Telepon Dari Dianna

Author
Published Agustus 20, 2020
Telepon Dari Dianna
Handuk baru saja kuraih dari tempat jemuran sesaat berikutnya kukalungkan di leher. Tetiba nada panggil gawaiku yang tergletak di meja ruang tengah berbunyi. Segera kuhampiri, tertera sebuah nama "Dianna", teman SMPku.

Aku terduduk di kursi tak jauh dari gawai berada. Asyik terlibat banyak hal tentang hobi baru yang dua tahun terakhir ini muncul mendayu lebih condongnya menggebu. Dianna teman SMP 1, era 80-an awal, aku masih teringat masa itu, berseragam putih biru, rambut sepinggang bergelombang. Sorot matanya yang tajam dengan senyumnya yang menawan, salah satu primadona SMP 1. Aku dan teman-teman sekelas biasa menyebutnya dengan Lidya Kandow SMP 1 Bondowoso.

Kenangan satu kelas dengannya yang kuingat adalah suka corat-coret meja dan bangku kelas. Beberapa kali aku belajar kelompok di rumahnya. Dari rumahnyalah aku pertama kali tahu nama dan merasakan  lezatnya kue putu hangat. Lepas SMP kami hilang kontak, maklum kala itu masih jadul alat komunikasi HP belum ada. 

Baru di tahun 1993-an, ketika aku CPNS di kemenag aku tahu kabar tentangnya. Dianna lebih awal CPNS di Kemenag yang sama, namun itu pun nyaris tak pernah ketemu. Ketika Kemenag menerapkan Absen elektronik (2010-an) kami dipertemukan dalam wadah wag Absen KUA Grujugan. Kami sebagai guru PNS yang dipekerjakan di madrasah swasta untuk tertib kehadiran dan kepulangan dari rutinitas kerja , tempat presensinya di KUA kecamatan. Kebetulan aku dan Dianna  wilayah kerjanya dalam kecamatan yang sama.

Wadah absen inilah yang mempererat kembali tali silaturrahmi, mungkin karena hobi baru (menulis)  komunikasi kami kian intens. Hobi menulis kala usia di angka sexi (seket siji=51). Di grub absen, Diana, Ustaz Febry ( trainer dan motivator MG) dan aku sering berbagi tulisan. Tulisan tulisan ringan dan sederhana. Tujuannya  juga sederhana hanya ingin mengajak anggota grub  agar lebih berliterasi (membudayakan membaca dan menulis) menghindari hoax.

Singkat cerita agar hobi baru itu berkembang dan naik kelas, penting untuk bergabung dengan komunitas yang sevisi. Baik Dianna dan aku, ada di beberapa komunitas wag yang sama sebagai wadah pengembangan diri dalam menulis. Seperti wag antologi Bondowoso, Media Guru Bondowoso, webinar V, dan terakhir Dianna menginviteku langsung dalam 2 grup ikatan Guru Madrsah Pengerak  Literasi Tingkat Jatim serta tingkat Kabupaten Bondowoso. Jujur aku salut pada Dianna, dia lebih getol dan peduli untuk menggiatkan literasi di madrasah. 

Saat  gerakan literasi madrasah  digaungkan, mulai pertengahan 2019 geliatnya masih tak beriak. Madrasah sepi tanggap. Pelatihan menulis di akhir februari 2020 dibilang sukses dari jumlah peserta, namun sukses hasil masih jauh dari target. Karya satu guru satu buku dari pelatihan menulis tingkat ketercapaiannya belum ada 10%.

Dianna dengan semangat 45-nya di era endemi covid 19, menyalakan obor menggerakkan guru madrasah dalam wadah IGPL Bondowoso. Legalisasi memang belum dikantungi. Namun sejumlah program telah disusun dan dirancang. Pelatihan dasar menulis di era digital sudah dilaksanakan. Alhasil peserta / anggota wag sudah memiliki pena digital berupa blog pribadi. Program lain sudah menanti. Dalam curhatnya kali ini dia bingung darimana dananya nanti. Sementara yang dilakukannya saat ini menggunakan dana pribadi.

Dianna, engkau sudah Uti tapi tetap baik hati. Aku hanya bisa berdoa semoga asa luhurmu mengiatkan guru madrasah berliterasi menemukan solusi. Engkau tak menyerah oleh uji.
Oh iya, hampir satu jam kita ngobrol, kapan -kapan lanjut lagi. Aku lanjut mau mandi.
Salam litersi.

Bondowoso, 200820
Penulis: Husnul Hafifah

3 komentar

  1. Aamiin. Mohon bimbingan, arahan dan dukungannya, Bu. Demi kemajuan literasi madrasah di Bondowoso. Semoga panjenengan diberi kesehatan dan kesabaran dalam membimbing kami.

    BalasHapus
  2. Lidya Kandouw.... Kalo sekarang apa yaaa.... Wkwkwkwkwk

    BalasHapus

Posting Komentar

[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021