Kabar Itu Penting?

Author
Published Maret 17, 2021
Kabar Itu Penting?
Foto dokumen pribadi
 
 Ada seuntai kalimat yang paling ditunggu seorang ibu. Saat anak-anaknya melakukan perjalanan misalnya. Ketika anak pamit plesiran,  kembali ke kostan  atau jika anak sudah berkeluarga ketika kembali pulang ke rumah sendiri usai mengunjungi orang tua_adalah kabar. Pemberitahuan jika diri kita sudah sampai tujuan dengan selamat. Hal ini sangat penting artinya bagi orang tua_ibu utamanya. Mereka akan merasakan lega, plong, resah gundahnya seketika sirna, begitu kalimat yang ditunggunya sudah sampai padanya. 

Pertama kali saya melihat bagaimana pentingnya kabar  sampai dan tidaknya anak pada tujuan,  ketika saya masih remaja. Nenek saya, punya kebiasaan mengantar atau melepas anak-anaknya yang pamit pulang atau bepergian di teras depan rumah. Para anak memohon restu, minta doa keselamatan, mencium tangan nenek. Ada pesan yang selalu nenek sampaikan usai mendoakannya. "Begitu sampai segera kasih kabar". Selalu  kalimat itu meluncur dari lisan nenek saat melepas kepergian putra putrinya. 

Saat itu saya menganggap permintaan nenek itu berlebihan. Bahkan pernah saya meledek nenek dengan mengatakan, "Baru di teras, orangnya masih ada sudah minta kabar", ujar saya sekenanya. Nenek tak kalah sengit membalas perkataan saya,  "Hei belum tahu rasanya jadi orang tua,  buktikan nanti ya, kalau Nenek salah potong ini lidah". Saya tertawa membayangkan bagaimana nenek akan berbicara jika tak ada lidah. 

Nenek biasanya tak bisa tenang, dan akan terus bertanya, hingga kabar tentang sampainya si anak benar- benar nyata. Kebiasaan nenek rupanya menurun pada ibu saya. Ibu juga tidak bisa tenang,  ibu juga akan kecewa dan marah jika saya atau adik-adik  bepergian, tidak segera mengabari. Ibu akan telepon atau mengirim pesan " Sudah sampai mana? " Kalau sudah begini  saya  sadar betapa berdosanya, sudah membuat ibu cemas dan gelisah hatinya.

Apa yang dirasakan nenek terdahulu, lalu dirasakan ibu, pada akhirnya, rasa itu sampai pada saya. Entah ini sudah kali keberapa. Setiap anak pertama atau anak kedua pamit kembali ke kostannya, rasa cemas dan khawatir, memenuhi hati dan pikiran saya.  Selama belum ada kabar pikiran saya  tak tenang. Upaya mengalihkan pikiran dengan beraktivitas lain, masih saja sama. Sebentar-sebentar melihat  jam dinding. Terlebih jika diprediksi sudah  sampai anak belum memberi kabar. 

Apa yang dirasakan nenek saat melepas pergi anak-anaknya kala itu,  sekarang saya alami. Saya juga memahami maknanya. Kelindan doa kadang belumlah cukup untuk menepis kekhawatiran dan kecemasan hati. Butuh penguatan atau penegasan atas apa yang kita pikirkan. Walau itu hanya dalam seuntai kata. 

"Ma, aku sampai, alhamdulillah". 

Plong rasanya!


Bondowoso,  17.03.2021
Husnul Hafifah

3 komentar

  1. Hebatnya orang dulu ya? Belum ada telepon. Sekarang gampang, tapi malah kadang lupa belum ngabari kalau sudah sampai tujuan.

    BalasHapus
  2. Selalu harus lapor bun
    Rasanya legaa klo sudah tahu kabarnya

    BalasHapus

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021