Menulis Meracau


Ayo menulis begitu judul tulisan yang saya baca di salah satu bloger guru penulis. Menulis alamiah saja, yang kita mampu dan kita bisa. Begitu kalimat motivasinya.

Menulis itu mudah, yang sulit adalah memulainya. Bagaimana menurut Anda? Menurut saya menulis itu memang mudah jika kita sudah memulainya dan sudah terbiasa melakukannya. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis, saat memulai menulis, maka menulis akan mengalir begitu saja, ibarat aliran air mengalir tanpa ada hambatannya.

Seperti yang saya lakukan saat ini, awalnya bingung juga mau menulis apa. Begitu mulai satu kata, langsung bersambung kata lain merangkai kalimat. Kalimat membentuk kesatuan paragraf. Paragraf demi paragraf tersusun , tak terasa jadi teks panjang.  Abaikan dulu antarparagraf nyambung atau tidak. Ngeditnya belakangan saja.

Kemarin , 24 jam saya istirahat total dari menulis. Saya melakukan perjalanan jauh Bondowoso- Lamongan PP rombongan bersama saudara. Seharusnya pengalaman perjalanan jika dituangkan dalam tulisan bisa berlembar  -lembar jadinya. Dari awal berangkat hingga kembali ke rumah.

Namun saya tidak melakukannya, mengapa? Tentu juga tidak lepas dari berbagai alasan. Namun alasan terkuat saya tidak menulis adalah malas, capek, di samping  5 bulan jarang kumpul dengan saudara. Kesempatan ketemu saudara saya gunakan secara maksimal untuk bercengrama. mempererat kedekatan satu  sama lainnya. 

Selama perjalanan saya lebih banyak menyimak saudara bercerita, atau sesekali saja mengomentarinya. Sudah menjadi ciri khas saya jika perjalanan jauh tak bisa berlama -lama untuk tidak memejamkan mata. lengkap mimpi dengan dengkurnya (kata mereka) . Perjalanan jauh, bagi saya akan terasa dekat saja, rasanya baru berangkat, tahu tahu saat mata dibuka sudah sampai tujuannya. 

Jadi Ingat dulu jaman sekolah, ketika guru bahasa Indonesia memberi tugas mengarang dengan tema perjalanan, kertas saya mlompong kosong, bagaimana saya akan menulis cerita bila sepanjang jalan mata saya terpejam saja?   Pengalaman kertas kosong jaman dulu, akhirnya jadi ide juga, menulis ini.

Untuk kawan yang ingin mahir dalam menulis, jangan bosan ya untuk menulis. Menulislah apa saja, tidak perlu ragu ataupun malu. Jangan jadikan jadwal menulis di grup yang Anda ikuti sebagai momok. Katanya ingin bisa menulis. Jika ingin bisa, pegang teguh komitmennya dan ikuti aturan mainnya. Tak perlu takut untuk menulis. Enjoy saja, tulis apa saja, yang Anda bisa. Tidak ada batasan jumlah paragrafnya. Bisa 1 paragraf ya mulai 1 pargraf  saja.  Atau mungkin Anda bisa berpantun tulislah pantun, puisi dsb. Namanya juga belajar. 

Saya juga belajar , jadi kesalahan dalam menulis juga sesuatu yang wajar. Tidak perlu gusar jika ada yang berkomentar rada kasar. Jangan sampai Anda buru  -buru keluar grup.  Mending jangan deh! Ayo senyampang mengikuti grup atau komunitas menulis di manapun manfaatkan wadah itu dengan optimal. Menulis itu bukan untuk gaya- gayaan, tapi mari  kita bersama belajar! Maaf saya meracau,semoga Anda tidak galau!

Salam literasi
Bondowoso, 31 Agustus 2020
# menunggu face print
Penulis: Husnul Hafifah

Koki Dan Penulis

 Saya sudah bersiap melanjutkan perjalanan maya hari ini. Info yang saya terima pintu dibuka pukul 08.00. Masih 1 jam lagi. Saya gunakan waktu untuk jalan- jalan dulu ke wag yang ada di gawai saya. Tulisan berjudul berhentilah menulis,  menarik perhatian untuk dibaca. 

Bagaimana bisa, pemilik mantra ajaib "Menulislah tiap hari dan tunggulah keajaiban apa yang terjadi " tiba tiba saja menyuruh berhenti menulis. Ada apa?

 Saya terheran, dia yang sehari -harinya selalu posting tulisan berkali kali , tak pernah kehilangan ide menuliskan apa saja  dilihat dan dirasakan , apa yang di kepala segera dibreakdown ke dalam tulisannya. Hari ini motivasinya berbalik arah.

Lewat tulisan yang saya baca penulis ( OM Jay ) menganalogikan penulis itu seperti koki. Untuk menghasilkan masakan yang enak, seorang koki itu akan berhenti memasak untuk mencicipi masakannya. Jika misalnya masakan kurang manis ia akan menambahkan gula, kurang asin akan menambahkan garam, jika kurang pedas akan menambah cabai. 

Koki juga perlu menambah wawasan, mengumpulkan bahan, memilih bahan yang berkualitas, bagaimana meramu dengan takaran dan komposisi yang pas. Teknik pengolahan dan penyajian.  Semua terus dilakukan untuk menghasilkan makanan yang tidak sekedar enak tapi bagaimana peminat dan penikmatnya kian meningkat. 

Demikian halnya dengan seorang penulis. Penulis jangan hanya  menulis saja.  Penulis harus berhenti menulis, baca ulang tulisan sendiri. Merasa tulisan kurang bagus ya penulis perlu relaksasi berhenti menulis, jalan jalan baca tulisan orang lain. Kalo perlu beli buku -buku referensi untuk meningkatkan kualitas tulisan. Penulis yang baik juga harus bisa mengedit tulisan. Untuk bisa melakukannya  penulis itu harus rakus membaca. 

Ngomong -ngomong tentang koki dan menulis, kawan saya, Pak Tyqnue Azbynt penulis "Sajak Sajak Republik Kopi" menandai hubungan masakan dengan penulisnya. 

Khairil Anwar itu, masakannya pedas bagai rendang padang

WS. Rendra mengolah dengan berbagai rasa, ramai, bagai seblak bandung

D' Zawawi Imron, sederhana Lugas dengan bahasa rakyat ala Jawa timuran bagai rujak cingur yang manis asinnya ramu dalam diksi-diksi yang mudah dicerna.

Gus Mus, menyajikannya dalam kedalaman rasa, penuh makna filosofi hidup. Ditata dengan sangat padu dalam keseimbangan bagai sajian Jepang yang keseimbangan gizinya selalu diselaraskan dengan alam yang natural.

Sutardji Calzoum Bahri, menyajikan diksi diksinya dengan bahasa suluk yang kadang memekakkan telinga, menghentak dada, kadang sulit dimengerti bagai ramuan sajian soto aceh.

 Cak Nun (Emha Ainun Najib) seperti gudeg Jogya. menggunakan
 bahasa rakyat Jawa. Penuh pendekatan budaya. 

Masak Gudeg tuh kan pakai tungku, api dari kayu, rempah diuleg  tidak diblender. Begitulah bahasa Cak Nun...cipta rasa dan karsa ya disatukan bak gudeg

Begitulah  ikatan makna  tulisan yang saya baca. Ternyata  judul tulisan OM Jay ada lanjutannya, "Berhentilah Menulis untuk Membaca"

Ooo alaa ...maklum saya membacanya tergesa-gesa, melihat jam sudah masuk waktunya kunjungan maya. Saya tak ingin tuan rumah kecewa, Sebagamana saya kecewa jika meleset dari yang dijanjikannya.
Maaf saya kunjungan maya dulu, besok saya ceritakan hasilnya. Insyaallah

Salam literasi
Bondowoso, 28 082020
Penulis: Husnul Hafifah


Bahagia

Alhamdulillah akhirnya kunjungan maya hari ini membuat lega hati saya. Benar seperti  banyak orang berkata," bahagia itu sederhana". Sesederhana ngrobrol di wa , bagi saya bisa nyambung silataturrahmi dengan para guru dan kepala dari suatu sekolah, berjalan sesuai agenda,  juga sesuatu yang luar biasa bahagianya. 

Silaturrahmi dalam suasana ketidakpastian seperti ini tak mudah dilakukannya. Pasang surut zona suatu wilayah dari hijau, kuning tiba-tiba saja berubah ke zona merah merata.  Membuat bingung siapa saja. Apalagi mereka yang hati dan pikirannya mudah goyah. New normal kehidupan infonya santer memicu klaster baru. Saya pun ragu untuk melakukan salah satu tupoksi dengan moda tatap muka .

Kunjungan maya masih menjadi alternatif utama saya dalam bekerja. Kunjungan maya ini pun tidak saya lakukan dengan WFO, tapi WFH. Suatu keuntungan bagi mereka dan saya yang sudah cukup sexi ( seket siji) plus he he, boleh milih WFH .
 WFH juga tak ayal mengundang tanya para tetangga. "Kok di rumah saja?" Saya tersenyum saja, semua ada penjelasannya. Perbanyak istigfar semoga Allah memaafkan hambanya- Nya. Tiap hari di rumah, kerjanya main HP, bosan HP pindah ke labtop, makan, rebahan dan rebahan saja.

Ups salah! di rumah tetap kerja juga mengikuti tupoksi dan program yang ada. Bedanya bekerja dari rumah tidak seragaman, tidak sepatuan, bisa sambil rebahan, makan , jagongan dsb bergantung media apa yang digunakan.

Bahagia pertama pertama, si empunya (kepala sekolah) sudah membuka pintu maya 1 jam sebelum acara. Wow benar membuat bahagia. Beda dari rata-rata. Ada 15 jadwal kunjungan maya. 12 yang terlaksana dan 5 kali menyisakan sedikit kecewa. Tapi saya sudah memafkannya. Bukankah memafkan itu sifat mulia? Begitu kata para ustad. Saya mengikutinya. Sekedar curhat saja bagaimana tidak kecewa persiapan , jadwal sudah disampaikan jauh hari. Malam hari H juga diingatkannya.  Eh hari H masih saja ada alasannya. Yang lupalah, yang miskomunikasi, bahkan ada yang tak mendapat respon .

"Maaf  bu, tidak buka wa, padahal 5 jam  sudah, saya menunggunya"

" Maaf bu, saya pikir mau hadir di sekolah" saya mengontak guru datang ke sekolah. Padahal wa saya malamnya jelas terpasang  kata Via daring wa. 

"Maaf bu, ibu mau digabung dalam wag sekolah?" pertanyaan basa basi setelah satu jam saya menunggu. Sebelumnya saya sudah wapri agar diinvite ke grup, dan dijawab "Inggih monggo".

Parahnya lagi, kemarinnya  salah satu kepala sekolah ke rumah mengambil pengesahan dok 1, saya juga berulang mengingatkan jika besok saya kunjungan via wa.  Hari H malah tak ada kabar berita , HPnya di luar di luar jangkauan. Diusut- usut kepala sekolah tak punya pulsa dan paket data. Komplit alasannya, tak kalah mellasnya tulisan saya lewat wa  dianggap seperti baca koran semata. Duh ! Coba gimana perasaan Anda jika di posisi saya?

Bahagia kedua saya dalam kunjungan hari ini adalah mereka responsif atas apa yang dibaca. Saya mengetik, mereka baca, memberikan tanggapan dalam ketikan pula, sungguh luar biasa. 

Dikondisi yang serba keterbatasan, mereka tetap mengajar ala bisanya, serta masih menyadari bahwa bahagia itu sederhana.

*Perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukannya*


# Di rumah 27-08-2020

Trio Bolang ( Cerita di Balik Foto 2)

Pada dasarnya tiap orang yang kesehariannya terbiasa beraktivitas di luar rumah, tidak akan betah ketika harus beraktivitas di rumah. Kebijakan stay at home merupakan pilihan yang harus dijalankan demi memutus mata rantai penyebaran covid 19. Jenuh dan bosan, namun dicoba untuk bertahan mengikuti aturan .

Banyak cara yang dilakukan untuk mengusir kejenuhan dan kebosanan, seperti tik tokan, main game, masak-memasak, berselancar di dunia maya, membaca, ikut seminar, webinar, ngerumpi di Wag, FB, IG dsb.

 Di masa TFH dan WFH. Wag keluarga besar di anroid saya juga tak kalah seru dari wag lainnya. Untuk mengusir kebosanan dari kegiatan yang monoton ( masak, bersih-bersih,  dampingi anak belajar , rebahan. makan dan makan lagi ).  Ada saja hal yang disharenya. Aneka  kuis, tebak kata acak, meme lucu, tebak foto jadul masa lalu bahkan masa balita , siraman rohani, lagu, vidio lucu  serta info update lainnya.

Bersama ada di wag keluarga itu tak terasa jauh, walau realitanya tempat tinggal kami berjauhan. Berasal dari  kakek dan nenek moyang sama, menyebar di mana mana. Mulai  Kalimantan Selatan, Bandung , Surabaya, Lumajang, Jember, Klabang, Bondowoso, Tamanan dan Maesan. Aliran darah yang sama alasan pengikatnya.

Himbauan Jaga jarak  fisik, tak menjadikan hati kita antarsaudara jadi ikut jauh. Tapi sebaliknya, diam di rumah hati kami terasa kian dekat. Tentu saja asal ada paket data dan signalnya.

Saya mungkin anggota yang paling jarang intensitasnya dalam memberikan komentar, saya suka ngintip dan baca saja, kecuali pas lagi senggang baru ikut nimbrung bersahutan dalam chatingan.

Suatu ketika _saya lacak jejaknya (18 April 2020) ada postingan foto dari adik sepupu, M.Alif,  Maesan rumahnya. Dalam caption singkat "Ayo tebak ini foto siapa?" Pada selembar foto tiga bayi dalam posisi terlentang berjejer 3. Saudara yang lain pun berkomentar, "ha ha itu foto trio bolang". Beberapa foto lain dari trio bolang pun bermunculan. 
Ada foto ketika ketiganya sudah bisa duduk, ada masa TK dengan saudara lainnnnya, masa remaja, bahkan foto terupdatenya. Nampang dengan formasi trio bolang saja.
Yang mengelitik hati saya, juga pembaca  wag keluarga saat itu, postingan dua foto trio bolang yang diset dalam 1 frem dengan posisinya yang sama. Unik, lucu dan haru dibuatnya. 
Berurutan dari kiri Oby, Opank dan Eky

Unik posisinya yang tak berubah dan gayanya mirip atau kostumnya senada. Lucu mengingat tingkah polahnya ketika masa kanak- kanak. Jika ketiganya bertemu tidak ada bagus dan rapinya tempat, semua jadi berantakan, meja dan kursi jumpalitan.

Ketika bersekolah TK pun tak ada perubahan, ruang kelas jadi tempat jagongan, tak bisa diam selalu saja ada yang diributkan. Sampai gurunya memberi julukan "tiga bocah pinter yang banyak cerita mengundang tawa".  Beruntung gurunya sabar luar biasa. Apalagi trio bolang itu adalah cucu dan kemenakan guru sendiri. Sisi positif bersekolah pada kerabat dekat.

Siapa Trio Bolang ?
Trio bolang merupakan tiga bocah petualang. Disebut bocah petualang mengingat masa kanak kanaknya, mereka bertiga melalui harinya mirip kisah anak petualang yang disiarkan salah satu stasion telivisi waktu itu.

Komposisi trio bolang terdiri atas1) Noval Ahsanul Nawaw nama panggilan Opank 2) Mohammad Ghaffar Asidiqi nama panggilan Eqi dan Mohammad Saobirin Firdaus biasa dipanggil Obi.

Formasi Opank, Eky, Obi


Opank merupakan paman dari Eqi dan Oby. Sementara Eqi dan Oby adalah saudara sepupu. Ibu mereka kakak beradik. Jadi ketiganya memiliki ikatan pertalian darah. Rumah Eqi dan Oby berdekatan hanya berbatas tembok. Sedang Opank sekitar 3 Km dari Eki dan Oby.

Masa kehamilan  ketiganya bersamaan, hanya selisih hitungan bulan. Tradisi nenek Opank atau nenek buyut Eky dan Oby, jika dalam satu keluarga hamilnya bersamaan, maka para ibu hamil diadati dengan makan senampan (acarbuk) makan dalam 1 wadah  yang sama secara bersama, mengawali dan mengakhiri harus bersama) -sekali dalam masa hamil. 

Sebuah tradisi yang memiliki filosofi bagaimana mengajarkan pada jabang bayi tentang kebersamaan, tidak saling mengalahkan , hidup rukun dan tentram. Bukankah mendidik generasi dimulai dari masa kehamilan?

Haru melihat kekompakan dan kerukunannya. walaupun sejak SMA mereka bersekolah dan kuliah di tempat berbeda, namun selalu ada peluang mereka untuk bersama. Foto-foto moment kebersamaan itulah saksi bagaimana mereka dari masa ke masa  menjaga ikatan persaudaraan. Semoga mereka dan juga dengan para saudara lainnya mampu menjaga tali silaturrahminya sepanjang masa.


Bondowoso, 25082020
Penulis Husnul Hafifah



Cerita foto 1

Setiap orang pasti mengimpikan generasi penerusnya bisa hidup bahagia, hidup damai , rukun kompak dan saling bahu membahu dalam kehidupannya.

Saya juga bahagia dan senang menyaksikan orang lain atau kerabat saya sendiri  bisa hidup damai, rukun walau dari sisi karakter mereka memiliki keunikan tersendiri dan tak mungkin sama.  Begitu pun dari sisi rejeki , sudah ada takaran dan masing-masing tak mungkin tertukar. Hati siapa pun adem melihat dan mendengar antarbersudara  bila selalu rukun dan kompak.

Seperti halnya sore ini, saya membuka wag keluarga besar saya, yang berlebel " KB Ahmad Joyosuwito"  Anggota merupakan generasi penerusnya. Terdiri atas generasi pertama , mereka ini adalah putra putri dari kakek dan nenek yang berjumlah 11 orang utuh ditambah juga menantu. Generasi kedua merupakan para cucu dan menantu. Serta generasi ke-3 adalah para cicit yang usianya bervariasi ada balita, kanak, praremaja dan remaja.

Wag ini  benar- benar efektif dalam mempersatukan hati dan membangun keakraban antarbersaudara, terlebih mereka yang dibatasi jarak tempat tingal yang berjauhan. Di wag mereka bisa saling berbagi info, bercanda, curhat, saling mengingatkan dsb.

Tiap hari grup tidak pernah sepi, mesti ada saja yang diposting dan dikomentari hingga grup jadi rame. Contoh postingan foto berikut ini. 
Postingan foto jadul, mengundang tanya mereka yang rumahnya jauh dan nyaris tak pernah tahu masa kecilnya. Foto 4 bocah dengan pose 2 berdiri dan dua duduk itu merupakan saudara, sepupu dan kemenakan. 
Mereka searah jarum jam adalah Uca, Ice , Opank dan Oby

Tanpa disangka, kemarin saat para saudara itu camping di Kawah Wurung ada satu dokumen fotonya yang persis formasi 4  ketika masa kecilnya.

Formasi 4 , Opank, Ice dan Uca adik-kakak, dan Oby. Opank adik sepupunya (ayah Opank saudara kandung Ayah Ice dan Uca) , Oby adalah kemenakannya ( nenek Oby sesaudara dengan ayah Uca,Ice dan Opank).
Senangnya melihat mereka yang selalu rukun dan kompak hingga dewasa. Kendati rumah mereka tidak berdekatan, didikan dan pembiasaan yang diajarkan dari leluhur untuk selalu menjaga tali silaturrahmi, dipegang teguh dari generasi ke generasi. Selalu menyediakan waktu luang untuk menikmati kebersamaan. Semoga persaudaraan mereka tak lekang oleh waktu tetap terjaga sampai ke surga. Aamiin

Bondowoso, 24082020
Penulis: Husnul Hafifah









Pelesiran


Tantangan menulis tema wisata  kali ini , membuatku benar benar mati kutu. Bagaimana tidak mati kutu jika di kepala tidak ada rekaman wisata, karena memang tak kemana mana alias di rumah saja ? Aku itu orang yang kurang menyukai pelesiran. Aku tipe rumahan. Andaipun akhirnya aku sampai ke tempat tempat wisata, rata-rata karena terpaksa dan dipaksa, tak bisa menolak rengekan anak misalnya, atau sekadar ikut partisipasi ajakan saudara, teman yang tak ada alasan kuat untuk kutolak. 

Wisata jadul sih ada, jaman pra remaja dulu kisaran SMP akhir atau awal SMA , 3 kali  pendakian ke gunung di sekitaran Bondowoso, seperti ke Gunung Putri bersama anak-anak pramuka masa sekolah. Gunung Patirana ikut napak tilas pejuang, dan menembus belukar Gunung Ko'ong tanah Wulan Maesan menikmati  indahnya air terjun kembar yang masih asri dan belum terjamah, kala itu bersama paman dan saudara sepupu lainnya yang usianya sepantaran. Wisata alam yang benar benar jadul tak tersentuh rekam kamera.

Wisata jaman SMA akhir bersama teman sekelas ke pantai selatan -Batu ulo, kenangan masa lalu yang foto - fotonya sudah luntur. Atau juga wisata saat perpisahan dengan teman kuliah D2 satu angkatan, pertama kali merasakan naik kereta ekonomi dari Jember ke Lumajang- bising deru keretanya masih terngiang sampai sekarang. lanjut naik angkutan pedesan menunju Ranu Pane, Ranu Pakis, klakah,  3 dari 7 ranu yang ada di lumajang pernah aku kunjungi. Lukisan alamnya sangat indah, airnya bening dan menyejukkan. Sayang juga dokumentasinya tidak diketemukan.

Wisata bersama keluarga yang agak update Pelesiranku terakhir kali sebelum covid- rombongan bersama saudara  saat menghadiri halalbihalal keluarga besar di Asembagus Situbondo, pertengahan tahun 2019. Tradisi di keluarga besar kami, tiap tahun menyelenggarakan halall bihal. Tempatnya ditentukan jauh hari sesuai kesepakatan. Keluarga besar Nirwan Al Joyosuwito itu nama kakek moyangku. Tahun 2019 jumlah generasi penerus keseluruhan 350 jiwa. Terdiri anak _menantu, para cucu- menantu,cicit- menantu dan para cangga. Seingatku waktu itu yang hadir sekitar 60%. Bahagia terpancar di hati para hadir, jumpa tahunan di acara halal bihal sangat mengesankan dan menyenangkan. Kerukunan, kebersamaan dalam canda, tawa saat itu, sekarang jadi kenangan. Tahun ini pandemi covid halalbihal ditiadakan, momen itu kini dirindukan.

Rombonganku waktu itu (4 mobil) Pulangnya mampir ke Pelabuhan, namun karena terik tak jadi turun, melanjutkan perjalanan menyambung silaturrahmi ke rumah saudara (ponaan nenek) secara silsilah aku masih memanggil kakek pada saudara yang akan dikunjungi_ yang nyaris putus komunikasi. Rumahnya di daerah Widuri (lupa nama desanya) kecamatan cermee.

Tak disangka sangka rumah yang ku kunjungi, di bagian belakang ada kolam pemandian anak-anak.  Penataannya lumayan menarik, tersedia tempat santai, melepaskan penat dengan suasana yang asri dan menyegarkan. Taman bunga, gemercik air terjun kecil buatan pada dinding kolam ikan.  Kelincahan ikan hias yang kesana -kemari pada air kolam yang bening, menambah nikmatnya mata memandang.

Pada gasebo _di atas kolam ikan sudah disajikan berbagai menu makan siang seperti aneka sea food, bakso, mie goreng, cap jay dan es campur. Benar -benar menggugah selera, walaupun kurang dari 2 jam lalu sudah makan.

Perjalanan dari Asembagus menuju widuri hanya butuh waktu sekitar 1 jam jika tidak kesasar. Berhubung mobil yang  kutumpangi kesasar waktu tempuh bertambah 30 menit.
Tak lama setelah berbincang dengan tuan rumah, rupanya tuan rumah peka dengan tingkah anak anak yang mulai gelisah, akan  godaan hidangan yang sengaja disiapkan, menunggu para tamunya. 

Lampu hijau tuan rumah pun dinyalakan, tak perlu menunggu lama, antrean makan ronde kedua dimulai. Dalam waktu sekejap hidangan tersapu bersih. Perut kenyang sekali. 

Itu kenangan pertama kali menyambung silaturrahmi pada kemenakan nenek. No kontak sudah dikantongi, kami masing- masing berjanji untuk terus menyambung silaturrahmi. Namun tahun ini rupanya janji itu lagi lagi kembali diuji. Kami  masih belum bisa saling mengunjungi. Dalam suasana yang takmenentu ini, aku hanya bisa berdoa, semoga pandemi tidak memutus lagi tali silaturrahmi.

Berbicara tentang wisata , jejaka  no 2, dalam dua bulan terakhir ini sudah 2 kali camping. Camping pertama ke sekitar kawah ijen bersama kawan kawanya saat MTs. Kemarin pamiit lagi mau Kawah wurung bersama para sepupunya. Katanya sih khusus jomlowan dan jomlowati. 
 
Eh tak tahunya buka wag keluarga  pagi tadi postingannya vidio dan foto-fotonya yang camping dari balita sampai yahmuda dan bumuda. Selengkapnya : di sini Pantas mamanya tidak diajak plesiran. Rupanya dia ingat  protokol kesehatan yang boleh plesiran usia tak lebih 50 tahunan.


Bondowoso, 22082020
Penulis: Husnul Hafifah

Telepon Dari Dianna

Handuk baru saja kuraih dari tempat jemuran sesaat berikutnya kukalungkan di leher. Tetiba nada panggil gawaiku yang tergletak di meja ruang tengah berbunyi. Segera kuhampiri, tertera sebuah nama "Dianna", teman SMPku.

Aku terduduk di kursi tak jauh dari gawai berada. Asyik terlibat banyak hal tentang hobi baru yang dua tahun terakhir ini muncul mendayu lebih condongnya menggebu. Dianna teman SMP 1, era 80-an awal, aku masih teringat masa itu, berseragam putih biru, rambut sepinggang bergelombang. Sorot matanya yang tajam dengan senyumnya yang menawan, salah satu primadona SMP 1. Aku dan teman-teman sekelas biasa menyebutnya dengan Lidya Kandow SMP 1 Bondowoso.

Kenangan satu kelas dengannya yang kuingat adalah suka corat-coret meja dan bangku kelas. Beberapa kali aku belajar kelompok di rumahnya. Dari rumahnyalah aku pertama kali tahu nama dan merasakan  lezatnya kue putu hangat. Lepas SMP kami hilang kontak, maklum kala itu masih jadul alat komunikasi HP belum ada. 

Baru di tahun 1993-an, ketika aku CPNS di kemenag aku tahu kabar tentangnya. Dianna lebih awal CPNS di Kemenag yang sama, namun itu pun nyaris tak pernah ketemu. Ketika Kemenag menerapkan Absen elektronik (2010-an) kami dipertemukan dalam wadah wag Absen KUA Grujugan. Kami sebagai guru PNS yang dipekerjakan di madrasah swasta untuk tertib kehadiran dan kepulangan dari rutinitas kerja , tempat presensinya di KUA kecamatan. Kebetulan aku dan Dianna  wilayah kerjanya dalam kecamatan yang sama.

Wadah absen inilah yang mempererat kembali tali silaturrahmi, mungkin karena hobi baru (menulis)  komunikasi kami kian intens. Hobi menulis kala usia di angka sexi (seket siji=51). Di grub absen, Diana, Ustaz Febry ( trainer dan motivator MG) dan aku sering berbagi tulisan. Tulisan tulisan ringan dan sederhana. Tujuannya  juga sederhana hanya ingin mengajak anggota grub  agar lebih berliterasi (membudayakan membaca dan menulis) menghindari hoax.

Singkat cerita agar hobi baru itu berkembang dan naik kelas, penting untuk bergabung dengan komunitas yang sevisi. Baik Dianna dan aku, ada di beberapa komunitas wag yang sama sebagai wadah pengembangan diri dalam menulis. Seperti wag antologi Bondowoso, Media Guru Bondowoso, webinar V, dan terakhir Dianna menginviteku langsung dalam 2 grup ikatan Guru Madrsah Pengerak  Literasi Tingkat Jatim serta tingkat Kabupaten Bondowoso. Jujur aku salut pada Dianna, dia lebih getol dan peduli untuk menggiatkan literasi di madrasah. 

Saat  gerakan literasi madrasah  digaungkan, mulai pertengahan 2019 geliatnya masih tak beriak. Madrasah sepi tanggap. Pelatihan menulis di akhir februari 2020 dibilang sukses dari jumlah peserta, namun sukses hasil masih jauh dari target. Karya satu guru satu buku dari pelatihan menulis tingkat ketercapaiannya belum ada 10%.

Dianna dengan semangat 45-nya di era endemi covid 19, menyalakan obor menggerakkan guru madrasah dalam wadah IGPL Bondowoso. Legalisasi memang belum dikantungi. Namun sejumlah program telah disusun dan dirancang. Pelatihan dasar menulis di era digital sudah dilaksanakan. Alhasil peserta / anggota wag sudah memiliki pena digital berupa blog pribadi. Program lain sudah menanti. Dalam curhatnya kali ini dia bingung darimana dananya nanti. Sementara yang dilakukannya saat ini menggunakan dana pribadi.

Dianna, engkau sudah Uti tapi tetap baik hati. Aku hanya bisa berdoa semoga asa luhurmu mengiatkan guru madrasah berliterasi menemukan solusi. Engkau tak menyerah oleh uji.
Oh iya, hampir satu jam kita ngobrol, kapan -kapan lanjut lagi. Aku lanjut mau mandi.
Salam litersi.

Bondowoso, 200820
Penulis: Husnul Hafifah

PJJ Daring Picu Darting

 

Seperti yang kita pahami bersama bahwa pembelajaran jarak Jauh (PJJ) merupakan solusi atas pelaksanaan kegiatan pembelajaran bagi zona di luar hijau. Pelaksanaannya ditetapkan berdasarkan SKB 4 menteri. Ada 3 moda dalam PJJ, pertama daring, kedua luring dan ketiga kombinasi.

Bagaimana implementasi PJJ ini? Yang bisa menceritakan tentunya pertama adalah guru mengingat guru merupakan ujung tombak dari kegiatan, yang kedua adalah orang tua selaku pendamping anak saat kegiatan BDR dan ketiga adalah siswa sebagai pelaku sekaligus pembelajar.

PJJ pada satu sisi, membuat guru keluar dari zona nyaman. Perubahan dari pola mengajar tatap muka menjadi pembelajaran dari rumah menuntut mereka untuk berbenah. Memperbaiki kualitas diri, terutama dalam penggunaan media pembelajaran berbasis IT. Guru dituntut belajar secara mandiri, mengikuti pelatihan pelatihan, webinar baik gratisan dan berbayar. Guru yang tidak mau belajar akan habis dihajar perubahan.

Banyak sekali kisah inspiratif, menyenangkan dalam PJJ utamanya tentang keberhasilan para guru dalam daring. Bagaimana mereka mendesain pembelajaran memanfatkan IT, memadukan penggunaan berbagai aplikasi sebagai media, dari yang sederhana sampai  yang kompleks. Jejak rekam kisah guru dalam PJJ ini bisa dibaca dalam berbagai buku antologi  seperti yang diterbitkan MG atau juga bisa dijumpai pada blog gurusiana, Komunitas Sejuta Guru Ngeblog (KSGN) bersama PGRI, kompasiana, di facebook, IG dsb.

Sebaliknya  banyak juga cerita atau kisah kegagalan atau duka dari PJJ yang tidak dituliskan oleh para guru.Bisa jadi karena tema tema yang diusung hanyalah tentang keberhasilan dari daring itu sendiri, Kecanggihan IT memang sudah tidak dipungkiri, terkadang guru sudah siap materi dengan berbagai media berbasis digital dan IT, bahkan pemerintah dalam hal ini Kemenag, misalnya sudah menyiapkan media  seperti E-learning sebagai  salah satu media  pembelajaran  daring. Melalui E- learning guru bisa memberikan materi pembelajaran berupa modul, artikel, link video dll. juga ada fitur untuk CBT online, Komplit dangan penilaian/ulangan dilakukan terintegrasi daring. Web ini memang didesain khusus untuk pembelajaran daring. Jika benar -benar dimanfaatkan pembelajran akan lebih efektif dibandingkan hanya memanfaatkan grup WA. Apalagi Kemenag sudah menyediakan web hosting dan domain gratis. Jadi madrasah tidak perlu menyediakan server fisik ataupun menyewa hosting dan domain berbayar.

Apa masalahnya? Sebagus apa pun medianya, sama dengan media daring lainnya.  Membutuhkan paket data/internet, butuh HP atau laptop. Bagi orang tua yang bermukim di pedesaan  HP/laptop dan signal masih merupakan barang langka dan sulit dijangkau. Jika hal kunci ini tidak tersedia maka tetap sia-sia. Guru tidak akan bisa bercerita bagaimana asyiknya PJJ daring. Terlebih di pesantren yang notabene santri/ murid dilarang membawa hp.

PJJ daring juga tidak selalu bersensasi menyenangkan, baik itu yang dirasakan sebagian guru dan dirasakan sebagian orang tua. Seperti yang dituturkan oleh seorang kepala TK  terkait  daring yang dilakukannya setiap hari melalui wa pada orang tua. Hpnya sering eror, memori penuh, tiap hari pikiran tegang. Gegara daring mengubah tensi menjadi darting ( darah tinggi).

Yang tak kalah "dartingnya" adalah orang tua terutama ibu, tugasnya menjadi tidak sekedar double ngurus rumah, masak, ngurus anak , ngurus belajarnya anak. Bertumpuknya pekerjaan rumah yang tidak berkesudahan, memudahkan emosinya  meninggi. Anaknya sulit "diajari" jadi sasaran kemarahan dan disakiti. Duh ibu tega sekali, kenapa seperti ini? Selengkapnya di sini

Salam literasi
Bondowoso, 19082020 
Penulis : Husnul Hafifah 



Hanya Sebentar

Bukan menghilang, hanya pergi sebentar
Menepi dari hingar bingar 
perjalanan maya
Melasahkan  diri  menyapa

Perjalanan ini terhenti
Wifi umbar selaksa janji
Nyatanya gombal
Wifi bolak balik tak fungsi
Picu tensi meninggi...

Aku pergi sebentar
Berdamai dengan hati
Menyapa sekitar...
Bermain gemercik air
Di sela deting piring -gelas kaca
Mainkan tarian sufi  
di ruang dapur di sudut sudut kamar

Menikmati kebersamaan  jejaka _dara -buah hati 
menunai rindu terhutang
di zona merah

Aku menepi sebentar
Bercanda dengan humus
Benamkan benih kangkung
di wadah -wadah berkat
disemat kolam kecil penampung lele

Aku bersunyi sebentar
Merasa rasakan semilir sepoi
di rimbun hijau batang -batang seledri
Ranum segar merdekakan hati

Salam literasi.
Kandang Seledri, 170820
Husnul Hafifah



  





Olemmen


Selepas undur diri tetangga yang bertandang ke rumahnya, Kang Sur dan yu Sur kelimpungan. Ini sudah kali ketiga mereka menerima tamu berbeda, bertujuan sama. Silaturrahmi menyampaikan olemman. Olemman ( undangan lisan) hajatan pernikahan. Kang Sur dan istri terlihat tidak tenang. Akhir bulan Besar, total  10 undangan 

Dibukanya 2 kitab kumal miliknya. Dua kitab karya 2 kali hajatan. Surti si Sulung dan Ningsih anak kedua. Dikibas-kibaskan kitab itu pada kaki dipan. Dalam temaram  lampu neon 10 watt di bilik kamar, lalu dikajinya.  Gurat tulisan  sangat jelas pada retinanya tanpa kaca mata. Catatan sumbang-menyumbang ala tradisi desa. 10 undangan itu nyaris tak membuatnya tidur semalaman. Solusi beban hajatan belum ditemukan. Menjelang subuh matanya menangkap kilau gelang sang Istri. Gelang Yu Sur digadaikan. Lumayan bisa menyilang nama pada buku catatan .

Hari H undangan. Kang Sur masih ada ganjalan. Satu amplop dalam kitab catatan,  1/2 juta belum ada isinya. Solusi buntu. Tapi Ia nekat berangkat  Di bawah terop sohibul hajat, Kang Sur tak tenang. Tak bisa menikmati hidangan dengan tumakninah.Telinga dan pandangannya tertuju pada juru siar.  Aneh ia tak mendengar yang digelisahkannya. Juru siar seolah paham resahnya. tak menyiarkan di pelantang isi amplop kang Sur hanyalah tulisan "Maaf, belum bayaran" dan kata penyerta lainnya.

Salam literasi
Bondowoso, 14082020
Penulis: Husnul Hafifah

Kunjungan Maya

Agustus sudah memasuki pekan kedua. Namun corona belum mereda. Tak ada tanda akan berlalu dari kota-kota penjuru negriku. Bahkan pekan pertama Agustus kotaku yang sudah di zona kuning kembali  merah merona, merata di seluruh penjuru kampungnya. Lonjakan terpapar dan positif covid melesat tinggi. Gundah dan gelisah kembali melanda. Secercah harapan menuju zona hijau sirna sudah.

Ahamdulilahnya selang dua hari  zona merah, di peta mulai bermunculan kembali warna kuning. Sebuah keajiban luar biasa, Mungkin lantunan dao- doa yang diijabah ataukah sebuah permainan belaka. Ada pertanyaan besar memang dari status zona yang begitu singkatnya berubah. Ah entahlah aku tak ingin tahu  urusan apa  di balik pandemi ini. Biarlah itu urusan mereka, aku akan mengerjakan urusanku saja.

Hari ini agendaku adalah mengunjungi sebuah sekolah. Jarak tempuh jika lewat jalur semestinya -+ 20 KM. Namun jika lewat jalan pintas bisa hemat 10 KM. Perjalanan 10 KM itu sangat mengasyikkan. Walau jalannya tak semua mulus, jalanan berselang seling 1 km mulus, 1 km berikutnya aspalnya terbuka, dengan batu batu menyembul kadang berlubang dan menganga. Jika tidak fokus siku dan lutut kaki taruhannya. Begitulah kondisi jalanan hingga menuju pelataran sekolah yang saya kunjungi hari ini. 

Suguhan alam yang masih asri, sejuk sepanjang jalan kanan kiri diapit hamparan sawah nan luas. kadang ditanami padi, tembakau, jagung sesuai musimnya. Berselang seling dengan pemukiman penduduk. Sungguh merupakan pemandangan yang melenakan mata lupa jalanan tidak rata, lupa berkeluh kesah.
Terlebih bila Agustus tiba , sepanjang jalan perkampungan dihias sebegitu rupa. wujud nyata betapa mereka begitu cinta tanah airnya.

Lima bulan sudah berlalu, aku belum pernah lagi melintasi jalanan itu. Perjalanan di Agustus menuju sekolah kali ini sangatlah berbeda. Aku tak melintasi jalanan seperti biasanya . Tak kulihat pemandangan asri penyejuk mata, hiasan dengan segala pernah pernik penghias kampung tak kujumpa. Perjalananku kali ini adalah perjalanan maya, melalui wag suatu sekolah.

Aneh memang kedengarannya wag menjadi pilihan jitu sebagai kendaraan menuju sekolah saat pandemi mengelilingi.  Mengapa bukan zoom, webex, goegle meat dan sejenisnya sebagai media. Ya  itulah realita, dan  hanya itu yang bisa, itu pun bukannya tanpa kendala. 
"'
Pukul 07.33 aku mengetuk pintunya namun belum ada sahutan. " Terlalu pagi!' pikirku. Aku sabar menanti sambil meneruskan perjalanan maya ke tempat lain. Di wag sebelah aku menemukan tulisan tentang ajakan evaluasi pelaksanaan PJJ daring dan luring dari seorang guru blogger Indonesia. Ajakan ini rupanya satu benang merah dengan agendaku. Ingat agenda segera aku kembali pada tujuan perjalanan mayaku.

Sekali lagi, saat jam dinding di angka 8. kuketuk pintu wag sekolah itu dengan salam. Sama, tak ada sahutan.  Kucoba mengintip ke dalam, separuh penghuninya tahu jika aku menyapa. Mungkin udara dingin penyebabnya, sendi-sendi jemari mereka kaku, hingga tak kuasa untuk digerakkan sekedar memencet tombol gawai , menjawab salamku.

Sabar, sabar, begitu aku selalu mengingatkan diri saat emosi mengarah tinggi. Coba evaluasi ! Aku sadar, aku selalu menganggap sekolah utamanya kepala sekolah nalarnya sudah jalan. Kesalahanku dalam memberikan informasi dan instruksi tidak mendetail. Seperti yang hari ini terjadi, dalam bayanganku walau KBM luring guru -guru standbye mulai pukul 7. Eh ternyata aku  salah. Hari ini guru -guru malah diundang pukul 08.30 oleh kepala sekolah.

Pantaslah, ketuk pintu, dan salamku hanya diintip saja. Rupanya  para guru komitmen dengan undangan kepala sekolah. Menjawab salam saja menunggu kepala sekolah.Tak mengapalah penting semangat mengajar mereka di masa pandemi masih menyala.

Salam literasi
Bondowoso, 12082020
Penulis: Husnul Hafifah

     






Satu yang Tak Enak

 

Ahmad Subarjo, lahir di udik. Anak bungsu dari 5 bersaudara. Bapak-Emaknya adalah petani, yang tidak mengenyam pendidikan tinggi hanyalah lulusan SD. Bermodalkan doa dan ketulusan cinta orang tua serta kakak kakaknya Ahmad Subarjo yang biasa dipanggil Paijo bisa mengenyam pendidikan tinggi, lulusan S3 di luar negeri.

 

Nasib membawa Paijo jadi orang sukses, ia tinggal di perumahan elite bersama seorang istri dan kedua buah hatinya. Kesuksesan Paijo tidak membuatnya ia lupa diri. Ingatannya pada bagaimana peluh Bapak dan Emak yang mengucur di jidat dan punggung di bawah terik matahari kala di sawah. Pada tangisan lirih si Emak dipenghujung malamnya. Bayangan para kakaknya yang berjuang keras dan secara berpatungan menyumbang biaya ketika akan membayar uang bulanan dan biaya kuliah. Semua  jelas tak lekang dan melapuk. Paijo tak ingin dianggap anak durhaka seperti kisah Malin Kundang.

 

Singkat cerita  saat liburaan diboyongnya Bapak dan Emak serta kerabatnya ke Jakarta. Dibawanya mereka  ketempat-tempat hiburan, mall dan restoran ternama. Ada ragu pada sorot mata Bapak dan Emaknya saat diajak ke restoran. Namun berkat breefing yang diberikan akhirnya mereka setuju saja. Dipesanlah menu menu makanan termewah untuk kerabatnya. Kerabatnya tanpa ragu mengikuti bagaimana Paijo mengambil makan dan menyantapnya. Semua dicicipinya satu persatu. Mereka terlihat puas dan manggut mangut. Paijo melirik pada Bapak, Emak serta saudaranya. Semua mengacungi jempol.Tiba tiba Bapak Paijo buka suara, cuma satu yang tak enak le, iku sing bok jumuk keri keri! Paijo terperanjat dan ia pun menahan tawa geli takut berdosa. Ia masih ingat terakhir kali Paijo mengambil tusuk gigi.

 

Salam literasi

Bondowoso, 11082020

le : sebutan untuk anak laki laki

Iku sing bok jumuk keri keri: itu yang kamu ambil paling akhir

Kejutan

Aku no 2 dari 3 bersaudara. Cacak (Kakak) aku dan adik perempuanku. Umurku dengan Cacak hanya terpaut 4 tahun sedangkan dengan Adik 9 tahun. Walau no 2, postur tubuhku lebih besar dan kekar dibandingkan  Cacak. Tak heran bila orang mengira aku yang no.1. Ketika masa kanak-kanak akupun biasa bertindak sebagai pembela saat anak-anak kampung usil pada Cacak. Endingnya mesti aku yang selalu berkelahi tak terima bila Cacak dibully.

Kenangan masa kanak-kanak bersama Cacak  sering kurindu. Sejak Cacak SMA hingga kerja, aku jarang ketemu,  Ketemu jika pas libur semester atau hari raya. Hari raya di masa pandemi ini Cacak tidak pulang. Ia tak berani tak punya nyali. Berbeda denganku , Sejak usai ldul fitrih aku sudah 2x balak balik dari rumah - ke Malang (tempat kost). Aku tahu sebenarnya  Cacak sangat merindukan  Mama, Ayah , Uti  juga saudara di rumah. Hanya Cacak lebih jauh kedepan memikirkan kesehatan dan keselamatan semuanya. Aku memakluminya. Karakter Cacak yang sangat hati- hati bahkan cenderung berlebihan menyikapi pandemi, hingga Ia lebih memilih memendam sendiri kerinduannya. Aku tak tahan dengan sikapnya.

Akupun menyusun strategi gimana bisa mengajak Cacak pulang. Kebetulan aku ada acara ke Malang.  Baru 3 hari di Malang kubaca wag keluarga. Isi mengabarkan  si mbah Iyut Uti masuk UGD, sehari lagi akan di operasi. Tanpa menunggu waktu aku memajukan jadwal  kepulanganku. Rupanya berita sakitnya Iyut uti meluluhkan hati Cacak, iya ambil cuti 2 hari. Cacak kubawa pulang sebagai kejutan pada orang rumah, Mama utamanya. Kamis malam tepat pukul 21.30 berdua aku sampai rumah. Benar-benar kejutan!  Bahagianya kulihat ekspresi mama saat sulungnya sampai rumah. Namun bahagiaku tak lama. Berganti perih meliliti rasa perutku. Aku harus melewati malam dengan menahan lapar.  Ternyata datang dengan kejutan, Tidak  jatah makan , apalagi menu kesukaan.


Bondowoso, 8 Agustus 2020

Memburu Penasaran ke Library cafe

Rasa penasaran yang sudah di ubun-ubun. Mendorongku untuk berangkat berburu  memenuhi hasrat penasaran. Bersama teman setiaku, scopy butut pukul 08.10, dengan bassmalah kutancap gas keluar dari pelataran rumah.

Tulisan  Diana _teman SMPku, di wag Ikatan Guru Madrasah Penggerak Liiterasi  berjudul  library  Cafe dua hari lalu, memancingku. Foto -foto pendukung  tulisannya  seakan menjadi kumparan magnet yang menarikku menuju pusarannya. Selain itu di library cafe hari ini menjadi pilihan panitia sebagai  tempat pelatihan membuat blog  bagi komunitas IGMPL. Klop ! Aku tak bisa mengelak untuk tidak memburunya. Walau aku tak mendaftarkan diri secara resmi, tak ingin hati ini melewatkan kesempatan itu. Sebetulnya sih sejak 3 Juni lalu aku sudah punya blog pribadi, sebelumnya juga rajin mengisi blog royokan Gurusiana.  Aku merasa masih banyak hal yang harus kupelajari.

Sebagai penduduk kota kecil -Bondowoso, tak sulit untuk menemukan tempat cafe itu. Mungkin efek kurang literasi atau karena merasa sok tahu -gengsi bertanya, perjalananku  kelebihan  1 KM jauhnya dari tempat yang dituju. Benar ternyata "Malu bertanya sesat di jalan"

Putar balik akhirnya sampai juga, acara sudah dimulai, sambutan ketua IGMPL sudah hampir diakhiri.  Penasaran pertamaku terbayar saat masuk library cafe yang telah dipenuhi peserta namun masih ada tempat tersedia untukku bersimpuh bersama peserta lainnya. Sapuan mata kilat menembus segala penjuru ruangnya. Kagum, bangga melihat sajian cafe yang berbeda dari umumnya. Cafe yang pajangan raknya dipenuhi koleksi buku, tak ada cemilan atau pun makanan yang kutemukan  pada ruang ada. Aku menilainya inilah sebuah keberanian yang luar biasa dari pemilih Cafe dimana ia mengelola bisnis yang secara hitungan akal  jauh dari nominal keuntungan. Mengingat geliat pasar pegiat literasi di kota kecilku masih sepi. Aku yakin bukan keuntungan nominal yang Ia cari, namun keberkahan dan kebermanfaatan hidup yang ingin ia bagi.
 
 Waktu terus bergulir, namun lamunanku belum berakhir saat Ustaz Aji Prasetyo atau Mr Jenggot-nama pena pemberi materi. Alhamdulillah paparannya mudah dimengerti dan sabar dalam memandu. Membuat blog terasa sangat mudah dengan bimbingan langsung, dibandingkan belajar lewat tutorial you tube seperti yang saya alami 3 juni lalu, Terpakasa, dipaksa akhirnya bisa juga buat blog dengan perjuangan yang berdarah darah. Bagaimana tidak berdarah darah, usia sudah lolita, ITnya minimalis ditambah lagi bahasa Inggris yang nyaris . Butuh waktu seharian untuk bisa ngeblog. Posting, ngedit, share perlu berulang ulang dan bolak balik lupa. He he seru juga ternyata mengingatnya. 

Belajar langsung bersama Mr Jenggot ternyata lebih mudah.sayang waktu jua yang membatasinya . Semoga lain waktu bisa belajar lebih banyak lagi cara mendandani blog agar bisa tampil cantik dan menarik.

Ending acara ternyata tak kalah mengejutkan, pemilik cafe yang awalnya sebatas kutahu namanya, memberi surpres. Semua peserta diberi hadiah buku karyanya.  Saya diberi kesempatan memilih pertama kali  dari 6 judul buku karya  dari pemilik cofe libraray --P.Taufik Hidayat. Keenam buku tersebut terbit tahun 2020 dan dikerjakan dalam waktu hanya 6 bulan. Fantastis sekali, dan  seperti yang disampaikan P.Taufik Hidayat salah satu proses pembuatan buku dilakukan dengan observasi ke Timur Tengah selama 2 Pekan.Keenam buku tersebut selengkapnya di sini.

 Penasaranku kian menjadi , 6 bulan 6 buku? Bagaimana caranya ya?
Dari bincang kilatku dengan  Pak Taufik saat pamit , aku menemukan triknya. Ternyata kuncinya adalah banyak baca buku. Membaca akan memberikan banyak wawasan dan pengetahuan, memberikan ide -ide dalam penulisan. Jadi menulis dan membaca itu adalah pasangan yang tak dapat dipisahkan, demikian trik yang disampaikan. Sebenarnya masih banyak yang ingin kutanyakan pada si pemilik cafe yang sangat ramah dan pemurah ini. Sayang aku harus melanjutkan perjalanan ke RSU, menengok nenek yang hari ini menjalankan operasi.

Akupun pamit, dengan mengucap terima kasih pada  Pak Taufik serta panitia. Semoga apa yang kita lakukan ini banyak memberikan manfaat bagi peningkatan sumberdaya manusia di madrasah khususnya dalam berliterasi.


Salam literasi
Bondowoso, 072020
Penulis Husnul Hafifah

GOSIP KINERJA


Kita sudah paham dan merasakan bahwa kehadiran pandemi covid 19 ini, membawa dampak luar biasa di semua lini kehidupan. Salah satunya adalah dunia pendidikan. layanan pendidikan yang semula dilaksanakan dengan tatap muka, dengan alasan memutus mata rantai virus beralih pada  BDR (Belajar dari Rumah). Dalam waktu yang singkat dan dengan terpaksa para guru harus bisa memberikan pembelajaran via Daring dan luring. Demi kelangsungan pembelajaran guru dituntut untuk meningkatkan kompetensinya, guru perlu belajar terus belajar. 

ASN yang mempunyai tugas dan fungsi di lapangan ( pengawas) di masa pandemi covid -19 juga dibuat kelabakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Mereka suka tidak suka juga dituntut mengadaptasi perubahan yang ada. Harus mampu mengubah strategi, mengingat apa yang sudah menjadi kontrak dan tertuang dalam sasaran kinerjanya berubah 180 derajat.

Pekerjaan terus berjalan perioritas kesehatan dan keselamatan diutamakan, demikian pernah disampaikan oleh direktur GTK di kementrian Agama pada salah satu acara webinar saat awal covid dan penerapan WFH. 

Prinsip  pelaksanaan tugas supervisi akademik dan manjerial, pemantauan dan pembimbingan, pembinaan dan penilaian terhadap guru, kepala madrasah, maupun kelembagaan serta pengembangan diri tetap dapat berjalan sesuai situasi dan kondisi lapangan. Tantangan bagi pengawas untuk bisa melakukan rekonstruksi pola pikir, pola kerja dan pola relasi sesuai dengan kondisi masa pandemi. Pengawas dituntut untuk mampu mengadaptasi bentuk dan mekanisme pengawasn sesuai denga kondisi sekolah dan memastikan bahwa pembelajaran tetap berjalan secara berkelanjutan.

Pencapaian target kinerja pengawas banyak bergatung pada lembaga / sekolah yang menjadi sasaran binaannya. Jadi tak heran jika di masa pandemi covid ini, kinerja pengawas banyak dipertanyakan dan menjadi sorotan.

"Enak ya jadi  Pengawas, kerjanya tak jelas tapi bayarannya jelas!
"Pengawas itu tidak ada kerjanya, tidak penting!"

Sindiran itu sudah  terlontar jauh sebelum ada covid. Dalam pandemi  covid -19,kinerjanya dipertanyakan.  Wajarlah  mereka "meragukan dan mempertanyakan kinerjanya". Memang yang nampak di mata  masa covid rata gedung-gedung sekolah pintunya ditutup tidak ada KBM di dalamnya. Pengawas dinilai tidak ada pekerjaan, makan gaji buta.

Ups!

Yang tersindir tak perlu marah dan sakit hati, justru sebaliknya jadikan evaluasi diri untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi. Memaafkan yang menyindir akan lebih arif, mungkin selama ini mereka hanya melihat apa yang mereka lihat. Atau mereka masih terlalu setia dengan image Pengawas era generasi baby bommers, belum tahu bagaimana kepengawasan di era generasi X.Oleh karenanya akan lebih arif juga jika penyindir   berliterasi lebih jauh tentang dunia kepengawasan. Pekerjaan pengawas adalah pekerjaan profesional. Dalam bekerja berdasarkan buku panduan dan SOP yang dipersyarakan. Yang perlu disadari juga bahwa pengawas adalah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan. Dalam pandemi covid-19 tupoksi pengawas tidak berubah dan tidak berkurang. yang berbeda hanyalah pada model pengawasan dan strategi pemenuhan standar  pengawasan minimalnya. Namanya saja darurat pandemi, jika banyak kekurangan mohon dimaklumi.
 


Salam litersi 
            Bondowoso, 5 Agustus 2020
Penulis Husnul Hafifah
            Blog: dianrynulfah.blogspot.com
 
 
  

Rumah


Akhir-akhir ini sore hari sering mendung. Langit berwarna putih keabu-abuan . Seperti biasanya ketika sore bada salat Ashar saya duduk di ruang tamu. Dari ruang tamu yang bagian depannya terbuat dari kaca, mengahadap ke barat, saya bisa  memandang lepas langit sore menunggu tenggelamnya matahari. Menunggu tenggelamnya matahari jika tidak diberi lupa, saya membaca dzikir petang. 

Indah nian pemandangan langit di sore hari jika tidak tertutup awan. Langit berwarna kuning keemasan, matahari perlahan turun dan lenyap di balik pucuk  gunung sejauh mata memandang. Hari pun menuju  petang , perlahan berganti malam.

 Sore ini saya tidak melihat pemandangan  langit berwarna kuning keemasan  di senja hari. Yang nampak jelas di hadapan hanyalah atap rumah yang tersembul di balik pagar tembok setinggi kurang lebih 4 m. Jauhnya kira hanya 25 m dari tempat saya duduk. Memandang atap rumah itu tetiba perasaan sedih hadir di pikiran saya. Atap rumah itu sejak 1998 melindungi penghuninya dari terik panas serta terpaan hujan. Kami berenam (bapak, ibu, dan  _empat putrinya). 

Saya tertua dan kedua adik saya menikah saat Bapak masih ada. Satu persatu pula kami meninggalkan rumah itu, membangun rumah tangga bersama suami. Tahun 2004 Bapak berpulang. Waktu itu adik bungsu belum menikah dan ia baru berstatus CPNS di Banjarmasin. Sebelum meninggal Bapak berwasiat agar nanti rumah itu ditempati oleh ibu dan selanjutnya diberikan pada adik bungsu. Kami pun menjalankan wasiat Bapak.

Perjalanan hidup manusia tidak ada yang tahu, Semua berjalan dengan apa yang sudah digariskan. Adik bungsu akhirnya 2006 menikah berjodoh dengan orang Bandung, mutasi ke Bandung  dan menetap di Bandung. Praktis ibu seorang diri menempati rumah itu. lalu adik no.3 (kakak bungsu yang masih serumah dengan mertuanya)-memboyong keluarga kecilnya ke rumah peninggalan Bapak. Singkat cerita rumah itu atas kerelaan adik bungsu dan kakaknya  serta ijin dari ibu,  wasiat yang diberikan Bapak dibarter. Rumah jadi milik adik no.3, adik bungsu mendapatkan  petak tanah pemberian Bapak untuk adik no.3.

Rumah peninggalan Bapak itu, sudah beberapa hari ini sepi tanpa penghuni. Adik bersama keluarganya sejak awal ramadhan tirah ke rumah mertuanya. Suaminya mengalami demensia dan strok. Sungguh ujian hidup yang dijalankan sangat berat. Saya hanya bisa mendoakan semoga Allah memberikan kesabaran yang tanpa batas pada adik beserta keluarganya. Penyakit suaminya segera diangkat dan  cepat kembali ke rumahnya. 

Sementara Ibu, sudah seminggu lebih meninggalkan rumah, begitu mendengar kabar nenek sakit. Ibu langsung ke rumah Nenek, di Maesan, 3 KM dari rumah. Nenek  usianya sudah uzur ( 87 tahun). Yang bisa dilakukan  putra putri Nenek adalah menemani , mengurus keperluannya,  menjaga dan merawat sebagaimana nenek merawat putra putrinya kala kecil, serta mendoakan  akhir hidup nenek bahagia. Bila  waktu pulang tiba agar dalam keadaan husnul khatimah.

Di senja  dalam sepi ini saya sadar, kita hidup hanyalah menunggu, mengantri. Agar tidak bosan mengantri Allah memberi kita bermacam mainan, kesenangan serta cobaan. Seperti harta, tahta, jabatan, wanita serta keturunan. Terlalu asyik dengan permainan dan kesenangan sering kali melenakan, lupa pada tujuan mengantri. 

Hidup sebentar rasanya. kemarin masih anak-anak, remaja, menikah kemudian punya anak lalu menikahkan anak-anak tidak terasa lalu menjadi tua  akhirnya ajal menjemputnya.  Mudah mudahan ketika malaikat Izroil menjemput dan membawa pulang ke rumahNya , kita diperlakukan dengan baik dan kita dimasukkan golongan husnul khotimah. Aamiin.


Bondowoso, 3 Agustus 2020
Penulis Husnul Hafifah

Lupa




Lupa merupakan hal biasa dan lumrah. bisa menghinggapi manusia  kapan saja. Baik  itu usianya masih anak-anak , remaja  dewasa ataupun orang tua. Siapa pun bisa lupa.

Anak - anak misalnya ketika ditanya oleh gurunya mengapa tidak mengerjakan  Pr alasan klasik biasanya menjawab lupa.  Atau anak kita sendiri ketika diminta ke warung disuruh membeli beberapa item belanjaan  tanpa daftar catatan . Hasilnya ? ada saja yang kelupaan, barang yang tidak terbeli atau membeli  tetapi kadang tak sesuai dengan harapan.

Sebaliknya ada kisah ibu /istri yang lupa  dan membuat geli penghuni rumah. Kisah lupanya pas hari Ahad. Pagi sekali niat masak untuk sarapan keluarga.  Berapa menu masakan sudah tersaji. Anak-anak dan suami sudah siap mengelilingi meja makan . Eh pas buka magig comnya, astaufirullah isinya tetap beras. Rupanya si Ibu lupa mencet tombol memasaknya. Gimana reaksinya jika terjadi di keluarga Anda?

Seorang suami pun punya kisah lupa yang tak kalah menariknya dari istri. Teman saya kepala sekolah pernah bercerita pada saya. Suatu ketika istrinya akan melahirkan anak yang ke-4. Persalinannya, karena tinggal di desa menggunakan jasa bidan desa langganannya . Pagi sekitar pukul 07.00 si Istri rupanya ada tanda -tanda akan melahirkan. Maka dijemputlah bidan desa itu dibawa  ke rumahnya. Setelah diperiksa perkiraan persalinan masih agak lama. Mendengar masih lama si suami pamit sama si Istri untuk masuk sekolah saja.

Singkat cerita saat suami kerja si Istri pun melahirkan dengan selamat seorang bayi laki -laki. Siang sekitar pukul 13.30 si Suami pulang. Sampai rumah lewat pintu depan melewati ruang tamu. Di ruang tamunya tergeletak koran yang masih rapi belum dibaca. Spontan ia pun duduk manis membaca koran. Berapa judul berita mulai head line dan berita lainnya sudah ia baca. Lumayan lama juga ,  baru penciumannya memberi signal dengan bau minyak telon menyengat khas aroma bayi.

Iapun terperanjat lari ke kamar tempat istri dan Bu Bidan tadi ditinggalkan.  Begitu sampai pintu kamar ia disambut tertawaan orang di dalamnya ( Bapak ibu mertu dan istrinya)-- sengaja membiarkan dirinya asyik dengan korannya . Ia mau menggendong putranya hendak mengenalkan kalimat toyyibah pada si buah hatinya tapi istrinya keburu memberitahukan sudah dikenalkan pertama kali oleh kakeknya pagi tadi.

Reaksi orang sekitar kita tentang lupa juga bermacam- macam. Ada yang bisa memaklumi dan menerima jika lupa itu manusiawi. Orang yang seperti ini bisanya mudah memaafkan jika seseorang melupakan sesuatu. Misalkan suami lupa tidak menjemput istri saat belaja di pasar. Suami lupa jemput anak di sekolah hingga di telpon pak satpam. Sebaliknya ada juga manusia yang menginginkan kesempurnaan. Selalu memastikan tak boleh sedikitpun ada alpa dan lupa pada dirinya.  Manusia yang seperti ini biasanya sulit memaafkan, tidak bisa menerima kesalahan orang lain karena lupa. Lupa yang ada  berakhir dengan pertengkaran dan percekcokan, kadang butuh berhari -hari untuk baikkan.

Berbicara masalah lupa , dua hari ini , saya mengalaminya. Lupa pertama saya saat masak hendak menyiapkan buka hari Arofah. Sambil menunggu satu masakan yang  dirasa kurang empuk saya raih hp. Maksunya untuk menunggu saja sambil membuka wa. padahal sudah hampir azan magrib. Keasyikan wa tak sadar ada bau menyengat, suami sigap mematikan kompor dengan senyum- senyum, Jadilah menu berbuka kelewat mateng dengan aroma terapi "khas gosong"

Lupa kedua saat hari Idul Qurban, seharian  bantu-bantu panitia qurban di keluarga besar. Kebagian memotong daging qurban, dari  usai shalat Id, hanya Ishoma duhur baru selesai jam 16.00. Malamnya usai sholat isya langsung KO, lupa pada janji menulis. Esok paginya  pukul 7.30  buka wa  grup belajar menulis , buka link tautan seorang peserta.  Terasa aneh pikir saya, "Kok isi resume pertemuan ke-26?" Masih juga tak percaya akhirnya saya manjat. Ya Allah , benar ternyata tadi malam, malam Sabtu. Ada jadwal kuliah online pertemuan ke- 26 bersama Pak Encom. 

Maafkanlah saya yang lupa. 

Menyadari betapa diri ini memang sudah tua, otak pun ikut  menua,ha ha. Memori otak tidak mampu menyimpan semua hal yang terjadi dalam hidup saya. Memori memiliki batasannya. Bagi saya lupa adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi sekaligus sebagai  signal jika usia tidak lagi terbilang muda. Sudah waktunya banyak muhasabah diri, lebih banyak meningkatkan amal kebajikan serta lebih mendekatkan diri pada sang Pencipta. Bagaimana menurut Anda?

Salam literasi
Bondowoso, 1 Agustrus 2020
Penulis Husnul Hafifah