Berkat Yu Mirah



Husnul Hafifah

Bersamaan kumandang azan magrib Yu Baedah sampai rumah. Seharian ia rewang di rumah Yu Karti, yang ditinggal mati si suami, pekan ke-1. 
Bagi Yu Baeda, bisa menyumbang tenaga untuk tetangga yang membutuhkan terlebih pada acara kifayahan adalah suatu keberkahan. Dalam timbang pikirnya bisa dapat pahala, nambah tiket buka pintu surga.  Pikiran Yu Baedah gamang, rumahnya sepi. Suami dan anak semata wayangnya di panggil-dipanggil tak juga menyambut. Mana rumahnya mulai gelap, penerangan lampu 5 watt di teras dan di ruang tamu belum nyala.

Sambil  ngedumel Yu Baedah menunju  sakelar listrik yang mudah dijangkau. Tombol pun dipecet namun tetap tak mau nyala. Dicobanya mencari tempat lilin, meraba dalam kegelapan.Tetiba Yu Baeda histeris bak orang kesurupan. "Ampun, ampun! Iyo tak balikno. tak balikno!". Teriakan Yu Baedah kian runyam tak terkendali. Lalu tergopoh berjalan terhuyung pegangan dinding tembok mencari pintu  ke luar, bagian depan rumah.

Di lemparkannya bungkusan kresek pada amben yang ada di teras. Dengan tergesa dan raut wajah gemetaran, kembali masuk rumah.
Braag! bersamaan pintu ditutup listrik pun "padang" Yu Karti dan Yu Mirah  cekikikan. Mereka dapatkan tangkapan. Rahasia pun terbongkar jatah berkat yu Mirah akhirnya ditemukan. 

# Dapur, 29092020


Ketika Senja Merona Aku Berkarya


Buku Kumpulan Cerpen "Merona Senja" ini adalah karya Sri Afiefiarti wijaya, S.Pd. Penulis adalah seorang guru bahasa Indonesia, di salah satu lembaga pendidikan pada lingkungan Kemenag Kab. Bondowoso. 
Sejak lama ia terobsesi menulis buku. Namun nyalinya baru terbakar ketika Bu Wiji (begitu nama panggilan dari para muridnya) saat salah satu cerpennya yang biasanya hanya ditulis untuk dibaca kalangan sendiri ( suami dan kedua putrinya yang juga guru bahasa Indonesia) menjadi juara pada ajang lomba cerpen antarguru di tingkat kabupaten. Lantas Ia pun mengumpulkan yang terserak. 

Terbitnya buku perdana ini sekaligus sebagai jawaban atas kegelisahannya dalam bersastra. Sebuah karya yang lahir saat penulisnya mulai merangkak senja, namun masih tetap terpikir untuk bisa memberikan sesuatu yang bermakna. Setidaknya bagi keluarga tercinta juga para murid-muridnya. Semangat bersastra yang ditandai dengan terbitnya kumpulan cerpen ini, juga sebagai pelunas hutang pada para peserta didiknya mengingat sebelumnya Ia sekedar memacu siswa gemar menulis.

Merona Senja, terlahir dari pena seorang wanita. Adalah suatu kewajaran jika 10 cerpen dalam buku ini, 9 di antaranya mengisahkah tentang wanita dengan segala kadar permasalahan yang berbeda-beda. Tema cerita yang diusung dari realitas sehari-hari yang begitu sederhana dan faktual. Berbicara tentang persoalan hidup dari himpitan ekonomi, cinta, konflik batin seorang ibu, ibu guru , juga wanita /istri pada umumnya atas kecemburuan dan penghianatan sang suami. Semua tersaji dalam alur, konflik yang tertata apik, mengaduk emosi pembaca dengan penyajian ending yang berbeda, dari menggantung, happy ending sampai dengan tragis.

Cerita tentang kehidupan yang sejatinya seperti jaring laba-laba. Beraneka peristiwa yang membentuknya hingga menjadi satu jalinan utuh, dan itulah kehidupan. Merona senja, kumpulan cerpen ini sungguh mampu mewarnai langit meski sudah senja, hingga berwarna jingga, cerpen -cerpen yang disuguhkan pada pembaca memberikan kekayaan hidup dan pengalaman belajar agar lebih bijaksana_membuat jingga  merona.

Merona Jingga saya rekomendasikan Anda untuk membaca.

Selamat pada sahabatku atas lahirnya Merona Jingga, saya tunggu buku berikutnya.

Salam literasi

Bondowoso, 25 09 2020

Senyum Yang Hilang


Nice. Aku baik- baik saja! Itu jawabanku, pada tanyamu.

" Apa kabar?" lagi apa?" Sehatkah?". 

Maaf aku  baru bisa menjawab. Ada hal yang sebabkanku slow respon,  atau serasa enggan tuk sekedar berbasa- basi menyapamu lewat wag. Mau tahu kenapa? Di samping rutinitas kerja  WFH dan WFO . Salah satu sebab  adalah sakitnya nenek yang sudah hampir 2 bulan, bagaimanapun juga turut menggundahkan dan menyibukkan pikiranku.

 Oh iya, libur kemarin  aku sengaja, menjenguk nenek siang hari, ingin merasakan  kebersamaan dengan nenek yang lagi sakit.  Lantaran kepeleset di pintu dan duduk terjengkang , tulang  gelang panggul ( pelvic girdle) sebelah kanan nenek harus dioperasi. 

Perawatan pascaoperasi kata dokter yang menangani butuh waktu 3 bulan.
 Benar- benar ujian terberat bagi nenek yang sudah renta mendapat sakit seperti ini. Berbaring, miring kanan, miring kiri, kata nenek sakit sekali.

Pascaoperasi  belum genap sebulan, Nenek menjalani perawatan di rumah. Sakit perut yang teramat dahsyat dan tak kuasa menahan kesakitan, nenek dirujuk kembali ke rumah sakit. Diagnosa dokter inveksi saluran kencing . Nenek pun opname lagi 5 hari.

 Kasihan sekali! Meleset dari prasangkaan manusia.  Baik nenek atau siapa pun menduga jika melalui tindakan operasi ( patah tulang, retak ) segera teratasi. Nyatanya prediksi itu salah besar. Nenek tetap saja dengan rintihan, dan erangan seperti awal. Sakitnya bertambah- tambah. Faktor usia bisa jadi banyak mempengaruhi, yah, nenek sudah 88 tahun usiannya, organ- organ tubuhnya sudah banyak yang aus.

"Ayo sini semua foto, buat kenang- kenangan, tahun depan belum karuan bisa ketemu lagi seperti ini!", perintah nenek pada semua yang hadir, usai acara salat Id fitrih 1442 H di teras depan rumahnya . 

Salat Id kala pandemi, saat salat Id harus dilakukan di rumah- rumah. Aku bersama suami serta kedua anakku lebih memilih salat di rumah nenek, bersama kerabat dekat yang kala itu sekitar 30 orang. Nenek terlihat sumringah dengan senyum mengembang  dalam jepretan kamera android. Kami bergantian dan mengantre untuk mengabadikan foto bersama nenek. 

Dari generasi 1 ( ibuku) bersama saudara- saudaranya yang hadir. Terus masing- masing keluarga generasi 1 ( anak, cucu dan menantu). Para cucu dan menantu putra, para cucu dan menantu putri. Mengenang itu bahagianya. Sungguh merupakan kebersamaan yang penuh kesan. Walau kondisi lebaran saat itu bisa dikatakan sepi. Covid memang membatasi kebersamaan  momen Idul Fitrih di rumah nenek. Namun senyuman nenek mengembang ceria sekali.

"Ya Allah ampuni saya, saya mohon ampun ya rabb!" teriakan nenek lantang mengaduh kesakitan, bubarkan lamunanku. Aku terpaku tidak tahu mau berbuat apa. Dalam kesakitannya antara sadar dan tidak sadar, nenek menumpahkan segala emosinya. Mulai menyesalkan kenapa kok ujian sakitnya diberikan saat usia renta, mengapa tidak kala muda. Protes tentang kesalahan apa sehingga Allah menghukumnya dengan ujian sakit yang menurutnya dahsyat luar biasa.

Semalaman hingga siang nenek belum tidur. Yang nemani nenek bergantian tidur dirundingkan sendiri antarsaudara. Ibuku yang paling betah tidak tidur menjaga nenek. Kata nenek, mereka enak tidur gantian, sementara nenek tidak ada yang menggantikan,  terjaga terus sampai siang hari. Ngantuk berat tapi sakit yang dirasakan tubuhnya tidak bisa menidurkan dirinya barang sesaat juga.

"Saya ini sakit manja, mau apa- apa tidak bisa. Kalo anak-anak sakit minta digendong. Saya tidak mInta gendong, anak-anak membenci saya. Saya terlalu banyak permintan, belum selasai satunya sudah merintah lainnya". Begitu curhatan nenek saat rada tenang sedikit. 

Aku tidak membalas sepatah kata pun kecuali menyimak apa yang diungkap nenek. Aku membiarkan nenek puas dengan keluh kesahnya. Mengambilkan air minum jika memintanya. menyelimutinya jika mengatakan dingin , membuka selimutnya jika bilang panas, memperbaiki posisi bantalnya saat dirasa tidak nyaman. Aku tahu apa yang dilontarkan nenek di luar kesadarannya. Aku tahu putra putri nenek 11 orang semua berebut menunjukkan bakti untuknya

Nenek yang sabar ya? Aku mencoba mengisi sesaat kesenyapannya. "Bagaimana aku bisa sabar dengan yang seperti ini?" 

"Istigfar saja Nek! " 

Nenek pun membaca berbagai doa yang dihafalnya. Doa tolak balak, doa dijauhkan dari petaka, bencana dan ganguan makhluk lainya. Alhamdulillahnya juga kala memasuki waktu  salat  nenek ingat dan masih mendirikan salat. Katanya untuk dihaturkan -Nya jika saatnya tiba, Walau hanya dengan berbaring dan bersuci dengan tayamum saja.

Membersamai nenek siang itu membuatku sadar. Sakit itu adalah ujian kesabaran. menguji yang sakit dan yang merawatnya. Apa bisa bersabar dan ikhlas menerimanya? Sakitnya orang tua merupakan ladang  pahala  bagi para anak untuk menunjukkan bakti pada orang tua.

Ketika anak kecil sakit orang tua merasa tak tega melihat penderitaannya. Lantas orang tua berdoa:

" Ya Allah cukupkan penderitaan anak hamba, kasihani dia, gantikan sakitnya pada hamba." 

Orang tua rela menangung sakitnya anak dipindah saja pada dirinya. Sebaliknya ketika anak sudah dewasa, adakah yang rela berkorban dan meminta sakitnya orangtua dipindah pada diri seorang anak?

Siang itu , satu jam bersama nenek, aku benar- benar merasakan kehilangan senyumnya. Nenek benar- benar tak berdaya. 

Nyanyian " Pajjer laggu" yang biasa nenek nyanyikan ketika membuka jendela di pagi buta, untuk membangunkan kami ( saya, paman, bibi) di masa keci, sudah hampir setengah abad beralu dan siang  itu kembali mengiang di telingaku.

Ya rabb, hamba memohon kepada- Mu takdirkan yang terbaik untuk nenek, Semoga Engkau karuniakan pada nenek akhir yang husnul khatimah. Aamiin.

# Rumah, 21092020
Penulis : Husnul Hafifah, S.Pd.
Catatan:
Pajjer Laggu :  waktu pagi , lagu tempo dulu berbahasa Madura.






Uwong Lali

Oleh: Husnul Hafifah

Usai belanja pada tukang sayur pagi tadi, Bu Kayshe tidak langsung ke dapur. Ia masih transit di tempat androidnya diisi. Belum semenit, bau menyengat menusuk pembaunnya. Ia pun terhempas, melompat menuju sumber bau. istigfar pun meluncur dari lubuk hati terdalamnya.

Teringat tragedi kemarin sore, bagaimana ia tak rela panci kesayangannya, yang pruduk Japan itu terciderai. Gara-gara rebusan  singkong sang suami yang mengalami  kematangan tingkat super tinggi. Bu Keyshe sempat mengeluarkan kata menohok pada suami. Namun si suami tak meladeni. Dengan bijak dan  kalimat santun berbalut senyum simpul , si suami menyingkir, meninggalkan  Bu Keyshe yang lanjut ngomel- ngomel sendiri.

Mengalami apa terjadi pagi ini,  Bu Keyshe tercenung. Sambil mengkaji kata -kata sang suami  Ia lantas senyum-senyum sendiri.Tanpa disadari kalimat santun kemarin sore itu muncul lagi."Lerres to Jeng, uwong lali kui  rasah diomeli ?" Bu Keyshe merasakan malu sendiri.

Pokja, 18092020
Catatan :
uwong lali : orang lupa
Lerres to jeng, uwong lali kui rasah diomeli = Benarkan Dik, orang lupa itu tidak usah diomeli.


Bu Kesye Salah Hari



Oleh : Husnul Hafifah

Tidak kepalang girangnya hati Bu Keyshe saat membaca undangan pertemuan MGMP. Sebuah undangan yang begitu dinanti hingga 6 bulan purnama terlewati. Sebab covid  rindu pada para sahabatnya  menggantung di hati.

Pertemuan yang begitu dirindui itu di ambang mata. Bu Keyshe menyiapkan segala sesuatunya. Ia tak ingin melewatkan pertemuan itu begitu saja. Wajib ada nilai plus dari perjumpaan bersama kawan-kawannya. Sesuai permintaan tertera diundangan ia menyiapkan materi sebegitu rupa. Ppt, file pendukung dan vidio-vidio inspiratif tak luput jelajah mayanya.

Hari H, begitu usai salat subuh  Bu Keyshe  kembali memelototi laptopnya, sampai- sampai tak bisa sekedar menyeduh kopi untuk sang suami. Asyik di depan laptop , membawa waktu mendekat pukul 07.  Bu Keyshe langsung berkemas dengan seragam dinas sejenak mematut diri di depan cermin. Pukul 7.30 meluncurlah dengan sepeda motor scoopynya.   Hanya butuh 30 menit sampai di tujuan. Bu Keyshe pun sampai. Was wasnya menyapa, mendapati suasana sepi tak berpenghuni,  pintu pagar masih terkunci. Sekali lagi dibacanya undangan pada wa. Astagfirullah Bu Keyshe salah hari, dan besok Ia harus kembali lagi. Eh rupanya hanya mimpi.
Rumah,17092020



Menulis Itu Perlu Perjuangan


Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang menulis. Ada yang memandang menulis itu mudah, sebagian lagi menganggap sulit. Bahkan takjarang juga orang memandang menulis itu sebagai bakat. Cara pandang ini menurut saya tak ada yang salah. Pernyataan mereka tentu sudah dilandasi dengan pengalaman atau pembuktian terhadap menulis itu sendiri.

Bagi saya menulis itu tidaklah mudah. Menulis itu perlu perjuangan yang luar biasa, bahkan sampai berdarah -darah. Perjuangan panjang yang harus saya lakukan untuk mengekspresikan tulisan di antaranya
adalah mengalahkan rasa malas, minder/ tak PD, takut, alasan sibuk, sampai perjuangan untuk menemukan ide.

Rasa malas itu musuh no.1 bagi penulis. Siapa pun pasti pernah dihinggapi rasa malas. Bisikan- bisikan hati yang mengajak agar mengabaikan kegiatan menulis sering menggoda." Ah untuk apa nulis, apa untungnya, takada gunanya, enak tidur saja!" Bisikan lingkar setan dalam menulis. Inilah yang sering menggoda dan  harus saya perangi serta harus dikalahkan. Indikator jika saya berhasil mengalahkan rasa malas adalah target menulis minimal sesuai jadwal terpenuhi. Jika saya menghasilkan tulisan maka saya menang.

Minder atau tidak percaya diri, berhasil menulis bukan berarti perjuangan sudah berakhir. Masih ada perjuangan berikutnya yang juga harus dimenangkan, yakni tidak percaya diri dengan tulisan sendiri merasa tulisan kok jelek, kok seperti ini, kok tidak bermutu. Perasaan ini pun kerap mendera saya, mungkin juga Anda. Bagaimana mengatasinya? Siapkan mental baja. Yakini bahwa kesempurnaan hanya milik Sang Maha Kuasa. Abaikan orang mengatakan apa, penting siapkan hati terbuka dan berlapang dada menerima tiap masukan kritikan untuk kemajuan kita.

Perasaan takut dan cemas awalnya sering melanda hati saya. Takut tulisan salah, takut jadi bahan cemoohan. Takut tulisan tidak dibaca, atau dibaca tapi reaksi pembaca tidak menyenangkan, Perasaan takut ini hanyalah perasaan pribadi saja. Ternyata bila kita menulis dan diimbangi dengan membaca tulisan orang lain. Dari sana kita bisa menemukan bagaimana menumbuhkan spirit berliterasi. Menulis dalam wadah komunitas fungsinya adalah untuk saling menguatkan. Maka singkirkan pikiran-pikiran negatif dan tumbuhkan pikiran positif.

 Sibuk, juga menjadi alasan mengapa saya tidak menulis. Jika berbicara sibuk , "Sopo Ora sibuk?" tiap orang pastinya punya kesibukan, tapi banyak di antara orang- orang sibuk yang menghasilkan tulisan. Mereka sibuk dengan tugas dan pekerjaannya, namun produktif menerbitkan buku. He he saya kadang masih mengambinghitamkan sibuk sebagai alasan tidak menulis( malu sih sebenarnya). Menulis itu erat dengan manajemen waktu. menulis jika menunggu waktu luang maka tidak akan menghasilkan tulisan. Menulis perlu meluangkan waktu di tengah kesibukan kita. Sediakan waktu khusus untuk menulis walau hanya 15 menit per hari.

Terakhir, menemukan ide menulis juga perlu perjuangan. Ide menulis itu sebetulnya berseliweran di mana-mana. Ada di sekitar kita, kita dapat menangkap ide dari melihat, mendengar, membaca, diskusi atau apa saja yang berkecamuk di dada, atau sedang melakukan apa saja. Hanya bagi yang masih belajar ( saya) menemukan ide perlu perjuangan yang luar biasa. Perlu latihan dan pembiasaan.

Dari pengalaman awal saya belajar menulis hingga saat ini, sebuah momen atau puncak kebahagian yang saya rasakan dari proses menulis adalah ketika tulisan selesai dan saya berhasil mempostingnya. Bagaimana dengan pengalaman Anda?
 
Bondowoso, 14092020
Penulis : Husnul Hafifah




Menilik Pentigraf Ala Lilik Rosida I


Menilik Kitab Pentigraf Ala Lilik R.I

Kitab Pentigraf Tikaman Penuh Senyum, Penulis  Lilik Rosida Irmawati,   Penerbit Rumah Literasi Sumenep. Buku ini saya dapatkan dari penulisnya langsung, saat perjalanan menuju tempat kopdar, sabtu 12 September 2020. Tepatnya di warung Bu Kadir - Bondowoso.

Rezeki emak sholehah. Mungkin benar seperti yang disampaikan oleh banyak orang yang menekuni dunia kepenulisan, menulis itu membawa rezeki, menulis membawa keberkahan tersendiri. Saya tak akan menguraikan panjang lebar tentang rezekii dan keberkahan apa yang didapatkan dari menulis, mengingat saya belum mengalami.  Dalam tulis menulis saya masih baru memulai.

Singkat cerita perantara hobi baru menulis yang saya mulai, sahabat literasi saya mengenalkan saya pada Mbak Lilik Rosida Irmawati_ seorang Kepala SD di sekitaran Kota Sumenep sekaligus Ketua Rumah literasi Sumenep. Tanpa dinyana beliau menghadiahi saya (Kitab Pentigraf Tikam Penuh senyuman).

Menurutnya kitab pentigraf yang berisi 55 Judul ini, ditulis dan diterbitkan sebagai rasa syukur atas dikaruniainya umur 55 tahun serta sebagai bukti kreativitas kepenulisan yang ia tekuni konon sejak penulis duduk di bangku SMP, jejak tulisannya bisa di lacak pada Majalah Kuncung.

Membaca cerita dalam Kitab Pentigraf   Tikaman Penuh senyum,  ini seakan mengajak pembaca membincangkan realiatas sosial  dan budaya yang sederhana. Peristiwa-peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa sederhana, kadang sudah menjadi budaya, kadang dipandang sepele dan dipandang remeh. Melalui olah kata dan olah rasa, Mbak Lilik mampu menuangkan ide kreatifnya dalam cerpen tiga paragraf ala dirinya. 

Perbedaan yang mencolok pentigraf ala Lilik Rosida dengan penggagas pentigraf  Pak Tengsoe Tjahono adalah pada  jumlah kata. Pak Tengsoe pada suatu webinar menyarankan jumlah kata pada pentigraf tidak melebihi 210 kata, nilai keseksian suatu pentigraf  jika ditulis tidak melebihi satu halaman, begitu paparannya.

Pun  pentigraf ala Lilik Rosida Irmawati ini adalah bentuk kreativitas yang patut diapresiasi. 55 judul pentigrafnya menampilkan aneka permasalahan yang dialami manusia. Tema yang diusung beragam, dari realitas sehari- hari yang bersifat fakfual sampai ke magis, persoalan himpitan ekonomi, cinta, perselingkuhan, poligami bahkan merambah  kehidupan dunia lain, yang mengaduk emosi kehororan pembaca, tak jarang juga bulu kuduk ikut bergidik ketika membacanya.

Keunikan lain dari kitab  pentifgraf ala mbak Lilik adalah desain cover yang mengundang penasaran. dengan melihat covernya saja orang akan menduga jika isi buku secara umum mengambarkan tentang pembunuhan yang mengerikan. Selain cover, gambar -gambar pendukung cerita merupakan khas lukisan ekspresionisme dan sketsa. Penulis seakan menyengaja mengolaborasi antara sastra dan seni lukis.

Terajut dari Hasrat sampai  Sosialita Kampung.  Gaya tutur penceritaannya menarik, sebagaimana khas pentigraf , pada paragraf ketiga selalu ada kejutan yang dinarasikan secara tertata dalam sajian kalimat puitik serta penuh makna.

Penulis yang merupakan alumni SPG Bondowoso, tahun 1984 ini , hijrah ke   Pulau garam _Madura mengikuti belahan jiwanya. Kehidupan masyarakat Madura yang menyatu dalam kesahariannya, maka tak ayal realitas sosial  pada kitab pentigraf juga kental mewarnai. Salah satu contoh pada kisah Uang Duka. 

Bagaimana lilik Rosida I meramu pentigraf tentang jamu yang tersohor dari pulau Madura penggalan kisahnya berikut ini:

     Uang Duka

....( pargraf 1)
....(pargraf 2)
Paragraf ketiga:

Yud jatuh sakit, ketika aku menjenguknya tak ada kalimat yang meluncur, tatapan mata demikian kosong ada tangis tertahan saat kucoba melihat kedalaman genangan yang berkilau. Ketika kurengkuh tangisnya memecah keheningan. Yud bercerita ramuan jamu laki laki yang dibuatnya ampuh untuk menaikan libido laki laki. Yud mengaku  bahwa ramuannya tidak murni herbal, tetapi campuran dengan obat kimia. Setelah tangisnya reda, Yud mengambil beberapa amplop yang diserahkan padaku dengan pesan untuk disampaikan sesuai nama dan alamat tertera. Ada lima amplop. Penerima semua wanita. "Tolonglah aku, uang ini gaji dan TPP-ku selama dua tahun, masing masing dua puluh juta. Ini uang duka atas nyawa suami mereka. Aku bertanggung jawab karena obat yang kuramu bisa membangkitkan kejantanan suami mereka tetapi mempercepat kematian mereka".

Dari ending pentigraf  , melalui tokoh Yud , Penulis mempertegas bila Madura dikenal dengan ramuan obat atau jamu. Salah satu jamu yang tersohor hingga ke luar pulau Madura adalah ramuan untuk meningkatkan vitalitas /libido laki laki. Masyarakat harusnya juga paham jika dibalik propaganda khasiat obat itu sendiri sebenarnya ada bahaya yang menanti.  Mengingat peramu obat kadang berbuat curang. Demi kemanjuran obat tak jarang mencampur ramuan jamu dengan zat kimia yang membahayakan. Dari pengalaman dalam cerita pembaca bisa belajar dan kian  arif dalam bertindak. Obat kuat memang dapat membangkitkan kejantanan tapi sekaligus juga mempercepat kematian.

Bagaimana ? Anda penasaran dengan isi kitab pentigraf Tikaman Penuh senyuman? Segera miliki bukunya.
Hub. Contak person: +62 878 0553 3567
Selamat untuk Mbak Lilik Rosida Irmawati, Sukses selalu!

Bondowoso, 12092020
Penulis: Husnul Hafifah

Hilang

Pening di kepala Bu Keyshe  di Jumat pagi masih tak mau berhenti. Kedipan mata Pak Keyshe yang membuatnya tersipu malu pagi kemarin itupun belum menjadikan solutif yang jitu.

Usai sholat subuh Bu Keyshe masih mendapati jogoannya yang no.2 _ sudah remaja belum salat subuh. Demi rasa sayangnya, Bu Keyshe menggunakan jurus pemadam kebakaran , dimulai dengan raungan sirine pagi, beruntung tak sampai menggunakan  guyuran air kran, si jagoanpun bangkit dari tidurnya.

Pindah ke kamar si bungsu. Kebiasaan tidur lagi dan mbangkongnya tak bisa ditoleransi. Pikiran positif pada kelakuan si bungsu tak lagi ada di hati Bu Keyshe. Si bungsu kerjanya hanya ngumpet di kamar. Di balik pintu kamar yang sedikit terbuka Bu Kesye mendengar dengan samar-samar apa yang dilakukan putrinya pagi  itu. Dengan berjingkat ia pun mendekatkan ke balik pintu. Subhanalalah di balik gulung komengnya di kasur pagi itu si bungsu sedang vicollan. Rupannya ia  lagi setoran hafalan Quran. Pening Bu Keyshe pun hilang!

Rumah, 11-09-2020
Husnul Hafifah

CECORETAN

Semangkok Pangsit dan sebiji lemit
Menyambut kedatanganku siang ini.
Sebuah perjalanan dari aktivitas kongkow bersama guru PAI jenjang MTs sekabupaten Bondowoso, tapi yang hadir hanya perwakilan masing masing KKM 1-9. 

Lumayan sih bisa ketemu tatap muka dengan mereka. Katanya sudah 6 bulan tak sua   duduk bersama dalam semeja. Maklumlah masa pandemi, rasa waswas dan cemas sering menyelimuti. Mau hadir mesti mikir berkali kali. Covid 19 condong mengajak orang malas. Malas gerak malas bertindak.

 Sepiring pisang goreng dan segelas air mineral, menjadi suguhan. Di ruang tamu  sohibul bait. Menunggu semua perserta hadir memenuhi forum. 

MTs Nurul Ulum Cindogo nama tempat para guru PAI _yang dari pagi hingga siang ini melakukan kegiatan. Pertemuan rutin bulanan. Total kegiatan sudah 6 kali dari pertama dibentuk MGMP Mapel PAI Jenjang MTs Tingkat kabupaten. 
 
Alhamdulillah Walau ada covid kegiatan tetap berjalan. Beberapa kali pake zoom tapi katanya bosan dan hasilnya tidak memuaskan. Apalagi kegiatan dilaksanakan tidak sambil makan makan bersama, katanya nikmatnya kurang sempurna.

Pukul 09. 00 acara baru dimulai, biasalah rumus plus 1 dari jam undangan tertera. Acara dimulai dengan pembukaan, sambutan Pengawas Bina, Sambutan Ketua MGMP lalu ditutup doa. 

Barulah acara inti dimualai, tema diusung, menarik sekali Implementasi Literasi dalam pembelajaran. Acara dibagi dalam 3 sesi : paparan materi, dialog , tugas dan presentasi. 

Seperti biasa kala kumandang duhur tiba, Break Isoma ( istirahat, makan dan sholat)-peserta rata-rata ambil patasnya saja Isma ( istirahat - makan) sholatnya di rumah saja. 

Begitupun saya, Ahamdulillah sekitar 40 menit dengan kecepatan rata 60 KM/ jam saya nyampe rumah dengan selamat.

OK Bravo MGMP PAI tetap semangat teruslah berkegiatan, implementasikan literasi dalam pembelajaran seperti yang baru saja kita bicarakan. Dan jangan lupa selalu waspada,  jaga kebersihan dan gunakan protokol kesehatan di setiap kesempatan. Semoga kita semua tak terjamah covid 19 ya!


Salam literasi

Bondowoso, 10092020
Husnul Hafifah

Bu Keyshe Sakit Kepala

Bu keyshe  tak henti  bersyukur saat para emak di acara arisan sore itu sibuk curhat. Mengeluhkan pola tingkah para anaknya selama daring di rumah. Mulutnya komat kamit sanjungkan hamdalah. Selama daring anaknya biasa saja, bahkan menurutnya kian semangat dalam belajar. sedikit bosan wajarlah. Wong nyatanya bekerja dari rumah juga tak nyaman rasanya. 

"Aduh jeng, anak saya tuh Nesa susah diatur, belajarnya molor, kerjanya tidur kalo gak hp-an  ndak pernah sosialisasi, bantu bersih bersih ya tidak", Bu Tejo membuka suara. Bu Ubaedah tak kalah gayengnya curhat anaknya si Naura. Katanya juga susah, diingatin dikit dibilang marah, tidak diingatin parah! Kerjanya cuma makan tidur, hp-an, daring cuma isi absen tidur lagi, Gegara si Naura yang kerap bikin mumet, darah tinggi Bu Ubaedah kumat.  Bu Keyshe tenang saja. sebelum menutup acara  ia meminta para emak agar sabar, bersyukur sembari mengingatkan jika mendidik anak adalah tugasnya sebagai orang tua.

Merah padam, muka Bu Keyshe saat membaca wa dari wali kelas putrinya. Begitu banyak tagihan tugas yang belum disetorkannya. Bertolak belakang dengan yang dilihatnya. Sakit kepala bu Keyshe tak kalah sakit dari Bu Ubaeda.Ternyata laptop dibuka, hp di tangan hadset di telinga saat daring yang dilihatnya hanyalah strategi semata. Mereka ( Putrinya, Nesa dan Naura) selalu asyik  ngrumpi bersama, di game online free fire. Astagfirullah.

Mengungkap Rasa Penasaran Mereka Yang Kian Penasaran


" Menceritakan keindahan alam,  apa menceritakan suasana hati yang penasaran. Apa hubungan dengan terik menyengat bayu kencang menerjang, sejiwa tumbang, ranting mengering, sejuk menyenyap sepertinya banyak kalimat yang mengungkapkan kesedihan hati.Jadi semakin penasaran.Sebenarnya apa yang dimaksudkan ?"

Itulah sekelumit ungkapan penasaran ketika pembaca, membaca postingan berjudul  "Mencoba Membuat Haiku"
Sebagai penulis yang baik hati _ bukan puisinya yang baik ya! He he he  mimpi melambung tinggi bila puisinya bisa bersanding dengan penyair ternama. Abaikan puisinya, catat saja semangatnya.

Buat yang penasaran , ini merupakan sebentuk tanggungjawab, penjelasan sebisanya. Puisi ini berisikan rasa penasaran yang begitu kuat dari si penulis untuk bisa menyusun larik larik Haiku. Sepintas untai kata yang berstruktur 575 ini terlihat simpel dan begitu sederhanya.

575 merupakan kata kunci dalam menulis puisi tradisional yang berasal dari jepang. Haiku melambangkan /wujud keindahan alam (syibumi ) lukisan keindahan dan peristiwa di sekitar kita.

 Hanya 3 larik. larik 1 terdiri atas 5 suku kata, larik 2 berisi 7 suku kata dan larik 3 kembali pada 5 suku kata. Terlihat sederhana, begitu sederhana. 

Kesederhanaan yang tersurat mengundang si penulis untuk mencoba memraktikkannya. Yang dikira sederhana, ternyata tidak begitu realitanya. Berulang membuat berulang gagal. Namun tak ada rumus menyerah. Rasa ingin bisa membuat Haiku tak bisa dibendungnya. 

Sebagai bukti rasa penasan penulis simak saja 4 Haiku yang dicobanya.

Haiku 1.
terik menyengat
haus melahap rasa
estea menggoda

Proses pembuatan puisi terinspirasi wa putra keduanya, yang kuliah di UM, semester 5. Pamit ke kostnya di Malang untuk berkoordinasi dengan Dosen Pengampu salah satu matkul, saat kuliah perdana dia tidak terdaftar. Ijin ke Malang tak lama, bilangnya akan kembali secepatnya. Saat hari yang dijanjikan pulang, si ibu menemukan Wanya:

 "Mama saya nanjak dulu ya! "Assalamualikum"

 Si ibu  tidak lagi mampu berkata- kata. Selain menguntai bait doa  semoga Allah melindungi perjalannnya. Pendakian ke gunung dengan dalih menikmati keagungan ciptaaan dari Sang Maha Pencipta. Senyampang masih muda, belum bekeluarga dan kesempatan itu ada. Begitu rayuan maut pada Ayah dan mamanya ketika hendak melalukan petaulangan di semesta.

Suasana dan terik matahari yang begitu menyengat, tidak akan menyurutkan semangat para pencinta gunung untuk menghentikan pendakiannya. Seperti halnya dia saat melakukan pendakian. Merasakan panas luar biasa di bawah terik matahari, memunculkan rasa haus yang luar biasa. Seteguk air dingin (esteh) dan sebangsanya akan menjadi barang yang sangat berharga,   dirindu untuk pelepas dahaga. 

Dalam kehidupan abadi seteguk air dingin ( semacam es) kelak akan menjadi barang yang sangat dirindu para penghuni neraka!

Haiku 2

embusan bayu
Kencang menerjang dahan
sejiwa tumbang

Tak ada yang bisa menyangkal atas nikmatnya tiupan angin yang sepoi sepoi. Semilirnya yang kita rasa rasa  membuai melenakan siapa saja. Sebuah gambaran kala manusia diberikan nikmat sehat, nikmat sempat, nikmat umur, nikmat harta mudah lupa diri. lupa jika kehidupan itu tiada abadi. Angin yang bertiup demikian kadang membuai dan melenakan namun tak jarang angin juga bisa kencang menjadi badai yang siap menerjang apa saja, juga merenggut korban jiwa.

Puisi 3
ranting mengering
diterpa angin senja
gagak menjejak

Siklus kehidupan makhluk, tumbuh, berkembang, besar, menua dan mati. Diibaratkan pohon, ranting yang mengering adalah ranting yang mati Yang kering akan runtuh ketika diterpa angin.

Lukisan alam yang digambarkan melalui ranting kering , diterpa angin senja kemudian ada burung gagak menjejak. Sebagai perlambang bahwa setiap kematian itu pasti datang. Namun tak sedikit yang beranggapan bahwa kematian itu wajar bagi mereka yang sudah tua. Kabar akan kematian  seseorang biasanya ditandai isyarat lengkingan suara burung gagak.

Puisi 2 dan 3 merupakan lompatan pikiran dan perasaan seorang ibu, memikirkan kemungkinan terburuk dari pendakian yang dilakukan putranya bersama kawan-kawannya

Puisi 4

sejuk menyenyap
di ketinggiian Buthak
amboi indahNya

Menggambarkan keindahan lukisan alam , yang dicipatakan Sang Maha Pencipta, setelah melalukan pendakian yang melelahkan, namun nikmat dan takjubnya Masyaallah, bertambah rasa syukur dan kekaguman setiap hamba yang menyaksikannya, lalu pada nikmat Tuhan yang mana lagikah yang akan Engkau dustakan.?

Kiriman vidio dan 2 emoticon bercucur air mata  benar melegakan perasaan seorang ibu kala itu!.
"Mam, sudah mo nyampe kosan"


Dipaksa Agar Terbiasa

Sedikit sakit di organ perut ini, membuat rasa tidak enak pada organ lainnya. Kompak, semua ikut merasakan. Bermula kemarin siang menjelang sore rasa perut bagian kanan atas terasa melilit dan panas. Rasa ini sebenarnya sudah tak asing lagi. Maag. Dulu kerap membersamai. Saya sudah lupa kapan ini terakhir kali menjangkiti.  Dari lamanya hingga lupa mengingat nama obat yang biasa dikonsumsi kala sakit itu dirasa mengganggu sekali. 

Inilah bukti yang harus disyukuri  dalam hidup ini masih lebih banyak nikmat sehat yang Dia beri. Sebagai rasa syukur, saya tidak terburu untuk datang ke dokter ataupun sekedar membeli obat sakit maag ke apotek. Biarkan dulu saya  merasa-rasakan sakit ini, mensyukuri nikmat sakit, semoga keikhlasannya bisa menggugurkan dosa yang ada. 

Sakit sedikit ini memang membuat enggan beraktivitas. Badan seperti lemas ingin rebahan saja. Sambil rebahan saya membaca wa dari berbagai chat yang ada. Bosan membaca menonton youtube. Dari youtube kembali ke wa.

Ada rasa bangga saat membuka wag Ikatan Guru Madrsah Penggerak Literasi (IGMPL). Memang sih ikatan ini belum resmi belum ada badan hukum yang memayungi. Usianya baru 2 dua bulan. Anggota grup terkini baru 21 orang. Rupanya ada beberapa peserta yang leave, tidak sabar bertahan. 

Sesuai visi dan misinya , salah satu persyaratan anggota adalah memosting tulisan minimal 1 minggu sekali sesuai jadwal. Prokontra dengan kebijakan penjadwalan pasti ada di antara para anggota. Inilah  pembelajaran menulis awalnya dimulai dengan pemaksaan. Peserta dipaksa untuk menulis, setelah dipaksa, lalu terpaksa menulis memenuhi komitmennya. Sering melakukan walau terpaksa, lalu menjadi bisa, lama -ama akhirnya terbiasa.

Memang sih yang tidak terbiasa menulis _bukan karena tak bisa menulis, jadwal ini bisa jadi momok tersendiri, bahkan mungkin juga stres dengan target posting tulisan. Menulis itu sebenarnya hanya butuh pembiasaan. Seperti yang sering  dikatakan banyak motivator penulis. Menulis itu awali dengan menulis apa saja, apa yang Anda bisa dan dikuasai. Tak perlu ilmiah, yang alamiah saja. Kesampingkan rasa takut ataupun malu. Tulis saja apa yang ada di kepala. Menulis ya menulis saja, alirkan apa yang ada di kepala.

Sesuai nama grup penggerak literasi, maka konsekwensinya, peserta harus bisa menggerakkan diri sendiri sebelum menggerakkan orang lain. Menggerakkan diri terbiasa menulis dan membaca. Syukur jika bisa menghasilkan karya buku.

Seperti pagi ini, hampir pukul enam pagi grup masih sepi, tak seperti hari hari biasanya. Pagi ini saya awali dengan posting tulisan ( belajar opini) berjudul Protokol kesehatan dan Protokol keabadian. Posting tulisan untuk meramaikan grup saja, jadwal menulis saya hari Rabu. Disusul berikutnya postingan puisi dari Bu Diana yang tanpa judul, mengundang banyak komentar hingga akhirnya menemukan judul yang pas sumbangan peserta lainnya. 

Bersaing dengan Bu Diana, Bu Ekalia melalui blognya juga memosting puisi berjudul Cinta Tak Beradab membaca judulnya membuat saya merinding. Lukisan cinta takpatut anak manusia yang belum cukup umur, mengedepankan nafsu menanggalkan etika dan norma agama. Miris sekali ! Semoga saja generasi muda penerus bangsa diselamatkan dari kehancuran moral dan akhlag.

Unicorn Milik Kitakah? Judul tulisan dari blog Harian Ajeng menarik juga untuk dibaca. Kata unicorn sontak mengingatkan saya pada jaman debat capres yang cukup menegangkan dan pelik kala itu. Tulisan di Harian Ajeng inipun tak kalah peliknya. Entahlah mungkin karena saya bukan orang politik dan juga bukan pebisnis, mencerna kalimatnya sulit sekali. Tapi endingnya saya juga bisa tertawa mengingat penulisnya juga mengajak  pembaca tertawa. Setelah itu saya tidak ingat apa -apa. Tulisan  Pak Aji Prasetyo ini rupanya berhasil melelapkan saya. 

Saat saya buka kembali wa ternyata sudah pukul 13.00, sudah 2 jam saya berselancar di alam mimpi. Sudah banyak postingan kawan kawan yang saya lewati. Saya janji akan membaca nya nanti. Saat ini saya harus bangkit dari kasur walau rasa melilit masih tetap berkelit. Jika tidak dipaksa bergerak dan bangkit akan lanjut tidur, badan kian subur, nauzubillah jika kelak dapat siksa kubur gara-gara  abai salat duhur.

Salam litersi
Bondowoso, 04092020
Penulis : Husnul Hafifah




Protokol Kesehatan dan Protokol Keabadian


September, sudah hari ketiga.  Pandemi covid 19   masih belum  mengisyaratkan kapan akan berakhir, yang ada justru sebaliknya.  Angka confirm positif  kian meningkat jumlahnya. 400 sungguh merupakan angka yang  membelalakkan mata. Apalagi untuk sebuah kota kecil di kabupaten saya. 

Panik, cemas adalah manusiawi dan itu pasti. Kita memang tidak bisa menutup mata dan telinga untuk tidak membahasnya. Tapi jangan berlebihan apalagi dibumbui hoax dalam pemberitaannya. Jika hanya sekedar menguatkan agar kita selalu waspada, Saya rasa perlu juga kita mengikuti perkembangan si covid.

 Covid  19 sampai saat ini memang belum bisa dibasmi dari muka bumi. Namun bukan berarti tak bisa diatasi. Ingat  salah satu sabda nabi Muhammad saw, dalam riwayat Muslim:
"Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh dengan izin Allah SWT.”

Lama dan sebentarnya penyakit ini adalah kuasa Allah. JIka penyakit ini berlarut- larut berarti belum ada pakar yang berhasil menemukan obatnya. 

Belum diketemukannnya  obat atau penangkal virus ini, juga merupakan rahasia Allah. Kita sebagai hamba berkewajiban ikhtiar saja. Ikhtiar bagi saya yang awam, mengingat corona yang tak kasat mata, adalah yakin saja  pada  pendapat para pakar virus serta pakar ilmu kedokteran.

Seperti yang disebutkan oleh virolog drh  Moh. Indra Cahyono, perkembangan dan persebaran virus covid sangat cepat. Namun tidak semengerikan sars atau Mers. Jika diasumsikan semua penduduk dunia terpapar virus, maka angka kematian yang ditimbulkan hanyalah 3%, semetara tingkat kesembuhannya adalah 97%. Rahasianya adalah pada antibodi tubuh manusia itu sendiri. 

Manusia bisa memproduksi antibodi dan antibodi inilah yang akan mengacurkan virus saat masuk ke dalam tubuh. Bagaimana mekanisne antibodi selengkapnya di sini

Hidup di tengah pandemi tidak perlu sempit hati, ayo buat diri happy, makan makanan bergizi, perbanyak konsumsi vitamin C, dan E agar produksi antibodi tidak berhenti. Jangan lupa patuhi protokol kesehatan, pake masker, jaga jarak, pakai  saniteser sering cuci tangan pakai sabun, jaga selalu kebersihan.
Misalkan ikhtiar kita masih kebobolan, -mohon dijauhkan dan masuk golongan yang 3% misalnya. Itulah bagian dari perjalanan takdir manusia. Ikhlaslah menerima. Bukankah kematian itu pasti dan kehidupan abadi setelah mati juga pasti?

Mungkin saatnya kita di era pandemi yang masih berkepajangan ini, banyak melakukan refleksi. Mengambil Pelajaran pada keyakinan kita akan protokol kesehatan. Menyakini dan mentaatinya supaya kita bisa diselamatkan dari covid yang dampaknya mengerikan.

Belajar pada  protokol kesehatan saatnya pula , kita mempertanyakan, "Sudah siapkah kita, juga dengan protokol keselamatan, agar kelak ketika saatnya tiba di hari pembalasan kita terselamattkan?" 

Suatu hari yang kita yakini pasti datangnya dan siksanya jauh lebih mengerikan dari covid 19. 
Sebagaimana Allah berfirman: 

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian dengan sia-sia, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (QS. Al-Mu’minun : 115) 

Semoga Allah membimbing hati kita senantiasa melaksanakan protokol keselamatan untuk keabadian yang membahagiakan.
Aamin.

Bondowoso, 3092020
Penulis: Husnul Hafifah











Janji Yang Terlupakan

Seri: Pentigraf


Bu Keyshe manyun. Bukan tanpa sebab. Perasaan halus kewanitaannya lebih menutupi nalar dan logikanya. Dongkolnya tak jua luntur oleh lontar kata maaf para sahabatnya. Dari Kamis ke Jumat ganjalan itu masih bersisa. Bu Keyshe merasa para sahabatnya sudah berubah. Tak lagi setia dengan komitmennya.  

 Kamis, Bu Kasye sudah tak sabar lunasi janji jumpa maya, hp dalam genggaman dengan hidung bermasker menyesakkan. 1 jam , 2jam berlalu Bu Keyshe setia menunggu. Waktu pun berlalu. Senja bu Keyshe membaca wa  sahabatnya "maaf tidak buka wa, paket data tak ada." Bu Keyshe hanya mengelus dada. 

Jumat, Bu Keyshe tetap semangat, akan jumpa maya dengan sahabatnya yang S2.  Gawai di tangan, laptop di meja dan di buka. Pikirnya kecewa Kamis akan sirna. Asanya melambung pada pertemuan yang sangat dirindunya.  Sambutan hangat, senyum ceria, berbagai cerita mewarna pada jumpa sahabat S2nya. Sayang hingga matahari condong ke barat semua hanya duganya saja. Sahabat S2nya  takada beda. "Maaf aku lupa, banyak giat hari ini". Manyun Bu Keyshe pun kian menjadi.

1 September 2020
Husnul Hafifah