Menulis Itu Perlu Perjuangan

Author
Published September 15, 2020
Menulis Itu Perlu Perjuangan

Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang menulis. Ada yang memandang menulis itu mudah, sebagian lagi menganggap sulit. Bahkan takjarang juga orang memandang menulis itu sebagai bakat. Cara pandang ini menurut saya tak ada yang salah. Pernyataan mereka tentu sudah dilandasi dengan pengalaman atau pembuktian terhadap menulis itu sendiri.

Bagi saya menulis itu tidaklah mudah. Menulis itu perlu perjuangan yang luar biasa, bahkan sampai berdarah -darah. Perjuangan panjang yang harus saya lakukan untuk mengekspresikan tulisan di antaranya
adalah mengalahkan rasa malas, minder/ tak PD, takut, alasan sibuk, sampai perjuangan untuk menemukan ide.

Rasa malas itu musuh no.1 bagi penulis. Siapa pun pasti pernah dihinggapi rasa malas. Bisikan- bisikan hati yang mengajak agar mengabaikan kegiatan menulis sering menggoda." Ah untuk apa nulis, apa untungnya, takada gunanya, enak tidur saja!" Bisikan lingkar setan dalam menulis. Inilah yang sering menggoda dan  harus saya perangi serta harus dikalahkan. Indikator jika saya berhasil mengalahkan rasa malas adalah target menulis minimal sesuai jadwal terpenuhi. Jika saya menghasilkan tulisan maka saya menang.

Minder atau tidak percaya diri, berhasil menulis bukan berarti perjuangan sudah berakhir. Masih ada perjuangan berikutnya yang juga harus dimenangkan, yakni tidak percaya diri dengan tulisan sendiri merasa tulisan kok jelek, kok seperti ini, kok tidak bermutu. Perasaan ini pun kerap mendera saya, mungkin juga Anda. Bagaimana mengatasinya? Siapkan mental baja. Yakini bahwa kesempurnaan hanya milik Sang Maha Kuasa. Abaikan orang mengatakan apa, penting siapkan hati terbuka dan berlapang dada menerima tiap masukan kritikan untuk kemajuan kita.

Perasaan takut dan cemas awalnya sering melanda hati saya. Takut tulisan salah, takut jadi bahan cemoohan. Takut tulisan tidak dibaca, atau dibaca tapi reaksi pembaca tidak menyenangkan, Perasaan takut ini hanyalah perasaan pribadi saja. Ternyata bila kita menulis dan diimbangi dengan membaca tulisan orang lain. Dari sana kita bisa menemukan bagaimana menumbuhkan spirit berliterasi. Menulis dalam wadah komunitas fungsinya adalah untuk saling menguatkan. Maka singkirkan pikiran-pikiran negatif dan tumbuhkan pikiran positif.

 Sibuk, juga menjadi alasan mengapa saya tidak menulis. Jika berbicara sibuk , "Sopo Ora sibuk?" tiap orang pastinya punya kesibukan, tapi banyak di antara orang- orang sibuk yang menghasilkan tulisan. Mereka sibuk dengan tugas dan pekerjaannya, namun produktif menerbitkan buku. He he saya kadang masih mengambinghitamkan sibuk sebagai alasan tidak menulis( malu sih sebenarnya). Menulis itu erat dengan manajemen waktu. menulis jika menunggu waktu luang maka tidak akan menghasilkan tulisan. Menulis perlu meluangkan waktu di tengah kesibukan kita. Sediakan waktu khusus untuk menulis walau hanya 15 menit per hari.

Terakhir, menemukan ide menulis juga perlu perjuangan. Ide menulis itu sebetulnya berseliweran di mana-mana. Ada di sekitar kita, kita dapat menangkap ide dari melihat, mendengar, membaca, diskusi atau apa saja yang berkecamuk di dada, atau sedang melakukan apa saja. Hanya bagi yang masih belajar ( saya) menemukan ide perlu perjuangan yang luar biasa. Perlu latihan dan pembiasaan.

Dari pengalaman awal saya belajar menulis hingga saat ini, sebuah momen atau puncak kebahagian yang saya rasakan dari proses menulis adalah ketika tulisan selesai dan saya berhasil mempostingnya. Bagaimana dengan pengalaman Anda?
 
Bondowoso, 14092020
Penulis : Husnul Hafifah




4 komentar

  1. Kalau sudah jadi tulisan darah serasa mengalir lagi
    Hehe
    Mantul bunda

    BalasHapus
  2. Sama bun. Kalo sdh selesai biasanya saya rayakan dengan nonton film yang bagus... hehehe

    BalasHapus
  3. saat saya kehilangan ide dalam menulis, maka saya ajkan menggunakan panca indra untuk menulis

    BalasHapus

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021