Maaf


Husnul Hafifah

Maaf hari ini kutakbisa penuhi janji itu
Aku sudah usaha semampu kubisa
Tapi aku takberdaya
Jerat ini kuat mengikat 
Langkah ini berat tetiba terhenti

Jangan kaupikir aku tak kecewa
Sangat! Seperti yang kaurasa
Tolong jangan kaulontar kata penghianat
Itu kian menambah luka _lara

Maaf, sekali lagi maaf
Hari ini ...
Kita  belajar lagi makna ketulusan


Rumah, 07102020

Angin Sepoi Di Tengah PKKM


Sibuk. Intensitas geliat kerja madrasah memasuki triwulan terakhir ini mulai meningkat.  Persiapan  penilaian kinerja kepala madrasah (PKKM) masih belum rampung, sudah disusuli edaran kegiatan  lainnya. Belum usai baca satu edaran, disambung dengan  edaran lain. File di android bertumpuk. Belum sempat diunduh HP pun lalu eror.

Mulai edaran tentang Pelaksanan KSM online, Surat pengantar Juknis Pelaksanaan AKG,AKK,AKP berantai dari kemenag pusat, kanwil jatim dan kemenag Kabupaten. Menumpuknya agenda madrasah di bulan Oktober ini, terlebih pada kondisi covid seakan kian menambah beban pikiran sesiapa pihak terkait madrasah. Ya guru, kepala, operator, pengawas bahkan juga Kasi Pendma dkk.

PKKM misalnya, bagi madrasah swasta, terlebih madrasah kecil dengan jumlah peserta didik sedikit, pemenuhan bukti fisik atas  indikator kinerja sebagai kepala madrasah terasa rumit. Bukan hanya kerumitannya yang mereka rasakan.  Hati kecil sebagian mereka  berontak, membersit pertanyaan tak terduga juga sempat mereka lontarkan." Saya ini kan swasta, jika sudah di PKKM saya dapat apa?" 

He he bingung juga menjelaskannya. Sejatinya pada juknis sudah dijabarkan maksud dan tujuannya serta manfaatnya secara gamblang. Tapi ya itulah deskripsi itu belum memuaskan hatinya.

Lihat saja ekspresi salah satu kamad swasta mengenai  PKKM. Saya menemukanmya pada status wa yang memplesatkan PKKM menjadi Palengngen, Kekcetak, Kektengah , Mabuk. Ungkapan polos mereka, bisa jadi mewakili suara hati sebagian kecil. para kamad. Jika diterjemahkan dalam bahasa sederhana PKKM itu membuat pusing, membuat sakit kepala  karena stres dan tegang bukan melulu tentang berkas bukti fisik, tapi darimana biaya mempersiapkan segalanya. 

Emang nya PKKM ada biayanya? Tidak ada sih. Lha berkas-berkas bukti fisik pake apa? Guru-guru nglembur apa ya kerja saja? Ini bukan bulan puasa.( Curhat kamad, hemm). Lalu sakit pinggangnya kumat gara - gara gethu di depan laptop  mengumpulkan bukti fisik serta mabuk akibat kerja nonstop. PKKM, beginilah jika pekerjaan 1 tahun dibuat rapelan. 

Saya sih makfum atas kegalauan  mereka, Standar kinerja disamakan antara kamad ASN dan swasta, terlalu jomplang rasanya. Dari sisi tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sama -sama beratnya. Namun dari sisi pendapatan jelas sangat jauh perbedaannya. Inilah yang mungkin jadi satu  kegalauan yang mendasarinya. 

Pun begitu tak sedikit juga _mereka_ yang  bersemangat melaksanakan PKKM demi membenahi madrasahnya. Hal  yang menyejukkan hati mereka hanyalah keyakinan_kerja itu adalah ibadah, kerja adalah pengabdian, jika ikhlas dapat pahala_setiap rejeki sudah ada catatannya. Itu saja  yang menguatkan batin mereka_ para kamad dan guru madrasah swasta dalam memberikan dedikasi serta pengabdiannya bagi generasi penerus bangsa.

Masih tentang surat edaran, kabar baiknya Ahamdulilah awal Oktober muncul surat edaran hal  persiapan pelaksanan Bantuan Paket Data dan Bantuan Langsung Tunai tertanggal  2 Oktober 2020 yang diteken a.n Kepala oleh Kasi pendma. Ibarat angin sepoi di tengah kemarau. Sakit perut, sakit pinggang dan mabuk para kamad konon lenyap seketika. Mengubah wajah gerah nan kurang gairah jadi sumringah. BLT untuk GTK non-PNS madrasah semoga saja lancar dan tidak ada halangan yang membikin mereka kian galau apalagi lantas gusar. Aamiin.

Semangat GTK madrasah, mantapkan tekad menjadikan madrasah hebat bermartabat dan melesat.


Bondowoso,6102020
Husnul Hafifah

BLT Guru Madrasah Tahun 2020


Alhamdulillah rapat yang dipimpin langsung Kasi Pendma Sabtu, 3 Oktober 2020 di Pokjawas Bondowoso, menghasilkan beberapa poin penting, namun untuk poin-poin penting itu saya akan berikan penjelesan satu per satu sesuai sesuai perioritas  yang akan diselesaikan terlebih dahulu. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh kasi Pendma bahwa agenda kerja di bulan Oktober ini penuh namun pada sisi lain pendma lockdown karena ada keluarga staf yang terpapar covid. (Mari kita doakan terlebih dahulu semoga yang terpapapar segera sehat kembali) Praktis layanan pendam via online. -mohon pengertian dari semua pihak yang membutuhkan layanan pendma.

Salah satu target yang sangat mendesak penyesaiannya adalah tindak lanjut surat edaran dirjen pendis tentang batuan tunai langsung atau BLT bagi guru non PNS. Alhamdulillah  , sambil menunggu edaran resmi dari kemenag Bondowoso.  Saya berikan   bocoran tentang apa saja yang harus dipersiapkan guru madrasah non PNS. agar Anda semua sudah siap dengan persyaratannya.

Syarat penerima BLT:
1. Aktif mengajar dan terdaftar di simpatika.
2. Upload rek. bank ( kesepakatan Mandiri)
3. KTP dan No. HP
4. NPWP ( jika punya)

Catatan guru Non SI dan Tenaga kependidikan juga bisa. Syarat mengisi S 42 bagi yang belum mengisi atau isian datanya salah.Jadi para guru atau tendik yang memang benar benar aktif mengajar dan belum punya rekning siap -siap dan buka rek. di Bank Mandri. (Cepetan tidak pake lama) infonya batas akhir uplod data pengajuan BLT tanggal 11 Okt 2020.

Kepala madrasah  bertanggung jawab atas keabsahan data guru/tendik yang diajukan dengan menandatangani surat pernyataan bermatrai.

Catatan tebal  tuk kamad  agar tak salah usulan adalah   kata kuncinya  aktif mengajar aktif  di madrsah bagi tenaga kependidikan dan terdaftar di simpatika.

Untuk berapa besarannya dan berapa bulan serta kapan pencairan saya belum punya bocoran. Sabar ya 😊😊😊
Pada Surat edaran perintahnya hanyalah segera tindaklanjuti tidak muncul angka-angkanya.

Itu saja informasi tentang BLT guru madrsah yang bisa saya sampaikan, silakan ditindaklanjuti. Semoga urusannya diberikan kemudahan dan kelancaran, tetap sehat dan selalu semangat.

Poin penting berikutnya tunggu ya!

Salam
Bondowoso, 3102020
Husnul Hafifah

Berkat Yu Mirah



Husnul Hafifah

Bersamaan kumandang azan magrib Yu Baedah sampai rumah. Seharian ia rewang di rumah Yu Karti, yang ditinggal mati si suami, pekan ke-1. 
Bagi Yu Baeda, bisa menyumbang tenaga untuk tetangga yang membutuhkan terlebih pada acara kifayahan adalah suatu keberkahan. Dalam timbang pikirnya bisa dapat pahala, nambah tiket buka pintu surga.  Pikiran Yu Baedah gamang, rumahnya sepi. Suami dan anak semata wayangnya di panggil-dipanggil tak juga menyambut. Mana rumahnya mulai gelap, penerangan lampu 5 watt di teras dan di ruang tamu belum nyala.

Sambil  ngedumel Yu Baedah menunju  sakelar listrik yang mudah dijangkau. Tombol pun dipecet namun tetap tak mau nyala. Dicobanya mencari tempat lilin, meraba dalam kegelapan.Tetiba Yu Baeda histeris bak orang kesurupan. "Ampun, ampun! Iyo tak balikno. tak balikno!". Teriakan Yu Baedah kian runyam tak terkendali. Lalu tergopoh berjalan terhuyung pegangan dinding tembok mencari pintu  ke luar, bagian depan rumah.

Di lemparkannya bungkusan kresek pada amben yang ada di teras. Dengan tergesa dan raut wajah gemetaran, kembali masuk rumah.
Braag! bersamaan pintu ditutup listrik pun "padang" Yu Karti dan Yu Mirah  cekikikan. Mereka dapatkan tangkapan. Rahasia pun terbongkar jatah berkat yu Mirah akhirnya ditemukan. 

# Dapur, 29092020


Ketika Senja Merona Aku Berkarya


Buku Kumpulan Cerpen "Merona Senja" ini adalah karya Sri Afiefiarti wijaya, S.Pd. Penulis adalah seorang guru bahasa Indonesia, di salah satu lembaga pendidikan pada lingkungan Kemenag Kab. Bondowoso. 
Sejak lama ia terobsesi menulis buku. Namun nyalinya baru terbakar ketika Bu Wiji (begitu nama panggilan dari para muridnya) saat salah satu cerpennya yang biasanya hanya ditulis untuk dibaca kalangan sendiri ( suami dan kedua putrinya yang juga guru bahasa Indonesia) menjadi juara pada ajang lomba cerpen antarguru di tingkat kabupaten. Lantas Ia pun mengumpulkan yang terserak. 

Terbitnya buku perdana ini sekaligus sebagai jawaban atas kegelisahannya dalam bersastra. Sebuah karya yang lahir saat penulisnya mulai merangkak senja, namun masih tetap terpikir untuk bisa memberikan sesuatu yang bermakna. Setidaknya bagi keluarga tercinta juga para murid-muridnya. Semangat bersastra yang ditandai dengan terbitnya kumpulan cerpen ini, juga sebagai pelunas hutang pada para peserta didiknya mengingat sebelumnya Ia sekedar memacu siswa gemar menulis.

Merona Senja, terlahir dari pena seorang wanita. Adalah suatu kewajaran jika 10 cerpen dalam buku ini, 9 di antaranya mengisahkah tentang wanita dengan segala kadar permasalahan yang berbeda-beda. Tema cerita yang diusung dari realitas sehari-hari yang begitu sederhana dan faktual. Berbicara tentang persoalan hidup dari himpitan ekonomi, cinta, konflik batin seorang ibu, ibu guru , juga wanita /istri pada umumnya atas kecemburuan dan penghianatan sang suami. Semua tersaji dalam alur, konflik yang tertata apik, mengaduk emosi pembaca dengan penyajian ending yang berbeda, dari menggantung, happy ending sampai dengan tragis.

Cerita tentang kehidupan yang sejatinya seperti jaring laba-laba. Beraneka peristiwa yang membentuknya hingga menjadi satu jalinan utuh, dan itulah kehidupan. Merona senja, kumpulan cerpen ini sungguh mampu mewarnai langit meski sudah senja, hingga berwarna jingga, cerpen -cerpen yang disuguhkan pada pembaca memberikan kekayaan hidup dan pengalaman belajar agar lebih bijaksana_membuat jingga  merona.

Merona Jingga saya rekomendasikan Anda untuk membaca.

Selamat pada sahabatku atas lahirnya Merona Jingga, saya tunggu buku berikutnya.

Salam literasi

Bondowoso, 25 09 2020

Senyum Yang Hilang


Nice. Aku baik- baik saja! Itu jawabanku, pada tanyamu.

" Apa kabar?" lagi apa?" Sehatkah?". 

Maaf aku  baru bisa menjawab. Ada hal yang sebabkanku slow respon,  atau serasa enggan tuk sekedar berbasa- basi menyapamu lewat wag. Mau tahu kenapa? Di samping rutinitas kerja  WFH dan WFO . Salah satu sebab  adalah sakitnya nenek yang sudah hampir 2 bulan, bagaimanapun juga turut menggundahkan dan menyibukkan pikiranku.

 Oh iya, libur kemarin  aku sengaja, menjenguk nenek siang hari, ingin merasakan  kebersamaan dengan nenek yang lagi sakit.  Lantaran kepeleset di pintu dan duduk terjengkang , tulang  gelang panggul ( pelvic girdle) sebelah kanan nenek harus dioperasi. 

Perawatan pascaoperasi kata dokter yang menangani butuh waktu 3 bulan.
 Benar- benar ujian terberat bagi nenek yang sudah renta mendapat sakit seperti ini. Berbaring, miring kanan, miring kiri, kata nenek sakit sekali.

Pascaoperasi  belum genap sebulan, Nenek menjalani perawatan di rumah. Sakit perut yang teramat dahsyat dan tak kuasa menahan kesakitan, nenek dirujuk kembali ke rumah sakit. Diagnosa dokter inveksi saluran kencing . Nenek pun opname lagi 5 hari.

 Kasihan sekali! Meleset dari prasangkaan manusia.  Baik nenek atau siapa pun menduga jika melalui tindakan operasi ( patah tulang, retak ) segera teratasi. Nyatanya prediksi itu salah besar. Nenek tetap saja dengan rintihan, dan erangan seperti awal. Sakitnya bertambah- tambah. Faktor usia bisa jadi banyak mempengaruhi, yah, nenek sudah 88 tahun usiannya, organ- organ tubuhnya sudah banyak yang aus.

"Ayo sini semua foto, buat kenang- kenangan, tahun depan belum karuan bisa ketemu lagi seperti ini!", perintah nenek pada semua yang hadir, usai acara salat Id fitrih 1442 H di teras depan rumahnya . 

Salat Id kala pandemi, saat salat Id harus dilakukan di rumah- rumah. Aku bersama suami serta kedua anakku lebih memilih salat di rumah nenek, bersama kerabat dekat yang kala itu sekitar 30 orang. Nenek terlihat sumringah dengan senyum mengembang  dalam jepretan kamera android. Kami bergantian dan mengantre untuk mengabadikan foto bersama nenek. 

Dari generasi 1 ( ibuku) bersama saudara- saudaranya yang hadir. Terus masing- masing keluarga generasi 1 ( anak, cucu dan menantu). Para cucu dan menantu putra, para cucu dan menantu putri. Mengenang itu bahagianya. Sungguh merupakan kebersamaan yang penuh kesan. Walau kondisi lebaran saat itu bisa dikatakan sepi. Covid memang membatasi kebersamaan  momen Idul Fitrih di rumah nenek. Namun senyuman nenek mengembang ceria sekali.

"Ya Allah ampuni saya, saya mohon ampun ya rabb!" teriakan nenek lantang mengaduh kesakitan, bubarkan lamunanku. Aku terpaku tidak tahu mau berbuat apa. Dalam kesakitannya antara sadar dan tidak sadar, nenek menumpahkan segala emosinya. Mulai menyesalkan kenapa kok ujian sakitnya diberikan saat usia renta, mengapa tidak kala muda. Protes tentang kesalahan apa sehingga Allah menghukumnya dengan ujian sakit yang menurutnya dahsyat luar biasa.

Semalaman hingga siang nenek belum tidur. Yang nemani nenek bergantian tidur dirundingkan sendiri antarsaudara. Ibuku yang paling betah tidak tidur menjaga nenek. Kata nenek, mereka enak tidur gantian, sementara nenek tidak ada yang menggantikan,  terjaga terus sampai siang hari. Ngantuk berat tapi sakit yang dirasakan tubuhnya tidak bisa menidurkan dirinya barang sesaat juga.

"Saya ini sakit manja, mau apa- apa tidak bisa. Kalo anak-anak sakit minta digendong. Saya tidak mInta gendong, anak-anak membenci saya. Saya terlalu banyak permintan, belum selasai satunya sudah merintah lainnya". Begitu curhatan nenek saat rada tenang sedikit. 

Aku tidak membalas sepatah kata pun kecuali menyimak apa yang diungkap nenek. Aku membiarkan nenek puas dengan keluh kesahnya. Mengambilkan air minum jika memintanya. menyelimutinya jika mengatakan dingin , membuka selimutnya jika bilang panas, memperbaiki posisi bantalnya saat dirasa tidak nyaman. Aku tahu apa yang dilontarkan nenek di luar kesadarannya. Aku tahu putra putri nenek 11 orang semua berebut menunjukkan bakti untuknya

Nenek yang sabar ya? Aku mencoba mengisi sesaat kesenyapannya. "Bagaimana aku bisa sabar dengan yang seperti ini?" 

"Istigfar saja Nek! " 

Nenek pun membaca berbagai doa yang dihafalnya. Doa tolak balak, doa dijauhkan dari petaka, bencana dan ganguan makhluk lainya. Alhamdulillahnya juga kala memasuki waktu  salat  nenek ingat dan masih mendirikan salat. Katanya untuk dihaturkan -Nya jika saatnya tiba, Walau hanya dengan berbaring dan bersuci dengan tayamum saja.

Membersamai nenek siang itu membuatku sadar. Sakit itu adalah ujian kesabaran. menguji yang sakit dan yang merawatnya. Apa bisa bersabar dan ikhlas menerimanya? Sakitnya orang tua merupakan ladang  pahala  bagi para anak untuk menunjukkan bakti pada orang tua.

Ketika anak kecil sakit orang tua merasa tak tega melihat penderitaannya. Lantas orang tua berdoa:

" Ya Allah cukupkan penderitaan anak hamba, kasihani dia, gantikan sakitnya pada hamba." 

Orang tua rela menangung sakitnya anak dipindah saja pada dirinya. Sebaliknya ketika anak sudah dewasa, adakah yang rela berkorban dan meminta sakitnya orangtua dipindah pada diri seorang anak?

Siang itu , satu jam bersama nenek, aku benar- benar merasakan kehilangan senyumnya. Nenek benar- benar tak berdaya. 

Nyanyian " Pajjer laggu" yang biasa nenek nyanyikan ketika membuka jendela di pagi buta, untuk membangunkan kami ( saya, paman, bibi) di masa keci, sudah hampir setengah abad beralu dan siang  itu kembali mengiang di telingaku.

Ya rabb, hamba memohon kepada- Mu takdirkan yang terbaik untuk nenek, Semoga Engkau karuniakan pada nenek akhir yang husnul khatimah. Aamiin.

# Rumah, 21092020
Penulis : Husnul Hafifah, S.Pd.
Catatan:
Pajjer Laggu :  waktu pagi , lagu tempo dulu berbahasa Madura.






Uwong Lali

Oleh: Husnul Hafifah

Usai belanja pada tukang sayur pagi tadi, Bu Kayshe tidak langsung ke dapur. Ia masih transit di tempat androidnya diisi. Belum semenit, bau menyengat menusuk pembaunnya. Ia pun terhempas, melompat menuju sumber bau. istigfar pun meluncur dari lubuk hati terdalamnya.

Teringat tragedi kemarin sore, bagaimana ia tak rela panci kesayangannya, yang pruduk Japan itu terciderai. Gara-gara rebusan  singkong sang suami yang mengalami  kematangan tingkat super tinggi. Bu Keyshe sempat mengeluarkan kata menohok pada suami. Namun si suami tak meladeni. Dengan bijak dan  kalimat santun berbalut senyum simpul , si suami menyingkir, meninggalkan  Bu Keyshe yang lanjut ngomel- ngomel sendiri.

Mengalami apa terjadi pagi ini,  Bu Keyshe tercenung. Sambil mengkaji kata -kata sang suami  Ia lantas senyum-senyum sendiri.Tanpa disadari kalimat santun kemarin sore itu muncul lagi."Lerres to Jeng, uwong lali kui  rasah diomeli ?" Bu Keyshe merasakan malu sendiri.

Pokja, 18092020
Catatan :
uwong lali : orang lupa
Lerres to jeng, uwong lali kui rasah diomeli = Benarkan Dik, orang lupa itu tidak usah diomeli.


Bu Kesye Salah Hari



Oleh : Husnul Hafifah

Tidak kepalang girangnya hati Bu Keyshe saat membaca undangan pertemuan MGMP. Sebuah undangan yang begitu dinanti hingga 6 bulan purnama terlewati. Sebab covid  rindu pada para sahabatnya  menggantung di hati.

Pertemuan yang begitu dirindui itu di ambang mata. Bu Keyshe menyiapkan segala sesuatunya. Ia tak ingin melewatkan pertemuan itu begitu saja. Wajib ada nilai plus dari perjumpaan bersama kawan-kawannya. Sesuai permintaan tertera diundangan ia menyiapkan materi sebegitu rupa. Ppt, file pendukung dan vidio-vidio inspiratif tak luput jelajah mayanya.

Hari H, begitu usai salat subuh  Bu Keyshe  kembali memelototi laptopnya, sampai- sampai tak bisa sekedar menyeduh kopi untuk sang suami. Asyik di depan laptop , membawa waktu mendekat pukul 07.  Bu Keyshe langsung berkemas dengan seragam dinas sejenak mematut diri di depan cermin. Pukul 7.30 meluncurlah dengan sepeda motor scoopynya.   Hanya butuh 30 menit sampai di tujuan. Bu Keyshe pun sampai. Was wasnya menyapa, mendapati suasana sepi tak berpenghuni,  pintu pagar masih terkunci. Sekali lagi dibacanya undangan pada wa. Astagfirullah Bu Keyshe salah hari, dan besok Ia harus kembali lagi. Eh rupanya hanya mimpi.
Rumah,17092020



Menulis Itu Perlu Perjuangan


Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang menulis. Ada yang memandang menulis itu mudah, sebagian lagi menganggap sulit. Bahkan takjarang juga orang memandang menulis itu sebagai bakat. Cara pandang ini menurut saya tak ada yang salah. Pernyataan mereka tentu sudah dilandasi dengan pengalaman atau pembuktian terhadap menulis itu sendiri.

Bagi saya menulis itu tidaklah mudah. Menulis itu perlu perjuangan yang luar biasa, bahkan sampai berdarah -darah. Perjuangan panjang yang harus saya lakukan untuk mengekspresikan tulisan di antaranya
adalah mengalahkan rasa malas, minder/ tak PD, takut, alasan sibuk, sampai perjuangan untuk menemukan ide.

Rasa malas itu musuh no.1 bagi penulis. Siapa pun pasti pernah dihinggapi rasa malas. Bisikan- bisikan hati yang mengajak agar mengabaikan kegiatan menulis sering menggoda." Ah untuk apa nulis, apa untungnya, takada gunanya, enak tidur saja!" Bisikan lingkar setan dalam menulis. Inilah yang sering menggoda dan  harus saya perangi serta harus dikalahkan. Indikator jika saya berhasil mengalahkan rasa malas adalah target menulis minimal sesuai jadwal terpenuhi. Jika saya menghasilkan tulisan maka saya menang.

Minder atau tidak percaya diri, berhasil menulis bukan berarti perjuangan sudah berakhir. Masih ada perjuangan berikutnya yang juga harus dimenangkan, yakni tidak percaya diri dengan tulisan sendiri merasa tulisan kok jelek, kok seperti ini, kok tidak bermutu. Perasaan ini pun kerap mendera saya, mungkin juga Anda. Bagaimana mengatasinya? Siapkan mental baja. Yakini bahwa kesempurnaan hanya milik Sang Maha Kuasa. Abaikan orang mengatakan apa, penting siapkan hati terbuka dan berlapang dada menerima tiap masukan kritikan untuk kemajuan kita.

Perasaan takut dan cemas awalnya sering melanda hati saya. Takut tulisan salah, takut jadi bahan cemoohan. Takut tulisan tidak dibaca, atau dibaca tapi reaksi pembaca tidak menyenangkan, Perasaan takut ini hanyalah perasaan pribadi saja. Ternyata bila kita menulis dan diimbangi dengan membaca tulisan orang lain. Dari sana kita bisa menemukan bagaimana menumbuhkan spirit berliterasi. Menulis dalam wadah komunitas fungsinya adalah untuk saling menguatkan. Maka singkirkan pikiran-pikiran negatif dan tumbuhkan pikiran positif.

 Sibuk, juga menjadi alasan mengapa saya tidak menulis. Jika berbicara sibuk , "Sopo Ora sibuk?" tiap orang pastinya punya kesibukan, tapi banyak di antara orang- orang sibuk yang menghasilkan tulisan. Mereka sibuk dengan tugas dan pekerjaannya, namun produktif menerbitkan buku. He he saya kadang masih mengambinghitamkan sibuk sebagai alasan tidak menulis( malu sih sebenarnya). Menulis itu erat dengan manajemen waktu. menulis jika menunggu waktu luang maka tidak akan menghasilkan tulisan. Menulis perlu meluangkan waktu di tengah kesibukan kita. Sediakan waktu khusus untuk menulis walau hanya 15 menit per hari.

Terakhir, menemukan ide menulis juga perlu perjuangan. Ide menulis itu sebetulnya berseliweran di mana-mana. Ada di sekitar kita, kita dapat menangkap ide dari melihat, mendengar, membaca, diskusi atau apa saja yang berkecamuk di dada, atau sedang melakukan apa saja. Hanya bagi yang masih belajar ( saya) menemukan ide perlu perjuangan yang luar biasa. Perlu latihan dan pembiasaan.

Dari pengalaman awal saya belajar menulis hingga saat ini, sebuah momen atau puncak kebahagian yang saya rasakan dari proses menulis adalah ketika tulisan selesai dan saya berhasil mempostingnya. Bagaimana dengan pengalaman Anda?
 
Bondowoso, 14092020
Penulis : Husnul Hafifah




Menilik Pentigraf Ala Lilik Rosida I


Menilik Kitab Pentigraf Ala Lilik R.I

Kitab Pentigraf Tikaman Penuh Senyum, Penulis  Lilik Rosida Irmawati,   Penerbit Rumah Literasi Sumenep. Buku ini saya dapatkan dari penulisnya langsung, saat perjalanan menuju tempat kopdar, sabtu 12 September 2020. Tepatnya di warung Bu Kadir - Bondowoso.

Rezeki emak sholehah. Mungkin benar seperti yang disampaikan oleh banyak orang yang menekuni dunia kepenulisan, menulis itu membawa rezeki, menulis membawa keberkahan tersendiri. Saya tak akan menguraikan panjang lebar tentang rezekii dan keberkahan apa yang didapatkan dari menulis, mengingat saya belum mengalami.  Dalam tulis menulis saya masih baru memulai.

Singkat cerita perantara hobi baru menulis yang saya mulai, sahabat literasi saya mengenalkan saya pada Mbak Lilik Rosida Irmawati_ seorang Kepala SD di sekitaran Kota Sumenep sekaligus Ketua Rumah literasi Sumenep. Tanpa dinyana beliau menghadiahi saya (Kitab Pentigraf Tikam Penuh senyuman).

Menurutnya kitab pentigraf yang berisi 55 Judul ini, ditulis dan diterbitkan sebagai rasa syukur atas dikaruniainya umur 55 tahun serta sebagai bukti kreativitas kepenulisan yang ia tekuni konon sejak penulis duduk di bangku SMP, jejak tulisannya bisa di lacak pada Majalah Kuncung.

Membaca cerita dalam Kitab Pentigraf   Tikaman Penuh senyum,  ini seakan mengajak pembaca membincangkan realiatas sosial  dan budaya yang sederhana. Peristiwa-peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa sederhana, kadang sudah menjadi budaya, kadang dipandang sepele dan dipandang remeh. Melalui olah kata dan olah rasa, Mbak Lilik mampu menuangkan ide kreatifnya dalam cerpen tiga paragraf ala dirinya. 

Perbedaan yang mencolok pentigraf ala Lilik Rosida dengan penggagas pentigraf  Pak Tengsoe Tjahono adalah pada  jumlah kata. Pak Tengsoe pada suatu webinar menyarankan jumlah kata pada pentigraf tidak melebihi 210 kata, nilai keseksian suatu pentigraf  jika ditulis tidak melebihi satu halaman, begitu paparannya.

Pun  pentigraf ala Lilik Rosida Irmawati ini adalah bentuk kreativitas yang patut diapresiasi. 55 judul pentigrafnya menampilkan aneka permasalahan yang dialami manusia. Tema yang diusung beragam, dari realitas sehari- hari yang bersifat fakfual sampai ke magis, persoalan himpitan ekonomi, cinta, perselingkuhan, poligami bahkan merambah  kehidupan dunia lain, yang mengaduk emosi kehororan pembaca, tak jarang juga bulu kuduk ikut bergidik ketika membacanya.

Keunikan lain dari kitab  pentifgraf ala mbak Lilik adalah desain cover yang mengundang penasaran. dengan melihat covernya saja orang akan menduga jika isi buku secara umum mengambarkan tentang pembunuhan yang mengerikan. Selain cover, gambar -gambar pendukung cerita merupakan khas lukisan ekspresionisme dan sketsa. Penulis seakan menyengaja mengolaborasi antara sastra dan seni lukis.

Terajut dari Hasrat sampai  Sosialita Kampung.  Gaya tutur penceritaannya menarik, sebagaimana khas pentigraf , pada paragraf ketiga selalu ada kejutan yang dinarasikan secara tertata dalam sajian kalimat puitik serta penuh makna.

Penulis yang merupakan alumni SPG Bondowoso, tahun 1984 ini , hijrah ke   Pulau garam _Madura mengikuti belahan jiwanya. Kehidupan masyarakat Madura yang menyatu dalam kesahariannya, maka tak ayal realitas sosial  pada kitab pentigraf juga kental mewarnai. Salah satu contoh pada kisah Uang Duka. 

Bagaimana lilik Rosida I meramu pentigraf tentang jamu yang tersohor dari pulau Madura penggalan kisahnya berikut ini:

     Uang Duka

....( pargraf 1)
....(pargraf 2)
Paragraf ketiga:

Yud jatuh sakit, ketika aku menjenguknya tak ada kalimat yang meluncur, tatapan mata demikian kosong ada tangis tertahan saat kucoba melihat kedalaman genangan yang berkilau. Ketika kurengkuh tangisnya memecah keheningan. Yud bercerita ramuan jamu laki laki yang dibuatnya ampuh untuk menaikan libido laki laki. Yud mengaku  bahwa ramuannya tidak murni herbal, tetapi campuran dengan obat kimia. Setelah tangisnya reda, Yud mengambil beberapa amplop yang diserahkan padaku dengan pesan untuk disampaikan sesuai nama dan alamat tertera. Ada lima amplop. Penerima semua wanita. "Tolonglah aku, uang ini gaji dan TPP-ku selama dua tahun, masing masing dua puluh juta. Ini uang duka atas nyawa suami mereka. Aku bertanggung jawab karena obat yang kuramu bisa membangkitkan kejantanan suami mereka tetapi mempercepat kematian mereka".

Dari ending pentigraf  , melalui tokoh Yud , Penulis mempertegas bila Madura dikenal dengan ramuan obat atau jamu. Salah satu jamu yang tersohor hingga ke luar pulau Madura adalah ramuan untuk meningkatkan vitalitas /libido laki laki. Masyarakat harusnya juga paham jika dibalik propaganda khasiat obat itu sendiri sebenarnya ada bahaya yang menanti.  Mengingat peramu obat kadang berbuat curang. Demi kemanjuran obat tak jarang mencampur ramuan jamu dengan zat kimia yang membahayakan. Dari pengalaman dalam cerita pembaca bisa belajar dan kian  arif dalam bertindak. Obat kuat memang dapat membangkitkan kejantanan tapi sekaligus juga mempercepat kematian.

Bagaimana ? Anda penasaran dengan isi kitab pentigraf Tikaman Penuh senyuman? Segera miliki bukunya.
Hub. Contak person: +62 878 0553 3567
Selamat untuk Mbak Lilik Rosida Irmawati, Sukses selalu!

Bondowoso, 12092020
Penulis: Husnul Hafifah

Hilang

Pening di kepala Bu Keyshe  di Jumat pagi masih tak mau berhenti. Kedipan mata Pak Keyshe yang membuatnya tersipu malu pagi kemarin itupun belum menjadikan solutif yang jitu.

Usai sholat subuh Bu Keyshe masih mendapati jogoannya yang no.2 _ sudah remaja belum salat subuh. Demi rasa sayangnya, Bu Keyshe menggunakan jurus pemadam kebakaran , dimulai dengan raungan sirine pagi, beruntung tak sampai menggunakan  guyuran air kran, si jagoanpun bangkit dari tidurnya.

Pindah ke kamar si bungsu. Kebiasaan tidur lagi dan mbangkongnya tak bisa ditoleransi. Pikiran positif pada kelakuan si bungsu tak lagi ada di hati Bu Keyshe. Si bungsu kerjanya hanya ngumpet di kamar. Di balik pintu kamar yang sedikit terbuka Bu Kesye mendengar dengan samar-samar apa yang dilakukan putrinya pagi  itu. Dengan berjingkat ia pun mendekatkan ke balik pintu. Subhanalalah di balik gulung komengnya di kasur pagi itu si bungsu sedang vicollan. Rupannya ia  lagi setoran hafalan Quran. Pening Bu Keyshe pun hilang!

Rumah, 11-09-2020
Husnul Hafifah

CECORETAN

Semangkok Pangsit dan sebiji lemit
Menyambut kedatanganku siang ini.
Sebuah perjalanan dari aktivitas kongkow bersama guru PAI jenjang MTs sekabupaten Bondowoso, tapi yang hadir hanya perwakilan masing masing KKM 1-9. 

Lumayan sih bisa ketemu tatap muka dengan mereka. Katanya sudah 6 bulan tak sua   duduk bersama dalam semeja. Maklumlah masa pandemi, rasa waswas dan cemas sering menyelimuti. Mau hadir mesti mikir berkali kali. Covid 19 condong mengajak orang malas. Malas gerak malas bertindak.

 Sepiring pisang goreng dan segelas air mineral, menjadi suguhan. Di ruang tamu  sohibul bait. Menunggu semua perserta hadir memenuhi forum. 

MTs Nurul Ulum Cindogo nama tempat para guru PAI _yang dari pagi hingga siang ini melakukan kegiatan. Pertemuan rutin bulanan. Total kegiatan sudah 6 kali dari pertama dibentuk MGMP Mapel PAI Jenjang MTs Tingkat kabupaten. 
 
Alhamdulillah Walau ada covid kegiatan tetap berjalan. Beberapa kali pake zoom tapi katanya bosan dan hasilnya tidak memuaskan. Apalagi kegiatan dilaksanakan tidak sambil makan makan bersama, katanya nikmatnya kurang sempurna.

Pukul 09. 00 acara baru dimulai, biasalah rumus plus 1 dari jam undangan tertera. Acara dimulai dengan pembukaan, sambutan Pengawas Bina, Sambutan Ketua MGMP lalu ditutup doa. 

Barulah acara inti dimualai, tema diusung, menarik sekali Implementasi Literasi dalam pembelajaran. Acara dibagi dalam 3 sesi : paparan materi, dialog , tugas dan presentasi. 

Seperti biasa kala kumandang duhur tiba, Break Isoma ( istirahat, makan dan sholat)-peserta rata-rata ambil patasnya saja Isma ( istirahat - makan) sholatnya di rumah saja. 

Begitupun saya, Ahamdulillah sekitar 40 menit dengan kecepatan rata 60 KM/ jam saya nyampe rumah dengan selamat.

OK Bravo MGMP PAI tetap semangat teruslah berkegiatan, implementasikan literasi dalam pembelajaran seperti yang baru saja kita bicarakan. Dan jangan lupa selalu waspada,  jaga kebersihan dan gunakan protokol kesehatan di setiap kesempatan. Semoga kita semua tak terjamah covid 19 ya!


Salam literasi

Bondowoso, 10092020
Husnul Hafifah

Bu Keyshe Sakit Kepala

Bu keyshe  tak henti  bersyukur saat para emak di acara arisan sore itu sibuk curhat. Mengeluhkan pola tingkah para anaknya selama daring di rumah. Mulutnya komat kamit sanjungkan hamdalah. Selama daring anaknya biasa saja, bahkan menurutnya kian semangat dalam belajar. sedikit bosan wajarlah. Wong nyatanya bekerja dari rumah juga tak nyaman rasanya. 

"Aduh jeng, anak saya tuh Nesa susah diatur, belajarnya molor, kerjanya tidur kalo gak hp-an  ndak pernah sosialisasi, bantu bersih bersih ya tidak", Bu Tejo membuka suara. Bu Ubaedah tak kalah gayengnya curhat anaknya si Naura. Katanya juga susah, diingatin dikit dibilang marah, tidak diingatin parah! Kerjanya cuma makan tidur, hp-an, daring cuma isi absen tidur lagi, Gegara si Naura yang kerap bikin mumet, darah tinggi Bu Ubaedah kumat.  Bu Keyshe tenang saja. sebelum menutup acara  ia meminta para emak agar sabar, bersyukur sembari mengingatkan jika mendidik anak adalah tugasnya sebagai orang tua.

Merah padam, muka Bu Keyshe saat membaca wa dari wali kelas putrinya. Begitu banyak tagihan tugas yang belum disetorkannya. Bertolak belakang dengan yang dilihatnya. Sakit kepala bu Keyshe tak kalah sakit dari Bu Ubaeda.Ternyata laptop dibuka, hp di tangan hadset di telinga saat daring yang dilihatnya hanyalah strategi semata. Mereka ( Putrinya, Nesa dan Naura) selalu asyik  ngrumpi bersama, di game online free fire. Astagfirullah.

Mengungkap Rasa Penasaran Mereka Yang Kian Penasaran


" Menceritakan keindahan alam,  apa menceritakan suasana hati yang penasaran. Apa hubungan dengan terik menyengat bayu kencang menerjang, sejiwa tumbang, ranting mengering, sejuk menyenyap sepertinya banyak kalimat yang mengungkapkan kesedihan hati.Jadi semakin penasaran.Sebenarnya apa yang dimaksudkan ?"

Itulah sekelumit ungkapan penasaran ketika pembaca, membaca postingan berjudul  "Mencoba Membuat Haiku"
Sebagai penulis yang baik hati _ bukan puisinya yang baik ya! He he he  mimpi melambung tinggi bila puisinya bisa bersanding dengan penyair ternama. Abaikan puisinya, catat saja semangatnya.

Buat yang penasaran , ini merupakan sebentuk tanggungjawab, penjelasan sebisanya. Puisi ini berisikan rasa penasaran yang begitu kuat dari si penulis untuk bisa menyusun larik larik Haiku. Sepintas untai kata yang berstruktur 575 ini terlihat simpel dan begitu sederhanya.

575 merupakan kata kunci dalam menulis puisi tradisional yang berasal dari jepang. Haiku melambangkan /wujud keindahan alam (syibumi ) lukisan keindahan dan peristiwa di sekitar kita.

 Hanya 3 larik. larik 1 terdiri atas 5 suku kata, larik 2 berisi 7 suku kata dan larik 3 kembali pada 5 suku kata. Terlihat sederhana, begitu sederhana. 

Kesederhanaan yang tersurat mengundang si penulis untuk mencoba memraktikkannya. Yang dikira sederhana, ternyata tidak begitu realitanya. Berulang membuat berulang gagal. Namun tak ada rumus menyerah. Rasa ingin bisa membuat Haiku tak bisa dibendungnya. 

Sebagai bukti rasa penasan penulis simak saja 4 Haiku yang dicobanya.

Haiku 1.
terik menyengat
haus melahap rasa
estea menggoda

Proses pembuatan puisi terinspirasi wa putra keduanya, yang kuliah di UM, semester 5. Pamit ke kostnya di Malang untuk berkoordinasi dengan Dosen Pengampu salah satu matkul, saat kuliah perdana dia tidak terdaftar. Ijin ke Malang tak lama, bilangnya akan kembali secepatnya. Saat hari yang dijanjikan pulang, si ibu menemukan Wanya:

 "Mama saya nanjak dulu ya! "Assalamualikum"

 Si ibu  tidak lagi mampu berkata- kata. Selain menguntai bait doa  semoga Allah melindungi perjalannnya. Pendakian ke gunung dengan dalih menikmati keagungan ciptaaan dari Sang Maha Pencipta. Senyampang masih muda, belum bekeluarga dan kesempatan itu ada. Begitu rayuan maut pada Ayah dan mamanya ketika hendak melalukan petaulangan di semesta.

Suasana dan terik matahari yang begitu menyengat, tidak akan menyurutkan semangat para pencinta gunung untuk menghentikan pendakiannya. Seperti halnya dia saat melakukan pendakian. Merasakan panas luar biasa di bawah terik matahari, memunculkan rasa haus yang luar biasa. Seteguk air dingin (esteh) dan sebangsanya akan menjadi barang yang sangat berharga,   dirindu untuk pelepas dahaga. 

Dalam kehidupan abadi seteguk air dingin ( semacam es) kelak akan menjadi barang yang sangat dirindu para penghuni neraka!

Haiku 2

embusan bayu
Kencang menerjang dahan
sejiwa tumbang

Tak ada yang bisa menyangkal atas nikmatnya tiupan angin yang sepoi sepoi. Semilirnya yang kita rasa rasa  membuai melenakan siapa saja. Sebuah gambaran kala manusia diberikan nikmat sehat, nikmat sempat, nikmat umur, nikmat harta mudah lupa diri. lupa jika kehidupan itu tiada abadi. Angin yang bertiup demikian kadang membuai dan melenakan namun tak jarang angin juga bisa kencang menjadi badai yang siap menerjang apa saja, juga merenggut korban jiwa.

Puisi 3
ranting mengering
diterpa angin senja
gagak menjejak

Siklus kehidupan makhluk, tumbuh, berkembang, besar, menua dan mati. Diibaratkan pohon, ranting yang mengering adalah ranting yang mati Yang kering akan runtuh ketika diterpa angin.

Lukisan alam yang digambarkan melalui ranting kering , diterpa angin senja kemudian ada burung gagak menjejak. Sebagai perlambang bahwa setiap kematian itu pasti datang. Namun tak sedikit yang beranggapan bahwa kematian itu wajar bagi mereka yang sudah tua. Kabar akan kematian  seseorang biasanya ditandai isyarat lengkingan suara burung gagak.

Puisi 2 dan 3 merupakan lompatan pikiran dan perasaan seorang ibu, memikirkan kemungkinan terburuk dari pendakian yang dilakukan putranya bersama kawan-kawannya

Puisi 4

sejuk menyenyap
di ketinggiian Buthak
amboi indahNya

Menggambarkan keindahan lukisan alam , yang dicipatakan Sang Maha Pencipta, setelah melalukan pendakian yang melelahkan, namun nikmat dan takjubnya Masyaallah, bertambah rasa syukur dan kekaguman setiap hamba yang menyaksikannya, lalu pada nikmat Tuhan yang mana lagikah yang akan Engkau dustakan.?

Kiriman vidio dan 2 emoticon bercucur air mata  benar melegakan perasaan seorang ibu kala itu!.
"Mam, sudah mo nyampe kosan"


Dipaksa Agar Terbiasa

Sedikit sakit di organ perut ini, membuat rasa tidak enak pada organ lainnya. Kompak, semua ikut merasakan. Bermula kemarin siang menjelang sore rasa perut bagian kanan atas terasa melilit dan panas. Rasa ini sebenarnya sudah tak asing lagi. Maag. Dulu kerap membersamai. Saya sudah lupa kapan ini terakhir kali menjangkiti.  Dari lamanya hingga lupa mengingat nama obat yang biasa dikonsumsi kala sakit itu dirasa mengganggu sekali. 

Inilah bukti yang harus disyukuri  dalam hidup ini masih lebih banyak nikmat sehat yang Dia beri. Sebagai rasa syukur, saya tidak terburu untuk datang ke dokter ataupun sekedar membeli obat sakit maag ke apotek. Biarkan dulu saya  merasa-rasakan sakit ini, mensyukuri nikmat sakit, semoga keikhlasannya bisa menggugurkan dosa yang ada. 

Sakit sedikit ini memang membuat enggan beraktivitas. Badan seperti lemas ingin rebahan saja. Sambil rebahan saya membaca wa dari berbagai chat yang ada. Bosan membaca menonton youtube. Dari youtube kembali ke wa.

Ada rasa bangga saat membuka wag Ikatan Guru Madrsah Penggerak Literasi (IGMPL). Memang sih ikatan ini belum resmi belum ada badan hukum yang memayungi. Usianya baru 2 dua bulan. Anggota grup terkini baru 21 orang. Rupanya ada beberapa peserta yang leave, tidak sabar bertahan. 

Sesuai visi dan misinya , salah satu persyaratan anggota adalah memosting tulisan minimal 1 minggu sekali sesuai jadwal. Prokontra dengan kebijakan penjadwalan pasti ada di antara para anggota. Inilah  pembelajaran menulis awalnya dimulai dengan pemaksaan. Peserta dipaksa untuk menulis, setelah dipaksa, lalu terpaksa menulis memenuhi komitmennya. Sering melakukan walau terpaksa, lalu menjadi bisa, lama -ama akhirnya terbiasa.

Memang sih yang tidak terbiasa menulis _bukan karena tak bisa menulis, jadwal ini bisa jadi momok tersendiri, bahkan mungkin juga stres dengan target posting tulisan. Menulis itu sebenarnya hanya butuh pembiasaan. Seperti yang sering  dikatakan banyak motivator penulis. Menulis itu awali dengan menulis apa saja, apa yang Anda bisa dan dikuasai. Tak perlu ilmiah, yang alamiah saja. Kesampingkan rasa takut ataupun malu. Tulis saja apa yang ada di kepala. Menulis ya menulis saja, alirkan apa yang ada di kepala.

Sesuai nama grup penggerak literasi, maka konsekwensinya, peserta harus bisa menggerakkan diri sendiri sebelum menggerakkan orang lain. Menggerakkan diri terbiasa menulis dan membaca. Syukur jika bisa menghasilkan karya buku.

Seperti pagi ini, hampir pukul enam pagi grup masih sepi, tak seperti hari hari biasanya. Pagi ini saya awali dengan posting tulisan ( belajar opini) berjudul Protokol kesehatan dan Protokol keabadian. Posting tulisan untuk meramaikan grup saja, jadwal menulis saya hari Rabu. Disusul berikutnya postingan puisi dari Bu Diana yang tanpa judul, mengundang banyak komentar hingga akhirnya menemukan judul yang pas sumbangan peserta lainnya. 

Bersaing dengan Bu Diana, Bu Ekalia melalui blognya juga memosting puisi berjudul Cinta Tak Beradab membaca judulnya membuat saya merinding. Lukisan cinta takpatut anak manusia yang belum cukup umur, mengedepankan nafsu menanggalkan etika dan norma agama. Miris sekali ! Semoga saja generasi muda penerus bangsa diselamatkan dari kehancuran moral dan akhlag.

Unicorn Milik Kitakah? Judul tulisan dari blog Harian Ajeng menarik juga untuk dibaca. Kata unicorn sontak mengingatkan saya pada jaman debat capres yang cukup menegangkan dan pelik kala itu. Tulisan di Harian Ajeng inipun tak kalah peliknya. Entahlah mungkin karena saya bukan orang politik dan juga bukan pebisnis, mencerna kalimatnya sulit sekali. Tapi endingnya saya juga bisa tertawa mengingat penulisnya juga mengajak  pembaca tertawa. Setelah itu saya tidak ingat apa -apa. Tulisan  Pak Aji Prasetyo ini rupanya berhasil melelapkan saya. 

Saat saya buka kembali wa ternyata sudah pukul 13.00, sudah 2 jam saya berselancar di alam mimpi. Sudah banyak postingan kawan kawan yang saya lewati. Saya janji akan membaca nya nanti. Saat ini saya harus bangkit dari kasur walau rasa melilit masih tetap berkelit. Jika tidak dipaksa bergerak dan bangkit akan lanjut tidur, badan kian subur, nauzubillah jika kelak dapat siksa kubur gara-gara  abai salat duhur.

Salam litersi
Bondowoso, 04092020
Penulis : Husnul Hafifah




Protokol Kesehatan dan Protokol Keabadian


September, sudah hari ketiga.  Pandemi covid 19   masih belum  mengisyaratkan kapan akan berakhir, yang ada justru sebaliknya.  Angka confirm positif  kian meningkat jumlahnya. 400 sungguh merupakan angka yang  membelalakkan mata. Apalagi untuk sebuah kota kecil di kabupaten saya. 

Panik, cemas adalah manusiawi dan itu pasti. Kita memang tidak bisa menutup mata dan telinga untuk tidak membahasnya. Tapi jangan berlebihan apalagi dibumbui hoax dalam pemberitaannya. Jika hanya sekedar menguatkan agar kita selalu waspada, Saya rasa perlu juga kita mengikuti perkembangan si covid.

 Covid  19 sampai saat ini memang belum bisa dibasmi dari muka bumi. Namun bukan berarti tak bisa diatasi. Ingat  salah satu sabda nabi Muhammad saw, dalam riwayat Muslim:
"Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh dengan izin Allah SWT.”

Lama dan sebentarnya penyakit ini adalah kuasa Allah. JIka penyakit ini berlarut- larut berarti belum ada pakar yang berhasil menemukan obatnya. 

Belum diketemukannnya  obat atau penangkal virus ini, juga merupakan rahasia Allah. Kita sebagai hamba berkewajiban ikhtiar saja. Ikhtiar bagi saya yang awam, mengingat corona yang tak kasat mata, adalah yakin saja  pada  pendapat para pakar virus serta pakar ilmu kedokteran.

Seperti yang disebutkan oleh virolog drh  Moh. Indra Cahyono, perkembangan dan persebaran virus covid sangat cepat. Namun tidak semengerikan sars atau Mers. Jika diasumsikan semua penduduk dunia terpapar virus, maka angka kematian yang ditimbulkan hanyalah 3%, semetara tingkat kesembuhannya adalah 97%. Rahasianya adalah pada antibodi tubuh manusia itu sendiri. 

Manusia bisa memproduksi antibodi dan antibodi inilah yang akan mengacurkan virus saat masuk ke dalam tubuh. Bagaimana mekanisne antibodi selengkapnya di sini

Hidup di tengah pandemi tidak perlu sempit hati, ayo buat diri happy, makan makanan bergizi, perbanyak konsumsi vitamin C, dan E agar produksi antibodi tidak berhenti. Jangan lupa patuhi protokol kesehatan, pake masker, jaga jarak, pakai  saniteser sering cuci tangan pakai sabun, jaga selalu kebersihan.
Misalkan ikhtiar kita masih kebobolan, -mohon dijauhkan dan masuk golongan yang 3% misalnya. Itulah bagian dari perjalanan takdir manusia. Ikhlaslah menerima. Bukankah kematian itu pasti dan kehidupan abadi setelah mati juga pasti?

Mungkin saatnya kita di era pandemi yang masih berkepajangan ini, banyak melakukan refleksi. Mengambil Pelajaran pada keyakinan kita akan protokol kesehatan. Menyakini dan mentaatinya supaya kita bisa diselamatkan dari covid yang dampaknya mengerikan.

Belajar pada  protokol kesehatan saatnya pula , kita mempertanyakan, "Sudah siapkah kita, juga dengan protokol keselamatan, agar kelak ketika saatnya tiba di hari pembalasan kita terselamattkan?" 

Suatu hari yang kita yakini pasti datangnya dan siksanya jauh lebih mengerikan dari covid 19. 
Sebagaimana Allah berfirman: 

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian dengan sia-sia, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (QS. Al-Mu’minun : 115) 

Semoga Allah membimbing hati kita senantiasa melaksanakan protokol keselamatan untuk keabadian yang membahagiakan.
Aamin.

Bondowoso, 3092020
Penulis: Husnul Hafifah











Janji Yang Terlupakan

Seri: Pentigraf


Bu Keyshe manyun. Bukan tanpa sebab. Perasaan halus kewanitaannya lebih menutupi nalar dan logikanya. Dongkolnya tak jua luntur oleh lontar kata maaf para sahabatnya. Dari Kamis ke Jumat ganjalan itu masih bersisa. Bu Keyshe merasa para sahabatnya sudah berubah. Tak lagi setia dengan komitmennya.  

 Kamis, Bu Kasye sudah tak sabar lunasi janji jumpa maya, hp dalam genggaman dengan hidung bermasker menyesakkan. 1 jam , 2jam berlalu Bu Keyshe setia menunggu. Waktu pun berlalu. Senja bu Keyshe membaca wa  sahabatnya "maaf tidak buka wa, paket data tak ada." Bu Keyshe hanya mengelus dada. 

Jumat, Bu Keyshe tetap semangat, akan jumpa maya dengan sahabatnya yang S2.  Gawai di tangan, laptop di meja dan di buka. Pikirnya kecewa Kamis akan sirna. Asanya melambung pada pertemuan yang sangat dirindunya.  Sambutan hangat, senyum ceria, berbagai cerita mewarna pada jumpa sahabat S2nya. Sayang hingga matahari condong ke barat semua hanya duganya saja. Sahabat S2nya  takada beda. "Maaf aku lupa, banyak giat hari ini". Manyun Bu Keyshe pun kian menjadi.

1 September 2020
Husnul Hafifah
 

Menulis Meracau


Ayo menulis begitu judul tulisan yang saya baca di salah satu bloger guru penulis. Menulis alamiah saja, yang kita mampu dan kita bisa. Begitu kalimat motivasinya.

Menulis itu mudah, yang sulit adalah memulainya. Bagaimana menurut Anda? Menurut saya menulis itu memang mudah jika kita sudah memulainya dan sudah terbiasa melakukannya. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis, saat memulai menulis, maka menulis akan mengalir begitu saja, ibarat aliran air mengalir tanpa ada hambatannya.

Seperti yang saya lakukan saat ini, awalnya bingung juga mau menulis apa. Begitu mulai satu kata, langsung bersambung kata lain merangkai kalimat. Kalimat membentuk kesatuan paragraf. Paragraf demi paragraf tersusun , tak terasa jadi teks panjang.  Abaikan dulu antarparagraf nyambung atau tidak. Ngeditnya belakangan saja.

Kemarin , 24 jam saya istirahat total dari menulis. Saya melakukan perjalanan jauh Bondowoso- Lamongan PP rombongan bersama saudara. Seharusnya pengalaman perjalanan jika dituangkan dalam tulisan bisa berlembar  -lembar jadinya. Dari awal berangkat hingga kembali ke rumah.

Namun saya tidak melakukannya, mengapa? Tentu juga tidak lepas dari berbagai alasan. Namun alasan terkuat saya tidak menulis adalah malas, capek, di samping  5 bulan jarang kumpul dengan saudara. Kesempatan ketemu saudara saya gunakan secara maksimal untuk bercengrama. mempererat kedekatan satu  sama lainnya. 

Selama perjalanan saya lebih banyak menyimak saudara bercerita, atau sesekali saja mengomentarinya. Sudah menjadi ciri khas saya jika perjalanan jauh tak bisa berlama -lama untuk tidak memejamkan mata. lengkap mimpi dengan dengkurnya (kata mereka) . Perjalanan jauh, bagi saya akan terasa dekat saja, rasanya baru berangkat, tahu tahu saat mata dibuka sudah sampai tujuannya. 

Jadi Ingat dulu jaman sekolah, ketika guru bahasa Indonesia memberi tugas mengarang dengan tema perjalanan, kertas saya mlompong kosong, bagaimana saya akan menulis cerita bila sepanjang jalan mata saya terpejam saja?   Pengalaman kertas kosong jaman dulu, akhirnya jadi ide juga, menulis ini.

Untuk kawan yang ingin mahir dalam menulis, jangan bosan ya untuk menulis. Menulislah apa saja, tidak perlu ragu ataupun malu. Jangan jadikan jadwal menulis di grup yang Anda ikuti sebagai momok. Katanya ingin bisa menulis. Jika ingin bisa, pegang teguh komitmennya dan ikuti aturan mainnya. Tak perlu takut untuk menulis. Enjoy saja, tulis apa saja, yang Anda bisa. Tidak ada batasan jumlah paragrafnya. Bisa 1 paragraf ya mulai 1 pargraf  saja.  Atau mungkin Anda bisa berpantun tulislah pantun, puisi dsb. Namanya juga belajar. 

Saya juga belajar , jadi kesalahan dalam menulis juga sesuatu yang wajar. Tidak perlu gusar jika ada yang berkomentar rada kasar. Jangan sampai Anda buru  -buru keluar grup.  Mending jangan deh! Ayo senyampang mengikuti grup atau komunitas menulis di manapun manfaatkan wadah itu dengan optimal. Menulis itu bukan untuk gaya- gayaan, tapi mari  kita bersama belajar! Maaf saya meracau,semoga Anda tidak galau!

Salam literasi
Bondowoso, 31 Agustus 2020
# menunggu face print
Penulis: Husnul Hafifah

Koki Dan Penulis

 Saya sudah bersiap melanjutkan perjalanan maya hari ini. Info yang saya terima pintu dibuka pukul 08.00. Masih 1 jam lagi. Saya gunakan waktu untuk jalan- jalan dulu ke wag yang ada di gawai saya. Tulisan berjudul berhentilah menulis,  menarik perhatian untuk dibaca. 

Bagaimana bisa, pemilik mantra ajaib "Menulislah tiap hari dan tunggulah keajaiban apa yang terjadi " tiba tiba saja menyuruh berhenti menulis. Ada apa?

 Saya terheran, dia yang sehari -harinya selalu posting tulisan berkali kali , tak pernah kehilangan ide menuliskan apa saja  dilihat dan dirasakan , apa yang di kepala segera dibreakdown ke dalam tulisannya. Hari ini motivasinya berbalik arah.

Lewat tulisan yang saya baca penulis ( OM Jay ) menganalogikan penulis itu seperti koki. Untuk menghasilkan masakan yang enak, seorang koki itu akan berhenti memasak untuk mencicipi masakannya. Jika misalnya masakan kurang manis ia akan menambahkan gula, kurang asin akan menambahkan garam, jika kurang pedas akan menambah cabai. 

Koki juga perlu menambah wawasan, mengumpulkan bahan, memilih bahan yang berkualitas, bagaimana meramu dengan takaran dan komposisi yang pas. Teknik pengolahan dan penyajian.  Semua terus dilakukan untuk menghasilkan makanan yang tidak sekedar enak tapi bagaimana peminat dan penikmatnya kian meningkat. 

Demikian halnya dengan seorang penulis. Penulis jangan hanya  menulis saja.  Penulis harus berhenti menulis, baca ulang tulisan sendiri. Merasa tulisan kurang bagus ya penulis perlu relaksasi berhenti menulis, jalan jalan baca tulisan orang lain. Kalo perlu beli buku -buku referensi untuk meningkatkan kualitas tulisan. Penulis yang baik juga harus bisa mengedit tulisan. Untuk bisa melakukannya  penulis itu harus rakus membaca. 

Ngomong -ngomong tentang koki dan menulis, kawan saya, Pak Tyqnue Azbynt penulis "Sajak Sajak Republik Kopi" menandai hubungan masakan dengan penulisnya. 

Khairil Anwar itu, masakannya pedas bagai rendang padang

WS. Rendra mengolah dengan berbagai rasa, ramai, bagai seblak bandung

D' Zawawi Imron, sederhana Lugas dengan bahasa rakyat ala Jawa timuran bagai rujak cingur yang manis asinnya ramu dalam diksi-diksi yang mudah dicerna.

Gus Mus, menyajikannya dalam kedalaman rasa, penuh makna filosofi hidup. Ditata dengan sangat padu dalam keseimbangan bagai sajian Jepang yang keseimbangan gizinya selalu diselaraskan dengan alam yang natural.

Sutardji Calzoum Bahri, menyajikan diksi diksinya dengan bahasa suluk yang kadang memekakkan telinga, menghentak dada, kadang sulit dimengerti bagai ramuan sajian soto aceh.

 Cak Nun (Emha Ainun Najib) seperti gudeg Jogya. menggunakan
 bahasa rakyat Jawa. Penuh pendekatan budaya. 

Masak Gudeg tuh kan pakai tungku, api dari kayu, rempah diuleg  tidak diblender. Begitulah bahasa Cak Nun...cipta rasa dan karsa ya disatukan bak gudeg

Begitulah  ikatan makna  tulisan yang saya baca. Ternyata  judul tulisan OM Jay ada lanjutannya, "Berhentilah Menulis untuk Membaca"

Ooo alaa ...maklum saya membacanya tergesa-gesa, melihat jam sudah masuk waktunya kunjungan maya. Saya tak ingin tuan rumah kecewa, Sebagamana saya kecewa jika meleset dari yang dijanjikannya.
Maaf saya kunjungan maya dulu, besok saya ceritakan hasilnya. Insyaallah

Salam literasi
Bondowoso, 28 082020
Penulis: Husnul Hafifah


Bahagia

Alhamdulillah akhirnya kunjungan maya hari ini membuat lega hati saya. Benar seperti  banyak orang berkata," bahagia itu sederhana". Sesederhana ngrobrol di wa , bagi saya bisa nyambung silataturrahmi dengan para guru dan kepala dari suatu sekolah, berjalan sesuai agenda,  juga sesuatu yang luar biasa bahagianya. 

Silaturrahmi dalam suasana ketidakpastian seperti ini tak mudah dilakukannya. Pasang surut zona suatu wilayah dari hijau, kuning tiba-tiba saja berubah ke zona merah merata.  Membuat bingung siapa saja. Apalagi mereka yang hati dan pikirannya mudah goyah. New normal kehidupan infonya santer memicu klaster baru. Saya pun ragu untuk melakukan salah satu tupoksi dengan moda tatap muka .

Kunjungan maya masih menjadi alternatif utama saya dalam bekerja. Kunjungan maya ini pun tidak saya lakukan dengan WFO, tapi WFH. Suatu keuntungan bagi mereka dan saya yang sudah cukup sexi ( seket siji) plus he he, boleh milih WFH .
 WFH juga tak ayal mengundang tanya para tetangga. "Kok di rumah saja?" Saya tersenyum saja, semua ada penjelasannya. Perbanyak istigfar semoga Allah memaafkan hambanya- Nya. Tiap hari di rumah, kerjanya main HP, bosan HP pindah ke labtop, makan, rebahan dan rebahan saja.

Ups salah! di rumah tetap kerja juga mengikuti tupoksi dan program yang ada. Bedanya bekerja dari rumah tidak seragaman, tidak sepatuan, bisa sambil rebahan, makan , jagongan dsb bergantung media apa yang digunakan.

Bahagia pertama pertama, si empunya (kepala sekolah) sudah membuka pintu maya 1 jam sebelum acara. Wow benar membuat bahagia. Beda dari rata-rata. Ada 15 jadwal kunjungan maya. 12 yang terlaksana dan 5 kali menyisakan sedikit kecewa. Tapi saya sudah memafkannya. Bukankah memafkan itu sifat mulia? Begitu kata para ustad. Saya mengikutinya. Sekedar curhat saja bagaimana tidak kecewa persiapan , jadwal sudah disampaikan jauh hari. Malam hari H juga diingatkannya.  Eh hari H masih saja ada alasannya. Yang lupalah, yang miskomunikasi, bahkan ada yang tak mendapat respon .

"Maaf  bu, tidak buka wa, padahal 5 jam  sudah, saya menunggunya"

" Maaf bu, saya pikir mau hadir di sekolah" saya mengontak guru datang ke sekolah. Padahal wa saya malamnya jelas terpasang  kata Via daring wa. 

"Maaf bu, ibu mau digabung dalam wag sekolah?" pertanyaan basa basi setelah satu jam saya menunggu. Sebelumnya saya sudah wapri agar diinvite ke grup, dan dijawab "Inggih monggo".

Parahnya lagi, kemarinnya  salah satu kepala sekolah ke rumah mengambil pengesahan dok 1, saya juga berulang mengingatkan jika besok saya kunjungan via wa.  Hari H malah tak ada kabar berita , HPnya di luar di luar jangkauan. Diusut- usut kepala sekolah tak punya pulsa dan paket data. Komplit alasannya, tak kalah mellasnya tulisan saya lewat wa  dianggap seperti baca koran semata. Duh ! Coba gimana perasaan Anda jika di posisi saya?

Bahagia kedua saya dalam kunjungan hari ini adalah mereka responsif atas apa yang dibaca. Saya mengetik, mereka baca, memberikan tanggapan dalam ketikan pula, sungguh luar biasa. 

Dikondisi yang serba keterbatasan, mereka tetap mengajar ala bisanya, serta masih menyadari bahwa bahagia itu sederhana.

*Perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukannya*


# Di rumah 27-08-2020

Trio Bolang ( Cerita di Balik Foto 2)

Pada dasarnya tiap orang yang kesehariannya terbiasa beraktivitas di luar rumah, tidak akan betah ketika harus beraktivitas di rumah. Kebijakan stay at home merupakan pilihan yang harus dijalankan demi memutus mata rantai penyebaran covid 19. Jenuh dan bosan, namun dicoba untuk bertahan mengikuti aturan .

Banyak cara yang dilakukan untuk mengusir kejenuhan dan kebosanan, seperti tik tokan, main game, masak-memasak, berselancar di dunia maya, membaca, ikut seminar, webinar, ngerumpi di Wag, FB, IG dsb.

 Di masa TFH dan WFH. Wag keluarga besar di anroid saya juga tak kalah seru dari wag lainnya. Untuk mengusir kebosanan dari kegiatan yang monoton ( masak, bersih-bersih,  dampingi anak belajar , rebahan. makan dan makan lagi ).  Ada saja hal yang disharenya. Aneka  kuis, tebak kata acak, meme lucu, tebak foto jadul masa lalu bahkan masa balita , siraman rohani, lagu, vidio lucu  serta info update lainnya.

Bersama ada di wag keluarga itu tak terasa jauh, walau realitanya tempat tinggal kami berjauhan. Berasal dari  kakek dan nenek moyang sama, menyebar di mana mana. Mulai  Kalimantan Selatan, Bandung , Surabaya, Lumajang, Jember, Klabang, Bondowoso, Tamanan dan Maesan. Aliran darah yang sama alasan pengikatnya.

Himbauan Jaga jarak  fisik, tak menjadikan hati kita antarsaudara jadi ikut jauh. Tapi sebaliknya, diam di rumah hati kami terasa kian dekat. Tentu saja asal ada paket data dan signalnya.

Saya mungkin anggota yang paling jarang intensitasnya dalam memberikan komentar, saya suka ngintip dan baca saja, kecuali pas lagi senggang baru ikut nimbrung bersahutan dalam chatingan.

Suatu ketika _saya lacak jejaknya (18 April 2020) ada postingan foto dari adik sepupu, M.Alif,  Maesan rumahnya. Dalam caption singkat "Ayo tebak ini foto siapa?" Pada selembar foto tiga bayi dalam posisi terlentang berjejer 3. Saudara yang lain pun berkomentar, "ha ha itu foto trio bolang". Beberapa foto lain dari trio bolang pun bermunculan. 
Ada foto ketika ketiganya sudah bisa duduk, ada masa TK dengan saudara lainnnnya, masa remaja, bahkan foto terupdatenya. Nampang dengan formasi trio bolang saja.
Yang mengelitik hati saya, juga pembaca  wag keluarga saat itu, postingan dua foto trio bolang yang diset dalam 1 frem dengan posisinya yang sama. Unik, lucu dan haru dibuatnya. 
Berurutan dari kiri Oby, Opank dan Eky

Unik posisinya yang tak berubah dan gayanya mirip atau kostumnya senada. Lucu mengingat tingkah polahnya ketika masa kanak- kanak. Jika ketiganya bertemu tidak ada bagus dan rapinya tempat, semua jadi berantakan, meja dan kursi jumpalitan.

Ketika bersekolah TK pun tak ada perubahan, ruang kelas jadi tempat jagongan, tak bisa diam selalu saja ada yang diributkan. Sampai gurunya memberi julukan "tiga bocah pinter yang banyak cerita mengundang tawa".  Beruntung gurunya sabar luar biasa. Apalagi trio bolang itu adalah cucu dan kemenakan guru sendiri. Sisi positif bersekolah pada kerabat dekat.

Siapa Trio Bolang ?
Trio bolang merupakan tiga bocah petualang. Disebut bocah petualang mengingat masa kanak kanaknya, mereka bertiga melalui harinya mirip kisah anak petualang yang disiarkan salah satu stasion telivisi waktu itu.

Komposisi trio bolang terdiri atas1) Noval Ahsanul Nawaw nama panggilan Opank 2) Mohammad Ghaffar Asidiqi nama panggilan Eqi dan Mohammad Saobirin Firdaus biasa dipanggil Obi.

Formasi Opank, Eky, Obi


Opank merupakan paman dari Eqi dan Oby. Sementara Eqi dan Oby adalah saudara sepupu. Ibu mereka kakak beradik. Jadi ketiganya memiliki ikatan pertalian darah. Rumah Eqi dan Oby berdekatan hanya berbatas tembok. Sedang Opank sekitar 3 Km dari Eki dan Oby.

Masa kehamilan  ketiganya bersamaan, hanya selisih hitungan bulan. Tradisi nenek Opank atau nenek buyut Eky dan Oby, jika dalam satu keluarga hamilnya bersamaan, maka para ibu hamil diadati dengan makan senampan (acarbuk) makan dalam 1 wadah  yang sama secara bersama, mengawali dan mengakhiri harus bersama) -sekali dalam masa hamil. 

Sebuah tradisi yang memiliki filosofi bagaimana mengajarkan pada jabang bayi tentang kebersamaan, tidak saling mengalahkan , hidup rukun dan tentram. Bukankah mendidik generasi dimulai dari masa kehamilan?

Haru melihat kekompakan dan kerukunannya. walaupun sejak SMA mereka bersekolah dan kuliah di tempat berbeda, namun selalu ada peluang mereka untuk bersama. Foto-foto moment kebersamaan itulah saksi bagaimana mereka dari masa ke masa  menjaga ikatan persaudaraan. Semoga mereka dan juga dengan para saudara lainnya mampu menjaga tali silaturrahminya sepanjang masa.


Bondowoso, 25082020
Penulis Husnul Hafifah



Cerita foto 1

Setiap orang pasti mengimpikan generasi penerusnya bisa hidup bahagia, hidup damai , rukun kompak dan saling bahu membahu dalam kehidupannya.

Saya juga bahagia dan senang menyaksikan orang lain atau kerabat saya sendiri  bisa hidup damai, rukun walau dari sisi karakter mereka memiliki keunikan tersendiri dan tak mungkin sama.  Begitu pun dari sisi rejeki , sudah ada takaran dan masing-masing tak mungkin tertukar. Hati siapa pun adem melihat dan mendengar antarbersudara  bila selalu rukun dan kompak.

Seperti halnya sore ini, saya membuka wag keluarga besar saya, yang berlebel " KB Ahmad Joyosuwito"  Anggota merupakan generasi penerusnya. Terdiri atas generasi pertama , mereka ini adalah putra putri dari kakek dan nenek yang berjumlah 11 orang utuh ditambah juga menantu. Generasi kedua merupakan para cucu dan menantu. Serta generasi ke-3 adalah para cicit yang usianya bervariasi ada balita, kanak, praremaja dan remaja.

Wag ini  benar- benar efektif dalam mempersatukan hati dan membangun keakraban antarbersaudara, terlebih mereka yang dibatasi jarak tempat tingal yang berjauhan. Di wag mereka bisa saling berbagi info, bercanda, curhat, saling mengingatkan dsb.

Tiap hari grup tidak pernah sepi, mesti ada saja yang diposting dan dikomentari hingga grup jadi rame. Contoh postingan foto berikut ini. 
Postingan foto jadul, mengundang tanya mereka yang rumahnya jauh dan nyaris tak pernah tahu masa kecilnya. Foto 4 bocah dengan pose 2 berdiri dan dua duduk itu merupakan saudara, sepupu dan kemenakan. 
Mereka searah jarum jam adalah Uca, Ice , Opank dan Oby

Tanpa disangka, kemarin saat para saudara itu camping di Kawah Wurung ada satu dokumen fotonya yang persis formasi 4  ketika masa kecilnya.

Formasi 4 , Opank, Ice dan Uca adik-kakak, dan Oby. Opank adik sepupunya (ayah Opank saudara kandung Ayah Ice dan Uca) , Oby adalah kemenakannya ( nenek Oby sesaudara dengan ayah Uca,Ice dan Opank).
Senangnya melihat mereka yang selalu rukun dan kompak hingga dewasa. Kendati rumah mereka tidak berdekatan, didikan dan pembiasaan yang diajarkan dari leluhur untuk selalu menjaga tali silaturrahmi, dipegang teguh dari generasi ke generasi. Selalu menyediakan waktu luang untuk menikmati kebersamaan. Semoga persaudaraan mereka tak lekang oleh waktu tetap terjaga sampai ke surga. Aamiin

Bondowoso, 24082020
Penulis: Husnul Hafifah









Pelesiran


Tantangan menulis tema wisata  kali ini , membuatku benar benar mati kutu. Bagaimana tidak mati kutu jika di kepala tidak ada rekaman wisata, karena memang tak kemana mana alias di rumah saja ? Aku itu orang yang kurang menyukai pelesiran. Aku tipe rumahan. Andaipun akhirnya aku sampai ke tempat tempat wisata, rata-rata karena terpaksa dan dipaksa, tak bisa menolak rengekan anak misalnya, atau sekadar ikut partisipasi ajakan saudara, teman yang tak ada alasan kuat untuk kutolak. 

Wisata jadul sih ada, jaman pra remaja dulu kisaran SMP akhir atau awal SMA , 3 kali  pendakian ke gunung di sekitaran Bondowoso, seperti ke Gunung Putri bersama anak-anak pramuka masa sekolah. Gunung Patirana ikut napak tilas pejuang, dan menembus belukar Gunung Ko'ong tanah Wulan Maesan menikmati  indahnya air terjun kembar yang masih asri dan belum terjamah, kala itu bersama paman dan saudara sepupu lainnya yang usianya sepantaran. Wisata alam yang benar benar jadul tak tersentuh rekam kamera.

Wisata jaman SMA akhir bersama teman sekelas ke pantai selatan -Batu ulo, kenangan masa lalu yang foto - fotonya sudah luntur. Atau juga wisata saat perpisahan dengan teman kuliah D2 satu angkatan, pertama kali merasakan naik kereta ekonomi dari Jember ke Lumajang- bising deru keretanya masih terngiang sampai sekarang. lanjut naik angkutan pedesan menunju Ranu Pane, Ranu Pakis, klakah,  3 dari 7 ranu yang ada di lumajang pernah aku kunjungi. Lukisan alamnya sangat indah, airnya bening dan menyejukkan. Sayang juga dokumentasinya tidak diketemukan.

Wisata bersama keluarga yang agak update Pelesiranku terakhir kali sebelum covid- rombongan bersama saudara  saat menghadiri halalbihalal keluarga besar di Asembagus Situbondo, pertengahan tahun 2019. Tradisi di keluarga besar kami, tiap tahun menyelenggarakan halall bihal. Tempatnya ditentukan jauh hari sesuai kesepakatan. Keluarga besar Nirwan Al Joyosuwito itu nama kakek moyangku. Tahun 2019 jumlah generasi penerus keseluruhan 350 jiwa. Terdiri anak _menantu, para cucu- menantu,cicit- menantu dan para cangga. Seingatku waktu itu yang hadir sekitar 60%. Bahagia terpancar di hati para hadir, jumpa tahunan di acara halal bihal sangat mengesankan dan menyenangkan. Kerukunan, kebersamaan dalam canda, tawa saat itu, sekarang jadi kenangan. Tahun ini pandemi covid halalbihal ditiadakan, momen itu kini dirindukan.

Rombonganku waktu itu (4 mobil) Pulangnya mampir ke Pelabuhan, namun karena terik tak jadi turun, melanjutkan perjalanan menyambung silaturrahmi ke rumah saudara (ponaan nenek) secara silsilah aku masih memanggil kakek pada saudara yang akan dikunjungi_ yang nyaris putus komunikasi. Rumahnya di daerah Widuri (lupa nama desanya) kecamatan cermee.

Tak disangka sangka rumah yang ku kunjungi, di bagian belakang ada kolam pemandian anak-anak.  Penataannya lumayan menarik, tersedia tempat santai, melepaskan penat dengan suasana yang asri dan menyegarkan. Taman bunga, gemercik air terjun kecil buatan pada dinding kolam ikan.  Kelincahan ikan hias yang kesana -kemari pada air kolam yang bening, menambah nikmatnya mata memandang.

Pada gasebo _di atas kolam ikan sudah disajikan berbagai menu makan siang seperti aneka sea food, bakso, mie goreng, cap jay dan es campur. Benar -benar menggugah selera, walaupun kurang dari 2 jam lalu sudah makan.

Perjalanan dari Asembagus menuju widuri hanya butuh waktu sekitar 1 jam jika tidak kesasar. Berhubung mobil yang  kutumpangi kesasar waktu tempuh bertambah 30 menit.
Tak lama setelah berbincang dengan tuan rumah, rupanya tuan rumah peka dengan tingkah anak anak yang mulai gelisah, akan  godaan hidangan yang sengaja disiapkan, menunggu para tamunya. 

Lampu hijau tuan rumah pun dinyalakan, tak perlu menunggu lama, antrean makan ronde kedua dimulai. Dalam waktu sekejap hidangan tersapu bersih. Perut kenyang sekali. 

Itu kenangan pertama kali menyambung silaturrahmi pada kemenakan nenek. No kontak sudah dikantongi, kami masing- masing berjanji untuk terus menyambung silaturrahmi. Namun tahun ini rupanya janji itu lagi lagi kembali diuji. Kami  masih belum bisa saling mengunjungi. Dalam suasana yang takmenentu ini, aku hanya bisa berdoa, semoga pandemi tidak memutus lagi tali silaturrahmi.

Berbicara tentang wisata , jejaka  no 2, dalam dua bulan terakhir ini sudah 2 kali camping. Camping pertama ke sekitar kawah ijen bersama kawan kawanya saat MTs. Kemarin pamiit lagi mau Kawah wurung bersama para sepupunya. Katanya sih khusus jomlowan dan jomlowati. 
 
Eh tak tahunya buka wag keluarga  pagi tadi postingannya vidio dan foto-fotonya yang camping dari balita sampai yahmuda dan bumuda. Selengkapnya : di sini Pantas mamanya tidak diajak plesiran. Rupanya dia ingat  protokol kesehatan yang boleh plesiran usia tak lebih 50 tahunan.


Bondowoso, 22082020
Penulis: Husnul Hafifah

Telepon Dari Dianna

Handuk baru saja kuraih dari tempat jemuran sesaat berikutnya kukalungkan di leher. Tetiba nada panggil gawaiku yang tergletak di meja ruang tengah berbunyi. Segera kuhampiri, tertera sebuah nama "Dianna", teman SMPku.

Aku terduduk di kursi tak jauh dari gawai berada. Asyik terlibat banyak hal tentang hobi baru yang dua tahun terakhir ini muncul mendayu lebih condongnya menggebu. Dianna teman SMP 1, era 80-an awal, aku masih teringat masa itu, berseragam putih biru, rambut sepinggang bergelombang. Sorot matanya yang tajam dengan senyumnya yang menawan, salah satu primadona SMP 1. Aku dan teman-teman sekelas biasa menyebutnya dengan Lidya Kandow SMP 1 Bondowoso.

Kenangan satu kelas dengannya yang kuingat adalah suka corat-coret meja dan bangku kelas. Beberapa kali aku belajar kelompok di rumahnya. Dari rumahnyalah aku pertama kali tahu nama dan merasakan  lezatnya kue putu hangat. Lepas SMP kami hilang kontak, maklum kala itu masih jadul alat komunikasi HP belum ada. 

Baru di tahun 1993-an, ketika aku CPNS di kemenag aku tahu kabar tentangnya. Dianna lebih awal CPNS di Kemenag yang sama, namun itu pun nyaris tak pernah ketemu. Ketika Kemenag menerapkan Absen elektronik (2010-an) kami dipertemukan dalam wadah wag Absen KUA Grujugan. Kami sebagai guru PNS yang dipekerjakan di madrasah swasta untuk tertib kehadiran dan kepulangan dari rutinitas kerja , tempat presensinya di KUA kecamatan. Kebetulan aku dan Dianna  wilayah kerjanya dalam kecamatan yang sama.

Wadah absen inilah yang mempererat kembali tali silaturrahmi, mungkin karena hobi baru (menulis)  komunikasi kami kian intens. Hobi menulis kala usia di angka sexi (seket siji=51). Di grub absen, Diana, Ustaz Febry ( trainer dan motivator MG) dan aku sering berbagi tulisan. Tulisan tulisan ringan dan sederhana. Tujuannya  juga sederhana hanya ingin mengajak anggota grub  agar lebih berliterasi (membudayakan membaca dan menulis) menghindari hoax.

Singkat cerita agar hobi baru itu berkembang dan naik kelas, penting untuk bergabung dengan komunitas yang sevisi. Baik Dianna dan aku, ada di beberapa komunitas wag yang sama sebagai wadah pengembangan diri dalam menulis. Seperti wag antologi Bondowoso, Media Guru Bondowoso, webinar V, dan terakhir Dianna menginviteku langsung dalam 2 grup ikatan Guru Madrsah Pengerak  Literasi Tingkat Jatim serta tingkat Kabupaten Bondowoso. Jujur aku salut pada Dianna, dia lebih getol dan peduli untuk menggiatkan literasi di madrasah. 

Saat  gerakan literasi madrasah  digaungkan, mulai pertengahan 2019 geliatnya masih tak beriak. Madrasah sepi tanggap. Pelatihan menulis di akhir februari 2020 dibilang sukses dari jumlah peserta, namun sukses hasil masih jauh dari target. Karya satu guru satu buku dari pelatihan menulis tingkat ketercapaiannya belum ada 10%.

Dianna dengan semangat 45-nya di era endemi covid 19, menyalakan obor menggerakkan guru madrasah dalam wadah IGPL Bondowoso. Legalisasi memang belum dikantungi. Namun sejumlah program telah disusun dan dirancang. Pelatihan dasar menulis di era digital sudah dilaksanakan. Alhasil peserta / anggota wag sudah memiliki pena digital berupa blog pribadi. Program lain sudah menanti. Dalam curhatnya kali ini dia bingung darimana dananya nanti. Sementara yang dilakukannya saat ini menggunakan dana pribadi.

Dianna, engkau sudah Uti tapi tetap baik hati. Aku hanya bisa berdoa semoga asa luhurmu mengiatkan guru madrasah berliterasi menemukan solusi. Engkau tak menyerah oleh uji.
Oh iya, hampir satu jam kita ngobrol, kapan -kapan lanjut lagi. Aku lanjut mau mandi.
Salam litersi.

Bondowoso, 200820
Penulis: Husnul Hafifah