  Februari 2019 lalu saya ikut pelatihan menulis SaguSabu Mou Kemenag Bondowoso dengan Media Guru. Salah satu manfaat pelatihan itu saya tergabung dalam Gurusiana. Dari Gurusiana inilah saya mengenal tulisan Ali Harsodjo yang lebih kenal dengan nama pena Alee. Tulisan-tulisan sederhana,  ringan dan indah (serindah). Saya senang membacanya,  dan termasuk salah satu folowernya

Perkenalan pun berlanjut ketika teman SMP saya Dianna UmmiJathie membuat grup Wa Griya Literasi Bondowoso (GLB) yang kemudian dijadikan sebagai komunitas walau hingga sekarang masih belum berbadan hukum. Di komunitas inilah pak Alee banyak memberikan arahan dan bimbingan terhadap pergerakan dan pengembangan GLB. 

Kehadiran Pak Alee dan Bu Dianna ke rumah membawa kebahagian tersendiri bagi saya. Saya tidak menyia-nyiakan kehadirannya dengan berdiskusi santai utamanya tentang GLB ke depan, kiat menghidupkan literasi di madrasah, motivasi menulis dll. Bahkan bukan hanya dalam tulis menulis. Beliau juga banyak berbagi kebaikan sesuai kapasitasnya sebagai terapis herbalist, Alumni Sijil Herbalist Asean di Malaysia.

Menurut Pak Alee,  di pekarangan rumah saya kaya dengan tanaman herbal, hanya perlu kepekaan intuisi untuk dapat mengelolanya dengan baik. Dengan tanaman herbal seseorang bisa merawat dan menjaga kesehatannya tanpa ketergantungan dengan bahan-bahan kimia. Sayang saya tidak dikaruniai intusi yang sempurna tentang tanaman herbal yang ada di rumah. 

Namun begitu saya dan keluarga memanfaatkan tanaman yang sudah biasa atau diketahui turun temurun. Baik untuk sayur,  rempah dan obat. Misalnya kenikir,  kemangi, jeruk purut,  jeruk limau, blimbing wuluh,  jahe, sereh, sirih, mengkudu, sirsat dll.  Sedangkan untuk bunga-bungaan hanya dimanfaatkan sebagai penyejuk pandangan mata saja. Padahal bunga -bunga, anggrek,  keladi, dll. bisa untuk obat. 

Rupanya waktu 2 jam belumlah cukup mendiskusikan banyak hal. Perbincangan ngalor ngidul dengan banyak tema itu rupanya harus diakhiri,  walaupun belum berakhir.  Semoga masih akan ada waktu lagi berdiskusi. 
Hujan mulai merintik,  saat mobil jemputan untuk Pak Alee melanjutkan perjalanan datang.  Moment rintik hujan dan payung spektrum pelangi tak disia-siakan. Sesaat sebelum melanjutkan perjalanan beliau pun  melakukan swafoto sebagai cerita kenangan dari rumah saya. 

Pak Alee,  Bu Dianna terima kasih  atas kunjungannya.
 
Kota tape, 20.03.21
Husnul Hafifah

Kabar Itu Penting?

Foto dokumen pribadi
 
 Ada seuntai kalimat yang paling ditunggu seorang ibu. Saat anak-anaknya melakukan perjalanan misalnya. Ketika anak pamit plesiran,  kembali ke kostan  atau jika anak sudah berkeluarga ketika kembali pulang ke rumah sendiri usai mengunjungi orang tua_adalah kabar. Pemberitahuan jika diri kita sudah sampai tujuan dengan selamat. Hal ini sangat penting artinya bagi orang tua_ibu utamanya. Mereka akan merasakan lega, plong, resah gundahnya seketika sirna, begitu kalimat yang ditunggunya sudah sampai padanya. 

Pertama kali saya melihat bagaimana pentingnya kabar  sampai dan tidaknya anak pada tujuan,  ketika saya masih remaja. Nenek saya, punya kebiasaan mengantar atau melepas anak-anaknya yang pamit pulang atau bepergian di teras depan rumah. Para anak memohon restu, minta doa keselamatan, mencium tangan nenek. Ada pesan yang selalu nenek sampaikan usai mendoakannya. "Begitu sampai segera kasih kabar". Selalu  kalimat itu meluncur dari lisan nenek saat melepas kepergian putra putrinya. 

Saat itu saya menganggap permintaan nenek itu berlebihan. Bahkan pernah saya meledek nenek dengan mengatakan, "Baru di teras, orangnya masih ada sudah minta kabar", ujar saya sekenanya. Nenek tak kalah sengit membalas perkataan saya,  "Hei belum tahu rasanya jadi orang tua,  buktikan nanti ya, kalau Nenek salah potong ini lidah". Saya tertawa membayangkan bagaimana nenek akan berbicara jika tak ada lidah. 

Nenek biasanya tak bisa tenang, dan akan terus bertanya, hingga kabar tentang sampainya si anak benar- benar nyata. Kebiasaan nenek rupanya menurun pada ibu saya. Ibu juga tidak bisa tenang,  ibu juga akan kecewa dan marah jika saya atau adik-adik  bepergian, tidak segera mengabari. Ibu akan telepon atau mengirim pesan " Sudah sampai mana? " Kalau sudah begini  saya  sadar betapa berdosanya, sudah membuat ibu cemas dan gelisah hatinya.

Apa yang dirasakan nenek terdahulu, lalu dirasakan ibu, pada akhirnya, rasa itu sampai pada saya. Entah ini sudah kali keberapa. Setiap anak pertama atau anak kedua pamit kembali ke kostannya, rasa cemas dan khawatir, memenuhi hati dan pikiran saya.  Selama belum ada kabar pikiran saya  tak tenang. Upaya mengalihkan pikiran dengan beraktivitas lain, masih saja sama. Sebentar-sebentar melihat  jam dinding. Terlebih jika diprediksi sudah  sampai anak belum memberi kabar. 

Apa yang dirasakan nenek saat melepas pergi anak-anaknya kala itu,  sekarang saya alami. Saya juga memahami maknanya. Kelindan doa kadang belumlah cukup untuk menepis kekhawatiran dan kecemasan hati. Butuh penguatan atau penegasan atas apa yang kita pikirkan. Walau itu hanya dalam seuntai kata. 

"Ma, aku sampai, alhamdulillah". 

Plong rasanya!


Bondowoso,  17.03.2021
Husnul Hafifah

Catatan Kecil Giat MGMP

Catatan Kecil Giat MGMP

Untuk pertama kalinya di tahun 2021, Senin 8 Maret 2021 Kegiatan rutin MGMP tatap muka mapel Bahasa Indonesia Jenjang MTs. Kabupaten Bondowoso digelar. Pelaksanaan di MTs. Ataqwa Bondowoso, dihadiri 30 guru mewakili utusan masing-masing madrasah.

Sepanjang tahun 2020 kegiatan rutin bulanan nyaris vakum,  dalam catatan hanya ada 3 kali pertemuan, terakhir kali dilaksanakan November 2020. Larangan membentuk kerumunan guna mencegah penyebaran COVID19 salah satu alasan kegiatan tidak dilaksanakan. 

Ada beberapa catatan menarik dari kegiatan itu. Pertama kepala madrasah selaku tuan rumah, Ahmad Taufiqirrahman, S. Pd atau biasa disapa dengan Ustaz Taufik adalah murid saya ketika di jenjang MTs dulu. Sebagai guru sudah pasti merasa bahagia dan bangga menyaksikan murid yang pernah dididik dan dibimbingnya menjadi orang sukses.

Kedua sambutan yang ramah dan supel kepada hadirin saat itu. Berbagi pengalamannya  disampai dengan bahasa sederhana dan mengalir _semoga bisa menggugah para guru bahasa Indonesia untuk mengikuti jejaknya. 
 
Seperti yang disampaikannya, ustaz Taufik belum genap setahun menjabat sebagai kepala di MTs. Attaqwa, lebih tepatnya sejak Juli 2020. Sebelumnya  Ia adalah guru pengampu  mapel Matematika sekaligus waka Humas di MTsN 2 Bondowoso. Mengenalkan madrasah pada khalayak merupakan salah satu tupoksi humas. Liputan kegiatan madrasah, informasi prestasi siswa baik akademik dan non akademik selalu dituliskan di web madrasahnya kala itu. 

Berdasar catatan prestasi inilah kemudian, menurutnya dijadikan buku karya perdananya. Tujuannya sederhana jika ada orang bertanya tentang madrasahnya ia cukup menyebutkan judul bukunya, agar orang membeli dan membaca karyanya. Sejak 2018 hingga saat ini sudah ada 9 buku karya mandiri yang ditulisnya.

Sebagai kepala di MTs. Attaqwa ia juga mengajak para guru untuk bisa memberikan keteladan pada para siswa, dengan bergabung dalam penulisan buku Antologi maupun karya mandiri. Sedangkan untuk siswa MTs.Attaqwa setiap tahunnya siswa kelas IX, wajib  membuat buku Antologi cerpen dan ber-ISBN. Kebiasaan ini sudah berjalan sejak MTs Attaqwa mengeluarkan alumni pertamanya.

Itulah inspirasi wawasan dari kepala madrasah yang dibagikan pada guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Apa yang disampaikan tentunya tak ada tendensi untuk menyombongkan apalagi membanggakan diri,  tapi semata saling mengingatkan dan saling memotivasi. 

Jika guru dengan berlatar belakang pendidikan Matematika bisa menghasilkan karya buku, bagaimana dengan Anda yang berlatar belakang pendidikan bahasa Indonesia? Sudahkah Anda berkarya? 

Idealnya memang guru bahasa Indonesia lebih banyak menuliskan karya bukan sebaliknya. Namun apa mau dikata. MGMP bahasa Indonesia sudah memprogramkan memproduksi Antologi Puisi sebagai karya perdana. Target akhir 2020 kemarin seharusnya sudah naik percetakan. Sayang hingga saat ini naskahnya belum final. Peserta yang setor tulisan masih jauh dari harapan. Ternyata ketika ditanya mengapa tidak setor tulisan,  kebanyakan mereka takut menulis. Takut tulisannya jelek dan dicemooh. Mengingat anggapan masyarakat guru bahasa Indonesia lebih menguasai tata kalimat dan tatabahasa.

Takut merupakan beban psycologis sebagian besar guru bahasa Indonesia, untuk menulis dan melahirkan karya. 
Rupanya masih perlu pemotivator handal untuk membuang rasa takutnya. 

Sejatinya tak ada satu pun manusia yang sempurna, kesempurnaan itu hanyalah hakiki milik Allah Swt. semata. Mengapa kita menunggu kesempurnaan untuk berkarya? 

Bondowoso, 09.03.21
Husnul Hafifah

Bukan Mimpi

Usai sholat Dhuhur, Bu Keyshe bawaannya ingin rebahan saja. Mungkin pengaruh angin disertai  gerimis halus, yang menemaninya sepanjang perjalanan. Sebuah perjalanan menghadiri kondangan hajatan PP 24 km duduk diboncengan  suaminya terasa melelahkan. 

Tak butuh waktu lama, begitu Kepalanya ketemu bantal, pikirannya langsung melayang. Tak peduli lagi dengan lingkungan sekitar. Ruhnya berjalan -jalan di tengah peristiwa yang menegangkan. "Mama,  ini kenapa dengan laptopnya? "tanya putri bungsunya penuh kecemasan. 

Bu Keyshe memandanginya dengan tengang, seraya istigfar. Sepertiga layar laptopnya memutih. Mau menangis ditahan _malu rasanya. Mau memarahinya tak tega, kecemasannya sudah mewakili. Kepala Bu Keyshe  pun terasa berat seperti terhantam beban. Rasanya  tak sanggup, ia memikirkan nasib file dan  data penting di laptopnya. Tetiba perutnya mual -mual. Sadar yang dilihat bukanlah mimpi buruk di tidur siangnya, tetapi sebuah ujian kesabaran yang harus dilakoninya.

Bondowoso, 07.03.2021