KENANGAN DI ATAS BATU BERSAMA ( PUISI ) SAPARDI DJOKO DAMAONO

Author
Published Juli 19, 2020
KENANGAN DI ATAS BATU BERSAMA ( PUISI ) SAPARDI DJOKO DAMAONO


Usai telepon dengan anak sulung sekitar jam 10-an tadi pagi, saya menemukan wapri dari adik bungsu yang tinggal di Bandung. Ia mengirimkan link detik.com. Tanpa pikir panjang langsung saya mengeklik, dan muncul  judul dengan tulisan dalam fon ukuran bersar berbunyi Sapardi Joko Damono Meninggal Dunia.

“innalillahi waiinna ilahi rojiiun. Telah meninggal dunia Satrawan besar Indonesia Prof. Dr Sapardi Djoko  Damono. Infonya beliau meninggal dunia di Eka Hospital, BSD pada hari Minggu (19 /07/2020 pukul 09.17.

Ternyata setelah saya buka chat dari beberapa grup yang ada di gawai , isinya juga sama postingan berita duka kepulanganya. Sebagai sesama muslim saya pun mendoakannya ,semoga beliau husnul khotimah, Allah ampuni segala kesalahan serta dosanya , keluarga yang ditinggalkan  diberikan kesabaran yang luas aamin. 

Dari berita online yang saya ikuti ucapan duka dan doa belasungkawa pun terus mengalir di linimasa  dan menjadi trending topic di twitter. Banyak unggahan postingan yang menggambarkan patah hati terdalam dari fannya ( fiersa Besari). Berikut di antaranya:


 

 

 

 

 

 

 

Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 – meninggal di Tangerang Selatan, 19 Juli 2020 pada umur 80 tahun) adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. SDD dikenal sebagai penyair yang orsinil dan kreatif. Berbagai puisinya diungkapkan dengan sederhana  namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, karyanya dikagumi  berbagai kalangan  baik sastrawan maupun khalayak umum ( wekipedia)

Beberapa karya puisi yang dikagumi banyak orang diantaranya adalah di bawah ini. Lihatlah bagaimana penyair Sapardi Joko Damono dalam mengeskpresikan kalbunya. Pemilihan diksi yang sederhana, rima yang indah namaun memliki kedalaman makna yang kuat .

 

Yang fana adalah waktu. Kita abadi

Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa.

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”tanyamu.

Kita abadi.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu


Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

 

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

jasadku tak akan ada lagi,

tapi dalam bait-bait sajak ini,

kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

suaraku tak terdengar lagi,

tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

pada suatu hari nanti,

impianku pun tak dikenal lagi,

namun di sela-sela huruf sajak ini,

kau tak akan letih-letihnya kucari.

 

Saya punya kenangan tersendiri dengan puisi Prof. Dr Sapardi Joko Damono. Ketika itu saya masih Kuliah D3 Jurusan Bahasa Indonesia Unej. Dosen Pengampu matkul Kajian Puisi Bpk. IC Soedjarwadi mengadakan lomba baca puisi khusus mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia Program D3. Pesertanya lumayan banyak sekitar 30-an. Judul-judul puisi sudah ditentukan dan diumumkan 1 Minggu sebelumnya oleh beliau.  Saya pun tidak ketinggalan ikut ambil bagian.   Puisi  pilihan  saya “ Krawang Bekasi” karya Khairil Anwar.  Saya mendapatkan no.undian tengah tengah. Untungnya peserta boleh jadi penonton asal tetap bisa menjaga ketertiban.

Senang rasanya bisa menonton tampilan tiap-tiap peserta, sambil mengamati bagaimana mereka tampil, dag dig dug juga rasanya.  Ada kejadian tak terduga yang terus saya ingat hingga kini .Saat  panitia memanggil salah satu peserta, dan peserta yang dipanggil kebetulan  mahasiswa laki-laki. Karsono namanya. Ia membungku memberi hormat sebelum membaca puisinya. Tiba-tiba terdengar bunyi glodak-glodak sesuatu menggelinding di lantai ruangan , melewati bawah kursi peserta yang duduk dengan eksperesi tegang, kadang juga sambil komat-kamit dalam hati menghafal teks.  Rupanya peserta tadi membawa property batu sebesar kepal tangannya.  Jadilah kami tertawa  terbahak menggaduhkan ruangan yang semula sepi. Jujur saya sendiri tidak nyantol  apa maksudnya ia menggelindingkan batu.  Baru setelah suasana gaduh bisa dikondisikan, peserta tadi diminta melanjutkan membacakan puisinya. Di sanalah akhirnya saya tahu ternyata Judul puisinya adalah  Di Atas Batu  ( kumpulan Sajak Perahu kertas ) Karya Sapardi Joko Damono.

Kejadian itulah yang jadi kenangan dan melekat di hati saya hingga kini ( 30 thn). Untuk pertama kalinya saat itu saya mengenal Judul puisi beliau juga nama beliau. Kenangan itu kembali muncul hari ini, ketika beliau berpulang 

                                                                             

DI ATAS BATU

ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali…

ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari…

ia pandang sekeliling :

matahari yang hilang – timbul di sela goyang daun-daunan,

jalan setapak yang mendaki tebing kali,

beberapa ekor capung

— ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini

Perahu Kertas, Kumpulan Sajak,

1982.

Selamt jalan Prof.Dr Sapardi Joko Damono, hari ini Engkau telah pulang, namun karyamu tak kan hilang.



          Penulis : Husnul Hafifah 

              Sumber:
 10 Puisi Sapardi Djoko Damono: Hujan Bulan Juni hingga Yang Fana Adalah Waktu, https://jateng.tribunnews.com/2020/07/19/10-puisi-sapardi-djoko-damono-hujan-bulan-juni-hingga-yang-fana-adalah-waktu

3 komentar

  1. Selamat jalan begawan sastra indonesia

    BalasHapus
  2. semoga beliau husnul khotimah

    ternyata bunda udah lama suka sm puisa ya
    pantesan lincah bikin puisi...

    BalasHapus
  3. Luar biasa....karya2 sang sastrawan memang sungguh indah utk dikenang sepanjang jaman....selamat berkarya terus ibu...mengikuti jejak sang sastrawan

    BalasHapus

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021